Kamis, September 04, 2008

Bahaya KKN dan penanggulangannya


بسم الله الرحمن الرحيم

Semakin diteliti, dikaji dan diinvestigasi ternyata semakin jelas bahwa perbuatan korupsi di negara kita telah masuk ke hampir seluruh struktur kehidupan bangsa dan negara. Sebagai contoh, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini telah menemukan adanya 14 transaksi mencurigakan yang diduga hasil penjualan kayu dari tindakan pembalakan liar (illegal logging). Sepuluh dari 14 transaksi tersebut melibatkan oknum anggota kepolisian, TNI, dan warga sipil.

Sementara itu, Tim Pemburu Koruptor telusuri praktik pencucian uang (money loundring) di SWISS yang dilakukan oleh seorang mantan direktur utama sebuah Bank Pemerintah (Republika, 03 Maret 2006). Yang cukup mengejutkan ternyata kasus impor beras dari beberapa negara exportir, ditengarai adanya indikasi kuat mark up dalam penentuan harga belinya. Padahal beras merupakan salah satu kebutuhan pokok dari masyarakat kita. Bahkan untuk menentukan apakah persediaan beras itu mencukupi sehingga tidak perlu impor atau perlu impor ternyata juga sarat dengan intrik-intrik politik cari keuntungan pribadi dan kelompok (baca: korupsi). Hampir semua BUMN dan Departemen pun ditengarai adanya praktek korupsi yang sangat merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar.

Meskipun Jaksa Agung dan Kapolri beserta jajarannya sudah memperlihatkan kerja keras untuk memberantas korupsi, namun efek jeranya belum kelihatan nyata, karena begitu banyak dan kompleksnya perbuatan jahat ini. Nampaknya gerakan bersama perlu dilakukan secara terus-menerus dan diperbesar jaringan serta gelombangnya agar korupsi benar-benar dianggap sebagai musuh utama bangsa sekaligus musuh bersama. Masyarakat menjadi jijik dan alergi dengan perilaku korup sekaligus membenci koruptor dengan kebencian yang total.

Karena derivasi atau turunan dari korupsi ini akan menyebabkan kerusakan akhlaq, moral, kehancuran ekonomi, pendidikan, budaya, dan tetanan kehidupan lainnya. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Turmudzi, Rasulullah Saw. bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ s: كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ. {رواه الترمذي}.

“Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih utama baginya.” (HR. Tirmidzi).

Artinya mengkonsumsi makanan hasil korupsi (haram), akan mendorong para perilaku buruk yang menghancurkan, di dunia ini maupun di akhirat nanti. Bahkan perbuatan-perbuatan yang dianggap baik pun, jika dihasilkan melalui korupsi tidak akan diterima oleh Allah SWT, seperti infaq dan shadaqah (HR. Imam Muslim), ibadah haji yang dilakukan (HR. Imam Ahmad), juga do’a yang dipanjatkan akan ditolak oleh Allah SWT (HR. Imam Muslim).

Perbuatan Fasad dan Khianat

Dalam perspektif ajaran Islam, korupsi termasuk kategori perbuatan fasad dan khianat yakni perbuatan yang merusak tatanan kehidupan yang pelakunya dikategorikan melakukan jinayah kubro (dosa besar) yang hukumnya harus dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan cara menyilang (tangan kanan dengan kaki kiri atau tangan kiri dengan kaki kanan) atau diusir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam QS. Al-Maidah (5): 33.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ في الأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلاَفٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فيِ الدُّنْيَا وَلَهُمْ فيِ الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ. {المائدة : 33}.

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka (dengan menyilang) atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”. (QS. Al-Maidah: 33).

Muhammad Ali As-Shabuni, dalam Rawaa’iul Bayan (Jilid I, hal. 546) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan al-fasad yaitu segala perbuatan yang menyebabkan hancurnya kemaslahatan dan kemanfaatan hidup, seperti membuat teror yang menyebabkan orang takut, membunuh, melukai dan mengambil atau merampas harta orang lain. Karena itu, berdasarkan pendapat tersebut, korupsi sama buruk dan jahatnya dengan terorisme. Yang aneh, banyak kalangan tidak menyadarinya seolah-olah korupsi itu dianggap perbuatan kriminal biasa, bahkan sering dianggap perbuatan yang wajar. Tentu pendapat ini perlu ditolak dan dinafikkan, sehingga perang melawan korupsi harus senyaring dan sekeras perang melawan terorisme. Kedua-duanya sangat membahayakan eksistensi dan keutuhan masyarakat dan bangsa.

Demikian pula jika seorang koruptor meninggal dunia, seyogianya jenazahnya tidak perlu disalatkan oleh kaum muslimin sebelum harta hasil korupsinya itu dijamin akan dikembalikan oleh ahli warisnya kepada negara. Hal ini dianalogikan dengan orang yang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki utang, yang tidak boleh disalatkan sebelum ada keluarga yang bersedia menjaminnya. Jika tidak, maka kelak di alam kuburnya akan terombang-ambing. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi dari Abi Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Nyawa seorang mukmin (di alam kuburnya) diombang-ambingkan, sehingga utangnya dibayarkan oleh ahli warisnya”. Meskipun demikian, terdapat pula pendapat beberapa ulama yang mengharuskan menyalatkan setiap muslim meskipun melakukan berbagai macam dosa dan kesalahan (Fiqhussunnah, Juz IV, hal. 104-105). Tetapi Rasulullah sendiri pernah melarang menyalatkan orang yang memiliki utang, sehingga utangnya itu dibayarkan (Fiqhussunnah, Juz IV, hal. 104-105).

Langkah Menumpas Korupsi

Secara jujur harus diakui, memberantas korupsi (terutama korupsi kelas kakap) di Indonesia terasa sangat sulit, karena di samping sudah mengguritanya perbuatan terkutuk ini, seperti tersebut di atas juga karena masih belum kuatnya komitmen dan reaksi nyata dari pemerintah untuk menumpasnya. Hampir semua kasus mega korupsi selalu menguap tanpa alasan yang jelas dan tanpa memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Meskipun demikian, bukan berarti korupsi itu boleh dibiarkan atau bahkan dianggap perbuatan yang wajar. Sebab jika hal itu yang terjadi, maka kehancuran bangsa dan negara ini hanyalah tinggal menunggu waktu. Karena itu, diperlukan kesungguhan , kerja keras, dan kebersamaan semua elemen masyarakat yang masih memiliki nurani untuk memperbaiki bangsa dengan bukti nyata dan bukan dengan janji serta omongan kosong.

Pertama, semua pimpinan parpol dan organisasi massa (terutama yang berbasiskan ajaran Islam) harus membuktikan dirinya bahwa mereka itu bersih dan tidak korup, baik terhadap harta negara maupun terhadap harta organisasinya. Demikian pula mereka yang mendapatkan amanah sebagai pejabat eksekutif, legislatif maupun yudikatif harus memiliki keberanian untuk menyatakan kepada khalayak bahwa harta yang dimilikinya adalah benar-benar bukan hasil korupsi. Misalnya, rumah dan kendaraan mewah, atau harta lainnya, harus siap untuk diaudit dengan auditor publik yang netral. Alangkah idealnya jika saat ini mereka benar-benar mempunyai keberanian untuk melakukannya. Mulailah dari diri kita sebelum pada orang lain. Seperti sabda Rasulullah Saw.: “Ibda binnafsik (mulailah dari diri anda sendiri).

Kedua, harus ditumbuhkan keberanian masyarakat untuk ikut aktif dalam mengawasi perilaku para pejabat, apalagi jika diduga pejabat yang bersangkutan memiliki harta yang banyak dengan cara-cara yang tidak wajar. Komponen generasi muda yang dianggap masih memiliki idealisme dan kejujuran yang tinggi, seperti pelajar dan mahasiswa, harus didorong untuk memiliki keberanian tersebut.

Ketiga, para koruptor harus dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya secara terbuka dan transparan, agar menjadi sebuah shocked therapy bagi mereka yang memiliki keinginan melakukan hal serupa.

Keempat, para calon pejabat publik harus memiliki keberanian menjelaskan asal-usul hartanya kepada masyarakat. Dan jika telah menjadi pejabat, mereka siap melaporkannya kembali dalam waktu yang rutin, misalnya enam bulan sekali.

Tentu masih banyak cara lain yang lebih efektif untuk menumpas perbuatan korupsi yang sangat membahayakan ini. Namun yang penting, semua pihak harus memiliki niat dan keinginan yang kuat untuk segera memotong habis perbuatan ini sampai ke akar-akarnya. Jangan sampai terwariskan kepada generasi mendatang..

Tidak ada komentar: