Selasa, April 29, 2008

CARILAH ILMU WALAU SAMPAI NEGERI TURKI[1]

DR. Sidik Jatmika[2]

Kisah sukses strategi Partai “Islam” AKP mensiasati dominasi sekularisme pada Pemilu Turki 2007; merupakan salah satu hikmah yang bisa diambil Partai PKS untuk menyusun strategi bagi pemenangan Pemilu Indonesia 2009.
Mula pertama akan ditelaah studi perbandingan antara konteks sosial politik AKP dan PKS. Setelah itu dipaparkan berbagai
rekomendasi langkah-langkah strategi jangka pendek dan jangka panjang PKS untuk pemenangan Pemilu di Indonesia.



A. Kisah Sukses AKP Di Turki
Pada tanggal 28 Agustus 2007, anggota parlemen Turki memilih secara suara mayoritas mantan Menteri Luar Negeri Turki, Abdullah Gul (57 tahun) sebagai presiden Turki, untuk menjabat selama tujuh tahun. Peristiwa ini merupakan kelanjutan dari kisah sukses Partai Pembangunan Keadilan (Adalet ve Kalkınma Partisi, AKP) yang berideologi Islam memenangkan Pemilu di Turki yang bersistem sekuler. Sebelumnya, mereka telah memenangkan pemilihan umum parlemen Turki 2007 dimana partai pendukung Perdana Menteri (PM) Recep Tayyip Erdogan itu memperoleh dukungan suara sebesar 46,6%. Capaian ini meningkat 12 poin dibanding pemilu 2002. Dengan angka sebesar itu, AKP memperoleh 340 dari 550 kursi di parlemen. Hasil tersebut memperkuat bukti evolusi partai Islam AKP sebagai kekuatan politik di negara sekuler Turki.[3]
Peristiwa itu menarik untuk dikaji karena Abdullah Gul adalah kader dari Partai Pembangunan Keadilan (AKP) yang berideologi Islam. Padahal, dunia perpolitikan Turki sejak tahun 1924 telah didominasi oleh faham sekularisme yang disebarkan oleh Mustafa Kemal Attaturk.[4] Berbagai upaya depolitisasi Islam yang dilakukan rezim sekuler telah menjadikan politisi Islam akhirnya terpinggirkan posisinya dalam percaturan politik. Dengan istilah lain, sejak tahun 1924 itu, bisa dikatakan bahwa para politisi yang mengusung aspirasi umat Islam, terpinggirkan posisinya dan tidak determinan dalam proses pengambilan keputusan publik.
Pasca pemilu 2007, politisi Islam di Turki tidak lagi di posisi pinggiran tetapi menjadi pemimpin politik (elective-political leader)[5] atau pemain politik (political player) yang memiliki posisi tawar (bargaining-position) kuat dan menentukan dalam proses politik. Berbagai fakta terpilihnya para politisi Islam menjadi pemain politik (political player) dan pemimpin politik eksekutif (elective executive political leader) di dalam kancah politik Turki yang sekuler, menarik untuk dikaji karena hal itu belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu sangat menarik mengingat bertahun-tahun lamanya Turki dikuasai pemerintahan sekuler yang didukung militer.Selain itu, menarik untuk dikaji karena selama ini di Turki dan Dunia Islam pada umumnya keberadaan partai politik Islam masih sering menjadi kontroversi.
Telaah ini sekaligus melengkapi kajian mengenai sejarah panjang dinamika hubungan politisi Islam dengan politik di Turki dan Dunia Islam pada umumnya. Misalnya, perkembangan sejarah menunjukan bahwa kedudukan politisi Islam dalam pentas politik Turki mengalami pasang surut.




1. Turki Utsmaniyah Sebagai Pusat Peradaban Islam

Turki adalah sebuah negara besar di kawasan Eurasia (Eropa dan Asia), sehingga Turki dikenal sebagai negara transkontinental. Disebabkan oleh lokasinya yang strategis di persilangan dua benua, budaya Turki merupakan campuran budaya Timur dan Barat yang unik yang sering diperkenalkan sebagai jembatan antara dua buah peradaban. Kekuasaan Turki Ottonom (Turki Ustmaniyah ) didirikan oleh Bani Utsman, yang selama lebih dari enam abad kekuasaannya(1299-1923) dipimpin oleh delapan orang sultan. Salah satu ciri utama kekuasaannya adalah penerapan hukum-hukum Islam oleh negara di dalam negeri. Saat itu negara menerapkan hukum-hukum Islam di dalam wilayah yang tunduk di bawah kekuasaannya; mengatur muamalah, menegakkan hudûd, menerapkan sanksi hukum, menjaga akhlak, menjamin pelaksanaan syiar-syiar dan ibadah, serta mengurus seluruh urusan rakyat sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Pada abad ke-16 dan abad ke- 17, kesultanan Utsmaniyah menjadi salah satu kekuatan utama dunia dengan angkatan lautnya yang kuat. Kekuatan Kesultanan Usmaniyah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai akhirnya benar-benar runtuh pada abad 20. Setelah berakhirnya Perang Dunia I, pemerintahan Utsmaniyah yang menerima kekalahan dalam perang tersebut, mengalami kemunduran ekonomi dan akhirnya benar-benar runtuh terpecah-pecah menjadi negara-negara kecil.

2. Dampak Sekularisme Bagi Politik Islam di Turki

Sejak didirikan tahun 1923, Republik Turki menyatakan diri sebagai negara sekuler. Pilihan untuk menjadi negara sekuler ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa bagi Turki yang merupakan bekas pusat pemerintahan dunia Islam. Semenjak Kerajaan Ottonom mengalami kemunduran; kalangan sekuler melakukan berbagai kampanye bahwa berbagai kekalahan yang ada dialamatkan kesalahannya pada keberadaan Turki sebagai kerajaan Islam. Tahun 1924 Ataturk mengumumkan penghapusan lembaga khilafah dan menyatakan pemisahan urusan agama dari Negara. Kemudian Turki diputusan menjadi negara sekuler kelompok Nasionalis-Westernis di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha (Kemal Ataturk) berhasil mengambil alih kekuasaan imperium Ustmani dan langsung melepaskan baju Islam serta memilih sekulerisme dengan membentuk Republik Turki
Mustafa Kemal Atatürk sendiri sebelum menjadi Bapak Pendiri Turki Modern, dikenal sebagai seorang perwira militer yang disegani. Pada masa-masa awal melakukan sekularisasi ia tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya, terutama sisa-sisa kekuatan Turki Utsmani. Hal tersebut secara tidak langsung telah menempatkan militer sebagai peran sentral dalam menjalankan ideologi Kemalisme. Dalam konteks itu, militer Turki memiliki karakter sebagai tentara politik. Dengan dukungan militer dan Barat, “wajah Islam” berusaha dihapuskan dari hati dan kehidupan rakyat Turki[6]
Ataturk telah memindahkan ibu Negara Turki dari Istambul ke Angora yang kini dikenal sebagai Ankara. Ia juga yang telah membentuk semua aspek kehidupan Rakyat Turki agar sesuai dengan tututan semasa yang kemudian dipanggil ideologi Kemalist. Idiologi ini bertujuan mengubah Turki kearah Negara modern, demokratik, dan negara sekuler,positif dan bertindak rasional. Secara resmi sekulerisme menjadi ideologi negara. Semua simbol Islam dilarang, penggunaan bahasa dan tulisan Arab diganti huruf Latin, sekolah-sekolah agama dihapus. Dakwah diawasi, Pemerintah Turki juga tidak mengijinkan warganya menjalankan sejumlah kewajiban agama mereka, termasuk melarang wanita memakai hijab di lingkungan kantor, sekolah dan universitas. Bahkan adzan berhasa Arab hampir dilarang karena ia ingin adzan dilantunkan dalam bahasa Turki. Tahun 1925 Attaturk melarang tarekat dan pergi haji. Pendidikan agama amat dibatasi. Pengadilan agama ditutup, hukum pernikahan Islam diganti dengan hukum positif Swedia.
Meski Turki tetap menganut demokrasi, tapi sejak saat itu militer mendapatkan posisi yang istimewa. Berkali-kali militer melakukan intervensi politik Turki selama masa ketidakstabilan sejak tahun 1960. Kuatnya dominasi militer dalam politik Turki Pada era tahun 1940-an, 1950-an, dan 1960-an, disebut masa perjuangan kekuatan Islam. Partai yang menentang sekularisme makin besar jumlah pendukungnya meski pembubaran partai-partai Islam terus terjadi. Namun, kaum Islamis selalu bersikap demokratis menghadapi keputusan pembubaran partai-partai Islam oleh lembaga militer.
Pada tahun 1960 ini pulalah muncul partai kiri pertama Turki, partai buruh, yang dihuni oleh terutama para intelektual, penulis, dan dosen universitas. Meski demikian marxisme tetap dilarang dan sensor terhadap penyair Nazim Hikmet tetap berlangsung. Karya-karya Che Guevara dilarang, bahkan buku André Malraux, L'Espoir tetap mengalami sensor. Kesulitan-kesulitan ekonomi yang melanda Turki kemudian diakhiri oleh munculnya Perdana Mentri Turgut Ozal (1983-1993). Ia berhasil menarik Turki dari krisis ekonomi yang menyulitkan Turki dan menganut sistem ekonomi ultra liberal. Model ekonomi yang ditiru Turki lebih dekat pada model liberal a la Amerika ketimbang model sosial Eropa. Posisi Islam di masa Turgut Ozal semakin diperkuat. Di bawahnya, bank Islam dari Arab Saudi diizinkan untuk berdiri. Partai-partai politik Islam pun muncul, tapi tetap berada di bawah naungan sekularisme. Tahun 1995 Partai Islam Refah menang dan Erbakan menjadi PM. Jargon politik Partai Refah menonjolkan etika, tradisi, keadilan sosial, dan menolakwesternisasi. Refah memperjuangkan Islam model khas Turki sesuai dengan aspirasi massa Islam. Refah bukan partai Islam militan atau fundamentalis, tetapi partai moderat yang menjunjung nilai demokrasi dan pluralisme. Namun, tahun 1997 Turki melalui tangan militer melarang partai itu ketika dianggap Partai Refah terlalu memperjuangkan Islam.
Keputusan Mahkamah Konstitusi Turki melarang partai Islam Fadilah (Virtue Party) yang menguasai 102 dari 550 kursi parlemen, melakukan aktivitasnya, merupakan bagian dari pertarungan panjang Ataturkisme dan Islamisme sejak diproklamasikannya negara Turki modern tahun 1923 yang menganut faham sekuler oleh Mustafa Kemal Ataturk. Keputusan itu mencakup pengusiran dua pimpinan Partai Fadilah dari keanggotaan parlemen, dan tiga pimpinan lainnya dilarang melakukan aktivitas politik selama lima tahun.
Dalih keputusan tersebut adalah Partai Fadilah melakukan aktivitas kontrakonstitusi negara Turki modern yang berbasis pada ideologi Kemal Ataturk dengan sendi faham sekularisme. Hilangnya partai Islam Fadilah dari pentas politik Turki saat ini, memperpanjang catatan sejarah partai Islam di negara tersebut yang dilarang melakukan aktivitas oleh Mahkamah Konstitusi yang dibentuk pada tahun 1962 itu. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi tersebut melarang aktivitas partai Islam Refah pimpinan mantan PM Necmettin Erbakan pada tahun 1998, dan partai Penyelamat Nasional yang juga dipimpin Erbakan pada awal tahun 1980-an.
Partai Fadilah (FP), yang dilarang aktivitasnya oleh Mahkamah Konstitusi, merupakan partai politik peraih suara terbesar ketiga pada pemilu 1999, setelah Partai Kiri Demokrat (DSP) dan Partai Aksi Demokrasi (MHP). FP pimpinan Recai Kutan meraih 15,41 persen suara atau 102 dari 550 kursi parlemen. Sedang DSP pimpinan PM Bulent Ecevit meraih 21.71 persen atau 136 kursi parlemen, dan MHP pimpinan Devlet Bahceli memperoleh suara 18,03 persen atau 128 kursi parlemen.

3. Strategi Partai Islam AKP Mensiasati Dominasi Kaum Sekuler

Tahun 1983, pada saat angin demokrasi bertiup di Turki, Recep Erdogan bergabung pada partai RP (Refah Partisi/Partai Kemakmuran) pimpinan Nechbetin Erbakan. Tahun 1994, Erdogan terpilih jadi Wali Kota Istanbul, sebuah kota metropolitan terbesar dengan penduduk sekitar 10 juta. Karena RP selalu dicurigai politisi sekuler, maka pemerintah membubarkan RP.
Recep Erdogan pernah menghabiskan waktu di penjara pada tahun 1999 karena membacakan puisi bernuansa Islam yang menurut jaksa telah menghina sistem sekuler Turki. Saat itu, Erdogan dianggap dapat mengguncangkan bangunan sekularisme setelah ia membacakan puisi yang bernuansa Islam. Dia ditangkap, kemudian dihukum 10 bulan, tapi entah apa sebabnya tiba-tiba dikurangi menjadi empat bulan.Sebagai politikus berbakat dan cerdik, setelah pembebasannya, Erdogan tidak menyia-nyiakan peluang politik yang semakin terbuka.
AKP terbentuk pada tanggal 14 Agustus 2001, dibawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan. AKP sebagai penjelmaan kembali partai Islam Refah yang pernah berkuasa pada tahun 1996 hingga 1997; mengubah taktik dengan bersikap terbuka dan pro-Eropa ketimbang berpihak kepada pihak sekuler.[7] Saat itu,dia dan rekan-rekannya membentuk AKP dengan mengusung ideologi baru sebagai kubu demokrat konservatif yang berjalan berdampingan dengan sekularisme.[8]
Sejak pertama kali berdiri tahun 2001 AKP sudah menunjukkan kekuatannya di Turki. Pendekatan yang dilakukan oleh AKP yang memfokuskan usaha untuk mendampingi rakyat jelata di samping menampilkan manifestasi terhadap kewibawaan yang dipimpin oleh Erdogan selama ini. Pencapaian yang dicapai AKP-pun sangat luar biasa. Dalam pemilu November 2002, AKP keluar sebagai pemenang dengan meraup 363 dari 550 kursi yang tersedia di parlemen. Saat itu, sekitar 42 juta orang berhak memberikan suara pada pemilu dimana 14 partai berusaha memenangkan kursi pada parlemen yang beranggotakan 550 orang. Tetapi kamum sekuler tetap berupaya mencegah agar Erdogan jangan sampai menjadi perdana menteri dengan mengaitkan dosa baca puisi yang dianggap anti-sekuler itu. Tetapi Erdogan tidak kehilangan akal. AKP cepat mendukung upaya amendemen konstitusi yang membuka jalan baginya untuk jadi perdana menteri, dan berhasil. Tayyip Erdogan, walikota Istanbul, muncul dari partai politik Islam, yang sangat moderat, akhirnya menjadi perdana mentri setelah AKP memenangkan pemilu tahun 2002.[9] Pada Maret 2003 ia dilantik jadi perdana menteri.
Berbagai hasil Pemilu menunjukkan bahwa rakyat Turki memilih AKP lebih banyak didorong oleh prestasi pemerintahan Erdogan daripada orientasi ideologis sekularisme dan Islam. Dalam kampanyennyapun AKP lebih banyak membeberkan keberhasilan pemerintahan Erdogan.[10]. Kemenangan AKP menjadi bukti bahwa mayoritas rakyat Turki tidak terpengaruh dengan kampanye kalangan sekuler. Kaum pendukung sekularisme menuding PM Erdogan hendak merombak paham sekuler Turki dengan ideologi Islam.
Di Turki, sekularisme di agung-agungkan menjadi semacam pemahaman yang secara tradisional dikawal oleh angkatan bersenjata. Itulah sebabnya angkatan bersenjata memerangi segala bentuk dan siapa saja yang mengancam negara sekuler. Angkatan Bersenjata Turki mengancam akan turun tangan apabila Abdullah Gül - orang kedua di partai Islam AKP diangkat menjadi presiden. Para jenderal memandang Perdana Menteri Erdogan dan partai AKP-nya sebagai ancaman. Di mata angkatan bersenjata, Erdogan mempunyai kepentingan ganda. Para jenderal cemas, kalau partai AKP sampai menguasai semua posisi penting termasuk jabatan presiden, maka Erdogan akan melakukan kudeta Islam seperti di Iran. Ironisnya para jenderal tersebut juga mencari dukungan dari barat dan dari Uni Eropa untuk mengatasi krisis. Tetapi partai AKP juga pro Eropa dan menggunakan pencalonan keanggotaan Turki dalam Uni Eropa untuk membatasi kekuasaan angkatan bersenjata. Dengan kata lain Eropa terjebak dalam dua sekutu yang saling bertengkar dalam masalah-masalah yang sangat fundamental.
Dari tahun ke tahun, popularitas AKP semakin berkibar tak terbendung lagi. Dalam pemilu Juli 2007, untuk kedua kalinya AKP meraih kemenangan dengan 341 kursi di parlemen. Di tangan Erdogan, Islam menawarkan solusi, bukan slogan formalisme seperti yang diusung berbagai kelompok Islam sebelumnya. Pada 22 Juli 2007 diadakan pemilu Turki yang ke-16 untuk memilih Presiden Republik Turki ke-11. Sebelum ini Presiden Turki adalah Ahmet Necdet Sezer yang berasal dari kubu sekuler. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berbasis Islam pimpinan Recep Tayyip Erdogan memenangkan Pemilu 2007.
Hasil penghitungan suara menunjukkan AKP meraih 46,7 persen suara (340 dari 550 kursi parlemen), disusul Partai Rakyat Republik (CHP) yang berbasis sekuler 20,9 persen (113 kursi), kemudian Partai Aksi Nasionalis (MHP) yang berbasis nasionalis sekuler 14,3 persen (70 kursi), dan kubu independent 5,1 persen (27 kursi). Kemenangan sayap Islam ini mengejutkan negara yang berpenduduk 98 persen muslim ini.
Dengan demikian maka lengkap sudah dominasi partai Islam itu di dalam sistem politik Turki, setelah Perdana Menteri, Ketua Parlemen, Wali Kota Sampai Presiden dipegang oleh kader AKP . Itu berarti , setelah 84 tahun disingkirkan Attaturk dari percaturan politik, kini Islam telah kembali. Kemenangan gemilang AKP dalam pemilu parlemen 22 Juli lalu solah menunjukkan bahwa “hati” rakyat Turki adalah Islam. Sebelum AKP menang mutlak, perkembangan gerakan Islam di negara ini digambarkan bergerak cepat. Selama empat tahun terakhir, setelah partai ini terbentuk, kecenderungan berjilbab dikalangan perempuan Turki mencapai 60 persen. Meski demikian, AKP menyadari kemenangan ini bisa diambil paksa bahkan dengan kasar sewaktu-waktu, sebagaimana dilakukan Barat saat partai Islam menang secara fair di berbagai negara. Hal itu cukup beralasan sebab, belum lama ini, kubu sekuler Turki yang didukung sejumlah jendral dan kalangan militer yang selama ini dikenal pendukung utama sekulerisme Turki mengaku terancam jika Islam menang. Militer bahkan pernah mengerahkan jutaan orang turun ke jalan menolak Islam dan ingin mempertahankan sekulerisme dengan segala cara. .

4. Berbagai Pelajaran Dari Turki

Pertarungan kubu Islam dan sekuler, yang semakin marak sejak berhasilnya Partai Islam Refah pimpinan Necmettin Erbakan memegang kekuasaan pada tahun 1996. Partai-partai Islam Turki sejak era Partai Salamah, Partai Refah, Partai Fadilah, serta Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) ternyata sangat komitmen menghormati ideologi sekuler negara Turki modern yang dikemas Mustafa Kemal Ataturk. Bahkan, AKP pimpinan Tayyip Erdogan yang memenangkan pemilu tahun 2007 secara gemilang tidak mempertentangkan Islam dan ideologi sekuler. Berulangkali Erdogan menegaskan bahwa AKP dan pemerintahannya tetap berpijak pada prinsip dasar sekularisme yang selama ini menjadi tradisi dan dijunjung tinggi masyarakat Turki. Permainan politik cerdik partai Islam Turki itu membawa mereka semakin diterima masyarakat negara itu dan akhirnya bisa berkuasa melalui mekanisme konstitusional dan demokratis.
Berbagai prinsip strategi AKP mensiasati dominasi kaum sekuler, jika disederhanakan, antara lain berupa:
1. AKP adalah partai dakwah yang sangat militan dalam gerakan dakwah. Sehingga bisa meyakinkan massa Islam “santri” di Turki. Buktinya, banyak kader dan simpatisan berbagai Partai Islam di Turki hijrah ke AKP.
2. Menghadapi dominasi kaum sekuler yang sejak 1923 sudah berdiri kokoh di Turki, aktivis AKP melakukan strategi cerdik dengan tidak menghadapi mereka secara frontal; tetapi menerapkan “taqiyah” sebagai syiasyah dalam strategi besar Islamisasi kehidupan sosial-politik di Turki. AKP dalam melakukan dakwah politik dengan lebih memperbanyak dakwah bil hal (militansi karya nyata) dari pada sekedar dakwah bil lisan (mengumbar jargon Islam) dalam meraih dukungan rakyat Turki. Ibarat ikan di laut yang tidak asin; AKP tanpa harus meninggalkan jati diri keislamannya, bisa mengemas partainya sehingga bisa dimengerti, dan diterima oleh rakyat Turki yang sudah sekian lama hidup dalam dominasi kaum sekuler.

Dengan istilah lain, Partai Islam AKP secara cerdik mensiasati dominasi kaum sekuler di Turki dengan tidak segan-segan menggunakan berbagai jargon sekuler dalam kampanye; namun tetap militan dalam berbagai karya nyata tindakan Islami. Ibaratnya, bagi AKP: Partai Islam Yes, Jargon Sekuler “Yes”. Atau, Partai Sekuler NO, jargon Sekuler “Yes”.
Proses perluasan sumber-sumber kewibawaan dan jargon-jargon yang dikembangkan AKP sehingga bisa memenangkan Pemilu di Turki 2007, dapat dijelaskan dalam ilustrasi di bawah ini.
Gambar 1. Ilustrasi Perluasan Sumber Kewibawaan dan Sarana / Jargon
AKP Pada Pemilu Turki 2007 menurut DR. Sidik Jatmika
(Jogja: 30-1-2008)
Tergantung
Jangkauan Tindakan
Lokal Nasional dan Global

SUMBER
Intelektual Islam
Pejuang Khilafah Islamiyah
Jaringan Lembaga Dakwah
Jaringan Ekonomi Islam


JARGON
Kebangkitan Islam
Kebangkitan Khilafah
Dan Perjuangan penegakan syariat Islam

“LAMA”




Otonomi








“BARU”


SUMBER
Elite, Lawan, Pemerintah
-kaum sekuler
--militer

- Uni Eropa dan Amerika

JARGON
AKP menghormati nilai-nilai sekulerisme
AKP Cinta Tanah Air
Pengawalan Perbatasan
Turki Siap bergabung dengan Uni Eropa


342
Sumber: Modifikasi Model dari Charles Tilly, 1983, “Old” and “New” Repertoires in Western Europe and North America; dalam Sidney Tarrow, 1994, “Modular Collective Action”; dalam Power in Movement, Social Movement Collective Action & Politics, Cornel University – Cambridge University Press
Berbagai Hikmah Yang Bisa Diambil PKS
Berbagai penjelasan di atas membuktikan bahwa partai Islam AKP dengan cerdik telah berhasil dalam siasat politiknya di Republik Turki yang secara kesejarahan bisa dikatakan sebagai itu “embah-moyangnya” sekularisme di Asia dan dunia. Lantas bagaimana halnya dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia?
Kalau diamati lebih jauh, sesungguhnya sistem sosial politik Indonesia sebagai habitat yang membentuk konteks sosial-politik PKS dalam beberapa hal kondisinya tidak jauh berbeda dengan Turki. Masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam saat ini, walaupun secara resmi memang bukan negara sekuler, namun sesungguhnya juga tengah digempur oleh berbagai gelombang besar arus hedonisme dan sekularisme. Kalaupun ada bedanya, barangkali di Indonesia, secara simbol kebudayaan (icon) warga Indonesia lebih leluasa untuk mengekspresikan simbol-simbol keislaman dibanding Turki. Baik dalam cara berkebudayaan, mode-pakaian, berormas dan berpartai politik. Bahkan, kaum militer di Indonesia, berbeda dengan di Turki, tidak mudah menyuarakan ancaman kudeta untuk meraih kekuasaan.

1. Berbagai Sumber Kewibawaan dan Jargon “Lama” PKS
Dalam banyak hal, sesungguhnya PKS pada Pemilu 2004 juga telah melakukan berbagai langkah cerdik dalam menjajakan PKS sebagai Partai Islam kepada khalayak pemilih di Indonesia. Hasilnya PKS mengalami peningkatan signifikan dalam perolehan suara secara nasional sebanyak lebih dari 7% pada tahun 2004, dibanding suara Partai Keadilan (PK) sebanyak sekitar 2% pada tahun 1999. Hal itu antara lain tercermin pada penambahan kata “Sejahtera” pada nama Partai Keadilan (PK) dan simbol “Padi Emas”[11], merupakan langkah taktis yang secara psikologi-massa sangat menarik masa pemilih untuk lebih tertarik dan menjadikan PKS sebagai pilihan aspirasi politik.
Jika dikaji lebih jauh, sumber-sumber kewibawaan dan jargon-jargon yang dikembangkan PKS pada pemilu 2004, bisa disederhanakan al sbb:
SUMBER KEWIBAWAAN JARGON
1. PKS Sebagai Kelanjutan PK 1.Simbol Padi Emas Di Tengah Bulan Sabit Kembar
2. Platform PKS 2. Jujur Peduli
3. Lembaga Dakwah Kampus 3. Intelektual Muslim (Ulil Albab)
4. Jaringan Lembaga Dakwah 4. Gerakan Back To Masjid
5. JSIT 5. Membentuk Insan Kamil
6. Jaringan Wanita Islam 6. Keluarga Salimah
7. Korban Bencana Alam 7. Aksi Cepat Tanggap
8. Jaringan Ekonomi 8. Pemasyarakatan Ekonomi Syariah

2. Berbagai Isu “Negatif” Terhadap PKS Menjelang Pemilu 2009
Menjelang Pemilu 2009, ada beberapa isu negative yang sengaja dikembangkan oleh para pesaing politik PKS, antara lain:
a. PKS Kurang “Nasionalis”
b. PKS “Menjual Agama” Untuk Kepentingan Politik
c. “Kartu Mati” Bernama Keterpurukan Sektor Pertanian; Perumahan Rakyat serta
prestasi olah raga nasional. Yang kebetulan menterinya konon berasal dari kader PKS.

Disamping itu PKS juga terkena imbas dari masih adanya isu negatif yang sesungguhnya juga menimpa seluruh partai politik secara keseluruhan di Indonesia, yaitu masih kurangnya kesungguhan melaksanakan affirmative-action kuota 30 % sebagai bentuk penghargaan terhadap kader politik perempuan untuk duduk sebagai pemimpin politik.
3. Berbagai Peluang Isu Yang Bisa Dikembangkan PKS
Teori komunikasi politik, menyarankan bahwa sesungguhnya isu negatif itu sesungguhnya bisa berfungsi secara positif sebagai “vitamin” yang menyehatkan suatu lembaga. Dengan demikian sesungguhnya masih banyak peluang isu yang bisa dikembangkan oleh PKS (khususnya Bapilu) untuk mengolah dan mengubah berbagai isu negatif itu menjadi jargon dan sumber kewibawaan yang bisa memperkuat citra politik PKS di masa mendatang.
a. Isu PKS Kurang “Nasionalis”. Selama ini PKS sudah secara sangat pro aktif menjadikan momen-momen hari besar nasional untuk memperkuat citra diri PKS. Misalnya Hari Ibu dan Hari Kartini; Hari Pendidikan Nasional; Hari Pahlawan; dll. Slogan-slogan baru yang bisa dikembangkan misalnya: “PKS Cinta Tanah Air”; ataupun “PKS Sahabat TNI-POLRI”; melalui pendekatan “Teori Makan Bubur Panas”.[12] Hal itu antara lain bisa dilakukan dengan silaturahmi kader-kader DPP PKS ke Wilayah Terluar Indonesia, termasuk silaturahmi dengan personel TNI/Polri[13] serta rakyat yang bertugas di berbagai daerah perbatasan RI.[14] Hal serupa bisa dilakukan oleh kader PKS tingkat propinsi hingga kecamatan dan pedesaan. Bahkan, untuk lebih dekat dengan TNI/POLRI; PKS bisa mendorong kader-kader belia PKS untuk rame-rame masuk sebagai personil TNI/POLRI.[15]
b. Isu PKS “Menjual Agama” Untuk Kepentingan Politik; antara lain bisa
diatasi dengan tindakan PKS memperbanyak jargon-jargon “non agama” (menjaga dakwah bil-lisan) tanpa harus mengurangi militansi dakwah bil hal; sebagaimana kisah sukses AKP di Turki pada Pemilu 2007.

c. Penghargaan terhadap kader politik perempuan untuk duduk sebagai pemimpin politik; antara lain bisa dilakukan dengan penetapan caleg PKS tingkat Pusat hingga Daerah dengan metode “zig-zag”. Artinya nomor urut daftar caleg dilakukan secara berselang-seling antara laki laki-perempuan atau sebaliknya.

d. “Kartu Mati” Bernama Keterpurukan Sektor Pertanian; Perumahan Rakyat serta prestasi olah raga nasional. Yang kebetulan menterinya konon berasal dari kader PKS. Dalam jangka pendek, DPP PKS perlu meningkatkan komunikasi dan dukungan terhadap para kader yang duduk di Kabinet. Termasuk melanjutkan dan mengembangkan diplomasi “badminton” dan “bola volley” yang telah dirintis DPP sebelumnya. Dalam jangka menengah dan panjang, Tim ekonomi PKS juga perlu mempelajari sistem perbankan yang bisa meringankan rakyat banyak. Misalnya, dengan mempelajari Grameen Bank yang dikembangkan pemenang Hadiah Nobel, Muhammad Yunus di Bangladesh.
e. Kelompok Handicap/Difable, adalah mereka yang dalam beberapa hal mengalami kendala fisik maupun kesehatan. Kendala fisik, misalnya tuna netra, daksa, rungu, dll. Kendala kesehatan, misalnya kanker, leukemia, hemofilia, jantung, gagal ginjal, dll.
Per hatian tidak mesti harus bantuan keuangan, tetapi bias berupa perjuangan melalui perda/ UU tentang penyediaan akses bagi kaum difable; atau paling tidak berupa sentuhan rohani atau dukungan psikologis. Misalnya, pesertfikat penghargaan kepada tuna netra/ daksa berprestasi. Berbagai upaya perluasan sumber-sumber kewibawaan dan jargon “baru” PKS[16] tersebut, bisa disederhanakan dalam ilustrasi sbb:

Gambar 2. Ilustrasi Perluasan Sumber Kewibawaan dan Sarana / Jargon
PKS Menuju Pemilu 2009 menurut DR. Sidik Jatmika
(Jogja: 30-1-2008)

Tergantung
Jangkauan Tindakan
Lokal Nasional dan Global

SUMBER
PKS Pada Pemilu 2004
Lembaga Dakwah Kampus
Jaringan Lembaga Dakwah
JSIT
Jaringan Wanita Islam
Jaringan Ekonomi Islam
Korban Bencana Alam

JARGON
Jujur Peduli
Intelektual Muslim
Back to Masjid
Pembentukan Insan Kamil
Keluarga Salimah
Ekonomi Syariah
Cepat Tanggap

“LAMA”




Otonomi










“BARU”

SUMBER
Elite, Lawan, Pemerintah
-politik,
- ekonomi
-militer,

Perempuan
Kelompok Handicap/
Difable


Olahraga & Hobby

Kelompok Budaya
Non Jawa & Non Muslim
LSM
JARGON
PKS Cinta Tanah Air
- Hari Besar Nasional
-Peduli Petani & Tuna Wisma?
- PKS Sahabat TNI/POLRI
Daftar caleg Model zig-zag
Kebijakan Pro Handicap
-aksesibilitas sarana
-penghargaan thd tuna..
-perbaikan kesejahteraan
Olahraga Sebagai Sarana Diplomasi PKS
PKS Peduli Budaya Bangsa
Rekonsiliasi/multikulturalism
Mobilisasi Jaringan
Gema Keadilan
Bersih-Peduli-Profesional

342
Sumber: Modifikasi Model dari Charles Tilly, 1983, “Old” and “New” Repertoires in Western Europe and North America; dalam Sidney Tarrow, 1994, “Modular Collective Action”; dalam Power in Movement, Social Movement Collective Action & Politics, Cornel University – Cambridge University Press




4. Berbagai Rekomendasi


1. PKS perlu bersikap arif terhadap berbagai isu negatif. Terlepas apakah isu itu benar atau salah, isu negatif itu sesungguhnya bisa berfungsi secara positif sebagai “vitamin” yang menyehatkan suatu lembaga. Dengan demikian sesungguhnya masih banyak peluang isu yang bisa dikembangkan oleh PKS (khususnya Bapilu) untuk mengolah dan mengubah berbagai isu negatif itu menjadi jargon dan sumber kewibawaan yang justru bisa memperkuat citra politik PKS di kini dan masa mendatang.
2. Perluasan sumber kewibawaan dan jargon bagi PKS, bukan berarti meninggalkan sama sekali sumber kewibawaan dan jargon lama; tetapi lebih bersifat suplemen / komplementer (menambah) tanpa harus meninggalkan jati diri PKS sebagai partai yang militan dalam dakwah bil lisan maupun --terutama-- bil hal.
3. Dalam jangka pendek (2008). BAPILU DPP PKS (Kalau perlu dibantu pakar); perlu melakukan studi banding ke Turki untuk mencari hikmah dibalik kisah sukses strategi Partai Islam AKP memenangkan Pemilu Turki 2007. Berbagai hal yang bias dipelajari antara lain: bentuk, struktur dan strategi kampanye jangka pendek dan jangka panjang.
4. Untuk memperkuat strategi PKS pada pemilu 2009, Bapilu DPP PKS perlu mempertimbangkan taktik “Desa Mengepung Kota” atau Teori “Makan Bubur Panas”.
5. PKS perlu menghindari komentar terhadap isu-isu yang kontra-produktif, misalnya isu Negara Federal; maupun wacana pengampunan Soeharto


***





Lampiran 1.
Teori Makan Bubur Panas/ TAKTIK “DESA MENGEPUNG KOTA”

Taktik ini pernah dipakai Jendral Soedirman dalam perang gerilya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ibarat pertempuran untuk merebut posisi sebagai pemenang pemilu, maka pada umumnya para petarung hanya terfokus perhatiannya pada wilayah metropolitan dan perkotaan, padahal PKS sesungguhnya sudah memiliki modal memadai di wilayah ini. Karenanya, menuju 2009, PKS bisa mencoba variasi taktik lain yaitu melakukan komunikasi politik dari sisi sebaliknya, yaitu dari wilayah yang paling pinggir dan jauh dari kendali pusat kekuasaan; baru begerak menuju ke pusat.
1. Tujuan kegiatan
a.Wilayah tersebut relatif bebas dari gerilya politik para pesaing.
b.Memandang dan merengkuh Indonesia dari sisi paling luar, akan membawa dampak positif
berupa pandangan yang lebih komprehensif dan empati terhadap perasaan rakyat.
c.Yang dimaksud pinggiran, selain dengan menggunakan pendekatan geografis (sebagaimana
termaktub pada no 2 dan 3) kemudian juga meluas kepada mereka yang di pinggir atau
terpinggirkan secara sosial, kultural, ekonomis dan politis.
d.Cara ini membawa dampak berupa menguatnya citra PKS yang cinta tanah air dan peduli
wong cilik.
e.Secara waktu, berbagai wilayah pinggiran tersebut tidak mungkin dijangkau secara merata
pada tahun 2009 karena jadwal kampanye amat ketat dan terbatas waktunya.


2. Alokasi Waktu dan Wilayah Sasaran
2006: Wilayah Terluar I
a.P. Miangas, Sangihe Talaud, Sulawesi Utara (perbatasan dengan Philipina)
b.P. Ende, Nusa Tenggara Timur (bekas pengasingan Bung Karno)
dan Atambua, Nusa Tenggara Timur (perbatasan dengan Timor Leste)
c.Merauke dan Boven Digul (Perbatasan dengan Papua Nugini dan bekas pengasingan para
pejuang kemerdekaan)
d. Pulau Weh dan Nias (perbatasan dengan India, dan bekas korban tsunami)


2007: Wilayah Terluar II dan Wilayah Paling Pedalaman
a. P. Natuna, Riau Kepulauan (perbatasan dengan Laut Cina Selatan)
b. Putussibau, Kalimantan Barat (perbatasan dengan Serawak, Malaysia)
c. Nunukan dan Blok Ambalat (perbatasan dengan Malaysia)
d. Namlea, P. Buru (bekas penjara TAPOL PKI)
e. Poso, Sulawesi Tengah (wilayah konflik antar- agama)






3. Bentuk Kegiatan dan Citra Yang Diharapkan
a.Di setiap lokasi mengunjungi SD sambil menyerahkan mesin ketik dan seperangkat alat
badminton (syukur-syukur bisa main badminton dengan guru dan murid); untuk membentuk
citra peduli pendidikan, nasib guru dan tumbuh kembang anak

b. Bertanding badminton (ganda campuran PKS – Militer – Pejabat Lokal-Tokoh Lokal).
Kunjungan ke zona perbatasan membangun citra PKS cinta tanah air dan peduli tugas TNI-
Polri membela negara. PKS akrab dengan militer – Polri, pejabat dan tokoh lokal.

c. Silaturahmi dengan para tokoh adat dan agama setempat. Membentuk citra PKS bisa
berdialog dan diterima berbagai kalangan.

d. Kunjungan berbagai tempat bekas pembuangan para tokoh gerakan kemerdekaan (Boven
Digul, Ende, Bengkulu; membentuk citra PKS memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.
Tujuan untuk menarik simpati kaum nasionalis

e. Kunjungan ke P. Buru; secara simbolik untuk “menarik simpati” kalangan eks PKI dan tapol lainnya.

f. Kunjungan ke bekas lokasi bencana alam (P. Weh dan Nias) maupun bencana kemanusiaan (Poso) membentuk citra PKS peduli. Di lokasi bekas konflik atas nama agama, misalnya Poso, upayakan bisa badminton campuran dengan para tokoh dari lintas agama; dengan tujuan PKS bisa diterima berbagai pihak.


4. Prinsip dan Unsur Pendukung Pelaksanaan
a. Kegiatan di kawasan perbatasan dan pedalaman--- untuk alasan keamanan dan kenyamanan--- upayakan di musim kemarau.
b. Dalam pelaksanaan didukung Tim DPP, DPW, DPD dan pakar.
e. Untuk memperkuat citra, kader PKS bertemu dengan :
i. Kelompok “kurang beruntung” dalam kesehatan: leukimia, jantung, hemofilia, lansia, dll; ekonomi: penjaga palang pintu kereta api, penjaga mencusuar, pemulung, pengamen, dll.
ii. Buruh migran: TKI di Kuala Lumpur, Hongkong dan Qatar.
iii. Olah Raga : kunjungan ke pelatnas badminton dan sepakbola
iv. Seniman Islam dan non “Islam”.
v. Kunjungan ke redaktur media massa (PWI, Kompas, Metro TV, TVRI, dll)










Lampiran 2.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas
Nama : Sidik Jatmika
Tempat/ Tgl Lahir : Klaten, Jawa Tengah, 3 Mei 1969
Keluarga : dr. Eny Iskawati (istri)
M. Indrawan Jatmika (anak)
M. Ramadhani Jatmika (anak)
Nayla Syafira Iskawati (anak)

Riwayat Pendidikan:
2002 - 2005 : Program S-3 (Doktor) Sosiologi, Pasca Sarjana UGM Yogyakarta
1996 - 1998 : Program S-2 Ilmu Politik, Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta
1987 - 1992 : Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, UGM Yogyakarta
1984 - 1987 : SMA N I Klaten, Jawa Tengah
1981 - 1984 : SMP N I Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah
1975 - 1981 : SD N I Karanglo, Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah

Riwayat Pekerjaan
1993 - : Dosen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
1998 - : Peneliti pada The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES)

2004 - 2006 : penyiar kajian khazanah budaya Melayu “Dendang Melayu” Radio
Retjo Buntung (RB) FM Jogja
2002 - : Litbang Radio Suara Al Mabrur (Salma) FM Klaten
1998 - 2004 : Penyiar “Dendang Nusantara” Radio PTDI Kotaperak FM Jogja
1993 :Asisten produksi film dokumenter “Discovery: Connection-2”, Principal Film
London-New York, untuk 4 episode
1991- 1995 : wartawan (stringer) Radio BBC London Seksi Indonesia
1989- 1991 : penyiar “Universitaria” RRI Nusantara II Yogyakarta

Karya Ilmiah
1. Kiai dan Politik Lokal : Penelitian Mengenai Reposisi Politik Kiai di Kebumen, Jawa Tengah (desertasi S-3, 2005)
2. Amerika Serikat Penghambat Demokrasi: Studi Kasus PLN AS di Saudi Arabia (tesis S-2, 1998)
3. Politik Luar Negeri Australia di Pasifik Selatan (skripsi S-1, 1998)
4. AS Penghambat Demokrasi, Penerbit Bigraf, Yogyakarta (2000)
5. Otonomi Daerah Perspektif Hubungan Internasional, Penerbit Bigraf, Yogyakarta, 2001
6. Gerakan Zionis Berwajah Melayu, Penerbit Wihdah Press, Yogyakarta, 2001
7. Otonomi Daerah Dagelan, Penerbit Lapera, Yogyakarta, 2002
8. Lagak Wong Melayu di Jogja, Penerbit Adicita, Yogyakarta, 2002
9. Dinamika Partisipasi Politik Perempuan Iran, Penerbit LPPI UMY, 2002

Alamat Kantor : Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Kampus Terpadu UMY, Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto
Kasihan Bantul Telp. (0274) 387 656 Fax (0274) 387 646
Alamat Rumah : Jl. Wonosari KM 7, RT. 15 Mojosari Raya, Baturetno, Banguntapan,
Bantul. Yogyakarta. HP: 081 827 9041. Telp. (0274) 7494288

[1] Naskah akademik, bagi Badan Pemenangan Pemilu (BAPILU), DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam rangkaian MUKERNAS PKS di Denpasar, Bali, Kamis, 30 Januari 2008
[2] Dosen Ilmu Hubungan Internasional, Fisipol, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
[3] http://www.republika.co.id/koran detail.asp?id=3001140&kat id=7, “Dibalik Kemenangan Abdullah Gul Di Pemilu Turki 2007”
[4] H.A.Mukti Ali,1994, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Penerbit Djambatan, Jakarta.
[5] Istilah pejabat politik di sini adalah menunjuk kepada “elective political leader” dimana pejabat mendapatkan kedudukan karena proses pemilihan umum. Hal itu berbeda dengan pemimpin birokrasi, yang menjadi pemimpin karena diangkat dalam suatu jabatan oleh pejabat yang berwenang. Lebih jauh baca Miftah Toha, 1991, Perspektif Perilaku Birokrasi (Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara Jilid II), Rajawali Press, Jakarta, h. 142.
[6] "http://ms.wikipedia.org/wiki/Mustafa_Kemal_Atat%C3%BCrk

[7] http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=4870&lang
[8] http://musim.wordpress.com/2007/07/26/islam-politik-kuasai-parlemen-turki/
[9] http://anrizal.blogspot.com/2006/01/berkenalan-dengan-sejarah-turki-la_15.htm
[10] http://ichwanarifin.blogspot.com/2007_07_01_archive.html
[11] Gambar padi emas, memiliki pesona karena memiliki kedekatan psikologis (proximity) dan sudah sangat dikenal oleh pemilih. Bandingkan dengan mitos Dewi Sri pada saat panen padi sebagai simbol kemakmuran bagi petani; serta warna kuning keemasan sebagai simbol kesejahteraan dan kemasyhuran. Gambar Padi Emas, dengan mudah bisa difahami rakyat sebagai simbol masyarakat tamaddun: Baldatun Toyibatun Wa Robbun Ghafur. Tata titi tentrem, padha thukul kang sarwa tinandur.
[12] Penjelasan lebih mengenai “Teori Makan Bubur Panas”; lihat halaman berikutnya dari makalah ini.
[13] Pendekatan terhadap TNI/POLRI bias dilakukan melalui “jama’ah” TNI/POLRI dulu baru kemudian menuju “jam’iyyah” TNI/POLRI.
[14] Berbagai slot-gambar dokumentasi dari kegiatan ini bisa sangat impresif bagi video-clip kampanye PKS pada Pemilu 2009.
[15] Minimal bisa jadi menantu personil TNI/POLRI.
[16] Satu hal yang patut dicatat bahwa perluasan sumber kewibawaan dan jargon tersebut bukan berarti meninggalkan sama sekali sumber kewibawaan dan jargon lama; tetapi lebih bersifat suplemen / komplementer (menambah) tanpa harus meninggalkan jati diri PKS sebagai partai yang militan dalam dakwah bil lisan maupun --terutama-- bil hal.

Tidak ada komentar: