Tampilkan postingan dengan label Islami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islami. Tampilkan semua postingan

Jumat, Oktober 10, 2008

Islam-Melayu di Era Multikulturalisme


(Bustanuddin Agus (dosen FISIP Unand))


Gerakan posmodernisme (postmodernism) di Barat yang mulai berkembang tahun 1970-an seolah-olah memberi angin segar kepada negeri-negeri Islam untuk membangun masyarakatnya berdasarkan ajaran agama mereka. Angin segar itu juga berembus di kalangan suku bangsa Melayu yang mayoritas mendiami Indonesia dan Malaysia. Anggapan ini karena gerakan posmodernisme merupakan kritik dan reaksi terhadap gerakan modernisme yang bersifat kolonial, menjajah dan berusaha keras membaratkan wilayah lain di dunia. Tentu saja penjajahan dimaksud adalah penjajahan budaya, bukan penjajahan militer dan politik seperti di zaman penjajahan klasik. Gerakan postmodern menuntut pengakuan dan tidak ada lagi penjajahan terhadap berbagai kelompok agama, ideologi, ras, seks, suku bangsa, dan pengelompokan masyarakat. Namun angin segar ini dewasa ini telah dirasakan sebagai angin panas, terutama di kalangan masyarakat Islam dan Melayu.
Pemikiran modernisme sinis dan merendahkan agama serta budaya etnis lain dari agama dan budaya Barat. Posmodernisme lebih lanjut mengeritik modernisme berwatak kolonial, selalu berusaha supaya bangsa dan suku lain mengikuti paham modernisme yang sukuler, materialis, dan individualis. Demokrasi dan sistem pasar bebasnya dipaksakan kepada bangsa-bangsa lain di dunia. Budayanya ditanamkan di seantero dunia.
Paham modernisme bermula dari gerakan Renaissance abad ke-15 M. Gerakan Renaissance menentang masuknya agama yang diusung oleh gereja Katolik Roma dalam kehidupan bermasyarakat (ekonomi, politik, hukum, pendidikan, ilmu pengetahuan dan lainnya). Sekularisme dan modernisme menghegemoni pemikiran masyarakat lain yang demikian banyak ragam etnis dan agamanya. Ilmu, politik, hukum, pendidikan, life styles di banyak negeri Timur telah terpengaruh oleh pemikiran sekularisme dan modernisme tersebut.
Tahun 1970-an tema pluralisme dan multietnik (yang merupakan kritik terhadap modernisme) mewarnai pula wacana pemikiran global. Pemikiran tersebut cepat berkembang dengan bantuan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi. Modernisme yang menghegemoni dunia sebelum ini mempercepat pula penyebaran posmodernisme karena kedua-duanya dikembangkan dari Barat. Walaupun posmodernisme merupakan kritik terhadap modernisme, namun kedua-duanya punya kesamaan, yaitu sama-sama bertolak dari faham relativisme.
Posmodernisme, secara teoritis, menerima berbagai agama (dan juga tidak beragama), budaya, ideologi, dan orientasi moral. Posmodernisme membebaskan apakah apakah seseorang akan memilih pasangan dengan lawan jenis atau sesama jenis, dengan nikah atau tanpa nikah. Prinsip menerima segala macam agama, budaya dan moral dinamakan pula pluralisme secara ideologi, pemikiran dan moral. Secara budaya ia dinamakan multikulturalisme. Alasan penganut paham ini menanamkan ajarannya juga berdasarkan kenyataan bahwa hampir tidak ada masyarakat (penduduk kota, penghuni kawasan, warga negara) yang hanya terdiri dari satu macam penganut agama, pengemban budaya dan moral yang sama. Maka pluralisme dan multikulturalisme adalah suatu keniscayaan di zaman majunya teknologi transportasi dan tingginya mobilitas manusia. Deklarasi hak asasi manusia (Human Rights) dan demokrasi sejalan pula dengan prinsip pluralisme dan multikulturalisme.
Namun penganut modernisme tidak tinggal diam. Mereka balik mengeritik posmodernisme sebagai paham dan filsafat tanpa arah. Posmodernisme, menurut mereka, adalah paham nihilisme, tidak sekedar relativisme. Tidak ada lagi pandangan hidup, kepercayaan, moral, dan nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada generasi muda. Pemerintah hanya sekedar menjaga keamanan. Pembangunan budaya terserah saja kepada setiap kelompok masyarakat lainnya (Seidman & Wagner 1992; Lenz & Shell 1986).
Islam versus Pluralisme & Multikulturalisme
Dengan dalih demokrasi dan HAM di atas, Islam dicitrakan seolah-olah anti pluralitas. Pada hal agama Islam dan budaya Melayu juga menerima keberadaan penganut agama dan budaya lain di kalangan mereka. Pluralitas agama, budaya, etnis, dan bangsa dalam masyarakat dan negara mana pun di dunia dewasa ini memang suatu keniscayaan. Al-Qur`an sudah jauh-jauh hari mengingatkan adanya pluralitas masyarakat manusia. Surat al-Hujurat 13 mengungkap “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan. Kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling takwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui”. Al-Qur`an surat al-Rum 22 menamakan keragaman tersebut sebagai ayat-ayat Allah, tanda-tanda kebesaran Allah bagi yang berilmu pengetahuan.
Dalam berhadapan dengan berbagai macam agama tersebut, Islam mengajarkan harus bersikap toleran. Bahkan pemimpin dan umat Islam harus berfungsi sebagai garda depan untuk melindungi umat agama lain dapat bebas menganut agama dan beribadat menurut ajaran agamanya masing-masing. Agama Islam bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dalam kehidupan ummat manusia. Karenanya al-Qur`an tidak lupa meletakkan prinsip-prinsip pergaulan manusia atau masyarakat muslim dengan non-muslim. Pribadi dan masyarakat Islam tidak boleh memaksakan penganut agama lain pindah ke agamanya (Q.S. 2:256). Dalam menyampaikan dakwah Islam, hendaklah dengan cara yang bijaksana, dengan pelajaran dan diskusi yang lebih baik (Q.S. 16:125). Al-Qur`an melarang umat Islam mencaci tuhan agama lain (Q.s. 6:108). Surat al-Mumtahanah (60) ayat 8 menyatakan bahwa Allah tidak melarang umat dan pribadi muslim untuk berbuat baik dan tolong menolong dengan penganut agama lain. Rasulullah pernah bersabda, "Siapa yang menyakiti mu'ahid (penganut agama lain yang sudah punya ikatan perjanjian damai dengan masyarakat Islam), mengurangi haknya, membebaninya diatas batas kesanggupannya, atau mengambil sesuatu dari padanya tanpa kerelaan hatinya, akulah nanti yang akan menuntutnya (orang yang melakukan tindakan aniaya tersebut) di hari kiamat"(H.R. Abu Daud). Pada kesempatan lain beliau juga pernah berkata, "Siapa yang menyakiti seorang dzimmi (penganut agama lain yang menjadi anggota masyarakat Islam) berarti menyakiti aku sendiri". Tetapi dalam masalah iman dan peribadatan memang tidak ada toleransi sebagaimana ditegaskan oleh surat Al-Kafirun. Doa adalah otak ibadat. Karena itu doa lintas agama tidak perlu diadakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada bulan Juli 2005 mengeluarkan fatwa, diantaranya haram bagi umat Islam mengaminkan doa agama lain, haram berpaham sekularisme dan pluralisme.
Pluralitas agama dan multikultur itu juga ditemukan dalam masyarakat Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi Muhammad sendiri. Kota Madinah adalah masyarakat dan negara Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi Muhammad dan dinamakan oleh Muhammad Hamidullah (1975) dengan La Cité État Islamique. Penandatangan konstitusinya (Piagam Madinah atau Mu’ahadah bain al-muslimin wa ghairihim, sebagai konstitusi tertulis pertama dalam sejarah ketatanegaraan dunia) terdiri dari perwakilan berbagai suku bangsa dan penganut agama. Ikut membubuhkan tanda tangannya wakil kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar), bangsa dan penganut agama Yahudi, penganut agama Kristen Orthodok, dan kaum musyrikin Arab. Penduduk Madinah ketika itu berjumlah sekitar 10.000 jiwa. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, kaum Muslimin di Madinah hanya 1.500 orang dan sekitar separo dari penduduk kota ini adalah penganut agama Yahudi. Kaum Muslimin, gabungan Muhajirin dan Anshar hanya 15 persen dari jumlah penduduk dan merupakan golongan yang sangat minoritas di tengah masyarakat yang multi suku dan agama.
Namun demikian umat Islam tidak diajarkan supaya berpaham pluralisme, apalagi pluralisme agama dan multi kulturalisme. Ketika pluralitas telah ditambah dengan isme, ia telah menjadi anutan, kepercayaan, paradigma, bahkan keyakinan. Pluralisme di Indonesia diartikan sebagai paham yang memandang benar berbagai agama yang dianut manusia. Penganut paham pluralisme memandang semua agama sama, sama-sama menyembah Tuhan Yang Esa, sama-sama pro keadilan, akhlak dan budi pekerti yang baik. Kalau bertolak dari istilah yang terlalu umum ini memang semua agama, idologi, dan budaya adalah sama. Tetapi kalau sudah melangkah ke realita apa Tuhan Yang Esa, apa yang adil, bermoral bagi suatu penganut agama, masyarakat, dan etnis berbeda dari masyarakat lain. Tuhan Yang Esa dalam Islam yang tunggal, tidak terdiri dari berbagai unsur, tidak ada yang menyamai-Nya. Dalam Kristen Tuahn Yang Esa adalah yang trinitas, yang tsalitsu tsalatstah. Yang adil dalam pidana Islam adalah qisas, dera dan rajam untuk jinayah pembunuhan, minum khamar, zina muhshan. Di Barat hanya hukuman penjara kalau membunuh. Minum khamar dan zina ghair muhshan tidak kejahatan, bahkan dianggap hak dan kebebasan masing-masing. Apa lagi apa yang dikatakan sopan, dan bermoral akan berbeda sekali antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
Demikian pula Islam mengakui masyarakat, apalagi umat, terdiri dari berbagai etnis dan kultur. Tetapi Islam tidak menganut multikulturalisme. Istilah ad-din atau ajaran Islam mencakup segenap aspek kehidupan. Agama Islam hendaknya melahirkan kultur Islam atau way of life Islam. Way of life atau syir’atan wa minhajan Islam tidak sama dengan wway of life atau syir’atan wa minhajan yang lain.
Islam adalah dinullah Khalik manusia dan alam semesta. Islam, sebagaimana dinyatakan oleh surat Ali Imran ayat 19 dan 85, adalah satu-satunya agama di sisi Allah. Islam adalah agama umat manusia yang diwahyukan kepada para rasul dan nabi Allah, dari Adam sampai Muhammad sebagai nabi terakhir (Q.s. 2:23; 10:72, 90; 6:162-163; 22:34, 78 dlsb). Islam berarti tunduk dan patuh kepada Allah, kepada ajaran-Nya dan penjelasan rasul-Nya. Karena itu, apa-apa yang di bumi dan di langit telah ber-islam, telah tunduk dan patuh kepada Allah (Q.s. 42:13; 10:72, 84; 2:132, 133, 136). Kepatuhan dan ketundukan benda-benda di bumi dan di langit kepada sunnatullah (hukum alam dan kehidupan manusia yang diciptakan Allah) jauh melebihi kepatuhan dan ketundukan kebanyakan manusia yang menyatakan diri beragama Islam.
Kemudian isu pluralisme, hak-hak asasi manusia, kesetaraan jender, demokrasi, tampak dijadikan pula alasan untuk menolak ajaran-ajaran yang telah tertanam di kalangan masyarakat Islam dan suku bangsa Melayu. Ajaran Islam dan budaya Melayu, seperti tidak boleh murtad ke agama lain dan tidak boleh zina, dinilai oleh masyarakat dan banyak individu pencetus ideologi tersebut sebagai yang bertentangan dengan prinsip pluralisme dan semangat demokrasi. Karena itu umat Islam dan bangsa Melayu yang berkeyakinan selama ini bahwa agama Islam adalah petunjuk Allah Yang Maha Benar mendapat tantangan mendasar, tantangan dari dasar kepercayaan itu sendiri. Ajaran Islam sebagai agama yang dipercayai sebagai satu-satunya yang benar, diserang karena bertentangan dengan prinsip pluralisme. Pluralisme agama yang dimaksudkan oleh pendukungnya tidak hanya merupakan kemampuan untuk bekerja sama melampaui batas-batas perbedaan agama. Tetapi kerjasama tersebut seperti yang diungkap oleh Diana L. Eck menjelaskan proyek pluralisme dalam bukunya yang berjudul A New Religious Amerika: How a “Christian Country” Has Become the World’s Most Religiously Diverse Nation (2002) juga sampai kepada doa dan kawin lintas agama. Pluralisme bukan saja berbicara pada perbedaan, juga pada komitmen, keterlibatan dan partisipasi dalam pembangunan rumah ibadat. Pluralisme juga pertukaran, dialog, dan perdebatan dalam masalah teologi. Pluralisme adalah ibarat orkes simfoni dan ansambelmjazz. Pluralisme tidak hanya sebatas toleransi.
Lebih dari itu bagi masyarakat Indonesia, pluralisme diartikan bahwa kebenaran agama tidak hanya pada Islam, tapi juga pada agama lain. Di antara mereka beralasan pula bahwa ajaran agama yang mutlak itu hanyalah yang masih dalam bentuk wahyu. Demikian wahyu itu telah dipahami, diyakini, dan diamalkan manusia, ia otomatis menjadi relatif karena sudah turun ke dalam keyakinan, otak dan perasaan manusia. Karena itu ia akan sama saja dengan agama dan pengetahuan lain yang juga bersifat relatif. Tidak ada hak umat Islam untuk mengklaim bahwa agama mereka saja yang benar. Demikian di antara tulisan Ahmad Sjafii Maarif di opini Republika tanggal 29 Desember 2006.
Paham ini menghilangkan esensi agama itu sendiri. Bahkan menukar agama yang biasa dengan agama baru yang namanya pluralisme atau multikulturalisme yang nota bene bersifat relativisme. Relativisme menyentuh dasar-dasar keyakinan beragama. Karena itu masalahnya sudah menjadi sangat serius. Relativisme berhadapan dengan keyakinan beragama yang dipercayai sebagai ajaran Tuhan Yang Maha Tahun. Lahir dan berkembanglah paham-paham pluralisme agama di kalangan umat Islam dan Melayu sendiri. Alasan pluralisme agama mereka tambah pula dengan bahwa pluralitas agama dan budaya adalah suatu keniscayaan. Padahal ciri khas beragama adalah meyakini ajaran yang dianut sebagai (satu-satunya) yang benar. Secara sosiologis atau fakta sosial, masing-masing individu dan jamaah penganut agama yang berbeda, bahkan mazhab yang berbeda berpegang kepada agama atau mazhabnya secara fanatik. Kepercayaan bahwa agamanya adalah ajaran yang mutlak benar dan satu-satunya jalan keselamatan dianut oleh setiap penganut agama. “Fanatisme” adalah ciri keberagamaan seseorang dan suatu kelompok. Karena itu umat atau jamaah penganut suatu agama, bahkan penganut berbagai ideologi sekuler pun, cenderung fanatik, eksklusif, percaya hanya pengikut agamanya saja yang akan beroleh keselamatan.
Selama fanatisme masih berada pada tataran keyakinan kepada ajaran dan tidak ditujukan untuk menuding kelompok atau umat lain, tidaklah menjadi masalah. Tetapi kalau fanatisme agama telah menjurus kepada menghina, mengolok-olok sinis agama lain (seperti kasus kortoon Nabi dan Satanic Versesnya Salaman Rushdi), budaya dan ideologi lain baru menjadi masalah. Apalagi kalau sudah meningkat menjadi intimidasi, teror, pencekalan, dan ethnic cleansing, negara, organisasi antar bangsa harus bertindak tegas. Sedangkan fanatisme kepada ajaran agama masing-masing dinamakan istiqamah, iman dan taqwa. Bahkan ketaatan dan kecintaan kepada ajaran agama hanya bisa ditingkatkan kalau ajaran agamanya masih diyakini sebagai satu-satunya agama di sisi Allah. Tanpa fanatik kepada ajaran agamanya, keyakinan dan ketakwaannya bisa berkurang, bahkan bisa hilang sama sekali. Apapun agama yang dianut oleh manusia, baik Islam atau agama apapun, ajarannya diyakini secara fanatik (Agus.2003. Sosiologi Agama. h. 68-72, 87-90), terutama di kalangan grass root atau massa. Maka tidak fair kalau anak-anak muslim diindoktrinasi untuk tidak meyakini agamanya sebagai satu-satunya agama yang benar, sementara penganut agama lain, apa pun agamanya, tetap meyakini kebenaran ajaran agamanya secara fanatik, ajaran agamanya sebagai the ultimate concern.

Soal pluralistas suatu keniscayaan, Islam pun dari awal mengakui beragamnya keyakinan, warna kulit dan bahasa (budaya) umat manusia untuk saling kenal mengenal (al-Hujurat 13). Maka pluralitas dijadikan alasan untuk “memaksakan” pluralisme yang sebenarnya juga sudah menjadi “agama” baru, yaitu agama sekuler sesudah modernisme. Adanya keyakinan yang dipegang teguh secara bersama penting untuk menjaga keutuhan masyarakat. Bagi masyarakat yang tidak lagi menjadikan agama sebagai the ultimate concernnya, kepercayaan bersama atau akidah mereka diganti dengan berbagai isme, dengan berbagai filsafat, seperti sekularisme, materialisme, individualisme, sosialisme, nasionalisme, pluralisme dan lainnya. Dengan demikian semua filsafat ini, sebagaimana diungkap oleh Nottingham (19985:26-30) dan Jeurgensmeyer (1998), sosiolog agama kontemporer, menjadi agama modern atau agama sekuler. Jeurgensmeyer mengungkap dalam bukunya hasil penelitiannya di berbagai negara dan umat beragama dunia bahwa terjadi perlawanan sengit antara penganut nasionalisme religius dan nasionalisme sekuler. Nasionalisme sekuler yang pada umumnya di pihak penguasa melakukan penekanan, intimidasi dan menghajar pihak nasionalis religius dengan berbagai macam tindak kekerasan.
Perlu pula disadari bahwa tema posmodernisme, pluralisme atau multikulturalisme menarik bagi banyak kalangan, termasuk kalangan beberapa cendikiawan muslim sendiri, seperti almarhum Nurcholish Madjid dan para aktivis Jaringan Islam Liberal. Mereka sangat gencar menyiarkan paham mereka dengan menggunakan media modern. Suara mereka lantang. Bahkan tak segan mengeritik keputusan Majelis Ulama Indonesia. Dengan demikian Islam sebagai agama suku bangsa Melayu menghadapi tantangan yang hebat dewasa ini, yaitu tantangan yang disuarakan dengan lantang oleh sebagian umat dan cendikiawannya sendiri.
Suara pendukung pluralisme dan multikulturalisme yang berasal dari Barat menggoyahkan keyakinan umat Islam kepada agama mereka berbeda sekali dengan kesimpulan Roger Garaudy, Guru Besar filsafat, bekas penganut Katolik dan pernah pula jadi aktivis Partai Komunis Perancis. Setelah menelurusuri filsafat Barat abad 20, agama Abrahamik, dan pesan Islam dalam bukunya Biographie du XXème Siècle. Le Testament Philosophique de Roger Garaudy (1985:381-398), menyimpulkan bahwa Islamlah agama universal yang dicari di abad dua puluh. Tidak seperti Hiduisme dan Budhdhisme, Islam tidak menilai dunia buruk. Tidak seperti Kristen, Islam tidak memisahkan domain Tuhan dan kaisar, serta tidak mengajarkan kehidupan kerahiban. Eropa, dari Sokrates sampai pemikir spirutalisme Husserl (serta posmodenisme, Habermas dan lain-lain) sama sekali tidak mengajarkan keyakinan, tapi hanya keraguan (n’est pas de la foi, mais le doute). Iman atau keyakinan adalah l’intérieur dari perbuatan. Perbuatan atau amal adalah l’extérieure-nya. Artinya aqidah dan syariah merupakan suatu kesatuan, tidak seperti ilmu kalam zaman klasik yang telah memisah antara keduanya dan pernah mengajarkan adanya Tuhan spesifik (de Dieu une spesialité, seperti Tuhan yang hanya Maha Menentukan di kalangan Jabariah atau Tuhan hanya Maha Adil di kalangan Qadariah. Islam menyatukan antara yang transenden dengan yang dunia (mondial). Ummah adalah komunitas Islami yang universal, tidak didasarkan ras, teritorial, bahasa, budaya, tapi hanya oleh satu tujuan bersama yaitu merealisir kehendak Tuhan di atas dunia (réaliser sur la terre la volonté de Dieu), komunitas iman (une communauté de la foi). Islam mengajarkan transendensi Tuhan dalam segala keterbatasan hidup manusia di alam, transendensi Tuhan dalam semua pemikiran, cinta, gagasan, dan perbuatannya.
Yusuf al-Qardhawi menjelaskan pentingnya iman atau keyakinan untuk meraih kemuliaan, kebahagiaan, ketenangan jiwa, tenaga untuk memperjuangkan cita-cita, untuk menanamkan kecintaan kepada Allah dan penghuni alam semesta, untuk menanamkan akhlak, untuk kesejahteraan masyarakat dan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dalam bukunya Al-Iman wa al-Hayah (1975). Setelah itu, dalam kesimpulan, al-Qardhawi mengungkap iman adalah kekuatan akhlak dan akhlak kekuatan, ruh kehidupan dan kehidupan ruh, rahasia orang alim dan yang mengetahui segala rahasia, keindahan dunia dan dunia keindahan, cahaya jalan dan jalan cahaya ... Iman, dalam satu kata kunci, adalah keharusan bagi kehidupan manusia (dharurah l al-hayah al-insaniyah), keharusan bagi individu supaya ia bahagia dan maju, serta keharusan bagi masyarakat supaya bersatu dan lestari. Iman yang dimaksud adalah iman menurut ajaran Islam dalam kekomprehensifannya, keseimbangannya, kedalamannya, kepositifannya, iman ma’rifah, niat, i’tiqad dan amal. Tidak iman logika saja sebagaimana diungkap oleh mutakallimun, tidak ruh saja sebagaimana diungkap oleh kaum shufi, dan tidak iman formalitas yang kering sebagaimana diungkap oleh fuqaha (1975:351). Maka iman menurut ajaran Islam adalah keyakinan yang komprehensif dan terpadu, kaffah dan tauhidy amat berbeda, bahkan berlawanan, dengan prinsip posmodernisme dan multikulturalisme.
* * *
Dari penyajian di atas dapat disimpulkan bahwa umat Islam dan bangsa Melayu tidak seyogyanya latah pula dengan pluralisme. Islam dan adat Melayu kaya dengan ajaran dan nilai-nilai yang perlu dipertahankan untuk dapat menjalani hidup modern dan harus menjadi modern, tetapi tidak menjadi penganut modernisme, posmodernisme, relativisme dan multikulturalisme. Dengan Islam dan adat Melayu, mereka harus dapat hidup modern dengan tetap bermakna dan manusiawi, dapat berandil dalam mewujudkan rahmatan lil’alamin dan hasanah di dunia dan akhirat. Namun tantangan materialisme, hedonisme, individualisme sangat mudah merusak generasi muda umat Islam dan bangsa Melayu karena selalu disuguhkan oleh media massa modern dan canggih. Pendidikan untuk menanamkan keyakinan, keimanan, dan kesadaran yang mendalam terhadap keutamaan penghayatan ajaran Islam dan adat resam Melayu (jalur kultural) supaya hidup lebih bermakna dan tidak sesat dalam fatamorgana kehidupan modernisme, posmodernisme dan multikulturalisme adalah gerakan yang harus diintensifkan dengan sokongan kebijakan pemerintah (jalur struktural).


Daftar Kepustakaan

Agus, Bustanuddin. 2003. Sosiologi Agama. Andalas University Press, Padang.

Hamidullah, Muhammad. 1395 H/1975. Le Prophete de L`Islam, Salih Ozcan, Ankara dan Beirut.

Eck, Diana L, 2005, Amerika Baru Yang Religius. Bagaima Sebuah “Negara Kristen” Berubah Menjadi Negara Dengan Agama Paling Beragam di Dunia. Judul asli A New Religious Amerika: How a “Christian Country” Has Become the World’s Most Religiously Diverse Nation (2002), diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Piga Hybrida, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Garaudy, Roger. 1985. Biographie du XXème Siècle. Le Testament Philosophique de Roger Garaudy, Tougui, Paris.

Hamidullah, Muhammad, 1395 H/1975, Le Prophete de L`Islam, Salih Ozcan, Ankara dan Beirut.

Jurgensmeyer, Marx, 1998, Menentang Negara Sekular. Kebangkitan Global Nasionalis Religius, terjemahan. Noorhaidi, Mizan, Bandung.

Lenz, Gunter H dan Shell, Kurt L (Eds.), 1986, The Crisis of Modernity, Westview Press, Colorado.

Nottingham, Elisabeth K., 1985, Agama dan Masyarakat. Suatu Pengantar Sosiologi Agama, trans. Abdul Muis Naharong, Rajawali, Jakarta.

Al-Qardhawi, Yusuf, 1975, Al-Iman wa al-hayah, Maktabah Wahbah, Cairo.

Seidman, Steven dan Wagner, David, 1992, Postmodernism and Social Theory, Basil Blackwell, Cambridge.


Kamis, September 04, 2008

Taubat dan istighfar


بسم الله الرحمن الرحيم

1) Manusia adalah yang potensial melakukan kebaikan, sekaligus potensial melakukan dosa dan kesalahan.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10). {الشمس : 8-10}.

”Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (8) Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (9) Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (10).” (QS. Asy-Syams: 8-10).

2) Karena itu, bertaubat dan beristighfar bagi orang yang beriman merupakan sautu keniscayaan/keharusan.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لاَ تُنْصَرُونَ (54). {الزمر : 53-54}.

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (53) Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi) (54).” (QS. Az-Zumar: 53-54).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيــُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ يَوْمَ لاَ يُخْزِي اللهُ النَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. {التحريم : 8}.

”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Tahrim: 8).

Persyaratan Taubat Nashuha, antara lain:

a) Sedih dan menyesal karena telah berbuat dosa;

b) Berniat sungguh-sungguh, tidak akan mengulangi dosa tersebut;

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: اَلتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ وَالْمُسْتَغْفِرُ مِنَ الذَّنْبِ وَهُوَ مُقِيْمٌ عَلَيْهِ كَالْمُسْتِهْزِئِ بِرَبِّهِ. {رواه البيهقي}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Orang yang bertaubat dari dosa (yang telah dilakukan) seperti orang yang tidak punya dosa. Dan orang yang memohon ampun (kepada Allah) dari dosa (yang telah dilakukan), akan tetapi dia tetap pada perbuatan dosa (mengulangi dosa tersebut), maka dia seperti orang yang mengejek Tuhannya.” (HR. Baihaqiey).

c) Jika berdosa kepada sesama manusia, harus segera minta dimaafkan.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلَعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ. {رواه مسلم}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Barangsiapa bertaubat kepada Allah, sebelum matahari terbit dari Barat, maka Allah SWT akan menerima taubatnya.” (HR. Muslim).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْئَ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَبُوْبَ مُسِيْئَ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا. {رواه مسلم}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Sesungguhnya Allah SWT membentangkan tangan (rahmat)-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang telah berbuat durhaka pada siang hari, dan membentang tangan (rahmat)-Nya pada waktu siang hari untuk menerima taubat orang yang telah durhaka pada malam hari. Keadaan tersebut terus berlangsung hingga matahari terbit dari Barat (hari kiamat).” (HR. Muslim).

3) Harus dikembangkan sikap bergembira ketika melakukan kebaikan, dan menyesal ketika melakukan kesalahan.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: إِذَا سَرَّتْكَ حَسَنَتُكَ وَأَسَاءَتْكَ سَيِّئَتُكَ فَأَنْتَ مُؤْمِنٌ. {رواه الضياء عن أبي أمامة}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Apabila engkau menyukai kebaikan dan engkau tidak menyukai kejahatan, maka engkau termasuk orang yang beriman (mukmin).” (HR. Adh-Dhiya’).

Tiga pilar masyarakat sejahtera Aqidah salimah, jauh dari syirik

Pembebasan dari kelaparan

Pembebasan dari rasa takut

Aqidah salimah, jauh dari syirik à Antara lain menghayati makna dari kalimat-kalimat istighfar.

4) Istighfar (memohon ampun kepada Allah) adalah ciri orang yang bertaqwa à QS. 3: 135.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ. {ال عمران : 135}.

”Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135).

5) Istighfar diucapkan dalam rangka meraih ampunan dan kasih sayang Allah SWT.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَاسْتَغْفِرِ اللهَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا. {النساء : 106}.

Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 106).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللهَ يَجِدِ اللهَ غَفُورًا رَحِيمًا. {النساء : 110}.

”Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 110).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْلَمْ تُذْنِبُوْا لَذَهَبَ اللهُ تَعَالَى بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُوْنَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللهَ تَعَالَى فَيَغْفِرُ لَهُمْ. {رواه مسلم}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya. Andaikan kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan mengambil (mencabut nyawa) kalian dan mendatangkan kaum yang berbuat dosa. Kemudian mereka memohon ampunan, lalu Allah mengampuni mereka.” (HR. Muslim).

6) Memperbanyak istighfar dengan penuh kesungguhan akan menggundang rizki dari Allah SWT.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12). {نوح : 10-12}.

”Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun (10) Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat (11) Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: مَنْ أَكْثَرَ مِنَ الإِسْتِغْفَارِ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ. {رواه أحمد}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan menjadikan untuknya kesenangan dalam setiap kesedihan, jalan keluar bagi setiap kesulitan dan memberinya rizki dari jalan yang tidak disangka-sangka (sebelumnya).” (HR. Ahmad).

7) Memperbanyak istighfar adalah mengikuti sunnah Nabi SAW.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: وَاللهِ إِنِّيْ لأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فيِ الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً. {رواه البخاري}.

"Rasulullah Saw. bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya aku (Muhammad) memohon ampun dan bertaubat kepada Allah setiap hari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: سَيِّدُ الإِسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُوْلَ الْعَبْدُ: اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لآإِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. {رواه البخاري}.

“Inti (pokok) dari bacaan istighfar yang diucapkan seorang hamba adalah: “Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Ilah (yang patut untuk disembah) kecuali Engkau. Engkau yang menciptakanku, dan aku (adalah) hamba-Mu. Dan terhadap janji dan perintah-Mu aku (akan melaksanakan) dengan sekuat tenagaku. Aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan jahat yang aku perbuat. Aku mengakui akan segala nikmat-Mu yang telah Engkau (anugerahkan) kepadaku, dan aku mengakui atas (segala) dosa dan kesalahanku, maka ampunilah (Ya Allah) segala dosa dan kesalahanku. Karena sesungguhnya tidak ada Dzat yang dapat memberikan ampun, kecuali Engkau” (HR. Bukhari).

MENJAGA KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KETERTIBAN (K3)

بسم الله الرحمن الرحيم

1) Secara bahasa fiqh (الفقه) berari الفهم/memahami sesuatu. Seperti: فقه الدعوة, memahami persoalan-persoalan dakwah; فقه النساء, memahami masalah-masalah kaum perempuan; فقه الإختلاف, memahami persoalan-persoalan perbedaan pendapat; فقه الأوليات, memahami skala prioritas (dalam berda’wah), dan sebagainya.

Secara istilah, fiqh ini diartikan:

اَلْعِلْمُ بِالأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ اَلْعَمَلِيَّةِ اَلْمُكْتَسَبِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ.

“Pengetahuan tentang hukum-hukum syar’iyyah yang bersifat amaliyyah yang diambil dari dalilnya yang bersifat tafsil/rinci.”

Misalnya tentang rukun wudlu, tentang thalaq 3 kali dalam satu majelis/tempat, dan sebagainya.

2) Fiqh lingkungan (فقه البيئة à fiqh bi’ah). Artinya adalah fiqh dalam rangka memahami lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan pendidikan, maupun lingkungan alam. Contoh lingkungan keluarga dan pergaulan.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْءِ؛ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً، وَأَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا، وَخُلَطَاؤُهُ صَالِحِيْنَ، وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فيِ بَلَدِهِ. {رواه الديلمي}.

“Rasulullah Saw. bersabda: “Empat macam kebahagiaan seseorang: (Memiliki) isteri atau suami yang shalih dan shalihah, anak yang baik (shaleh), (teman dekat) dan lingkungan pergaulannya adalah orang-orang shaleh, serta rizkinya (tempat bekerja) berada di negaranya sendiri.” (HR. Ad-Daelamiey).

Berikut ini hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan alam. Misalnya tumbuh-tumbuhan, hewan, air, dan lain-lain.

a) Setiap orang diperintahkan untuk menjaga dan memelihara lingkungan. Karena hal ini merupakan bagian dari iman. Merusak lingkungan dengan merusak tanaman misalnya, dianggap perbuatan orang munafiq yang dibenci oleh Allah SWT. Perhatikan QS. Al-Baqarah: 205 dan QS. Al-Qashash: 77.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فيِ الأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ الْفَسَادَ. {البقرة : 205}.

Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 205).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فيِ الأَرْضِ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ. {القصص : 77}.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77).

b) Membuang duri, sampah atau kotoran secara sembarangan, dipandang sebagai dosa atau kesalahan. Sebaliknya, membersihkannya adalah bagian dari shadaqah dan bukti dari keimanan.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: كُلُّ سُلاَمِيْ مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ: تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فيِ دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وِبِكُلِّ خَطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ، وَتُمِيْطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ. {رواه البخاري ومسلم}.

“Rasulullah Saw. bersabda: “Tiap anggota badan dari manusia wajib baginya shadaqah. Setiap hari matahari selalu terbit: engkau damaikan dua orang (yang berselisih) itu adalah shadaqah dan menolong orang yang mengalami kesusahan dalam kendaraannya adalah shadaqah; engkau membawanya, engkau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya juga merupakan shadaqah. Perkataan yang baik adalah shadaqah, dan setiap langkah untuk melakukan shalat adalah shadaqah. Dan menyingkirkan duri, kotoran, sampah atau rintangan dari jalan adalah shadaqah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

c) Kaum muslimin diperintahkan untuk berlaku ihsan atau berbuat baik dalam segala hal, termasuk terhadap binatang. Misalnya berbuat ihsan ketika menyembelih atau membunuhnya.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: إِنَّ اللهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذِّبْحَةَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ. {رواه مسلم}.

“Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan untuk berbuat baik pada segala sesuatu. Jika kamu membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik, dan jika kamu menyembelih (binatang), maka sembelihlah dengan cara yang baik. Dan hendaklah engkau menajamkan pisaumu dan menenangkan (ketika menyembelih) hewan sembelihan itu.” (HR. Muslim).

Membiarkan mati binatang yang tidak berbahaya dengan sengaja, seperti kucing, termasuk perbuatan dosa.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: دَخَلَتِ امْرَءِةٌ النَّارَ فيِ هِرَّةٍ، رَبَطَتْهَا وَلَمْ تُطْعِمْهَاوَلَمْ تَدَعْهَاتَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ حَتَّى مَاتَتْ. {رواه أحمد والنسائي}.

“Rasulullah Saw. bersabda: “Seorang wanita telah di masukkan ke dalam neraka, disebabkan seekor kucing. Kucing itu ia ikat dan tidak diberinya makan, dan juga tidak membiarkannya untuk memakan sendiri serangga/rumput-rumputan, sehingga kucing itu mati.” (HR. Ahmad dan Nasa’i).

3) Kerusakan alam atau lingkungan à Kemudlorotan, bahkan juga kefakiran dan kemiskinan à Perilaku manusia yang mencerminkan Kufur nikmat

Tama’/rakus

Tidak taat pada aturan

Kebodohan

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ظَهَرَ الْفَسَادُ فيِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ. {الروم: 41}.

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَضَرَبَ اللهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللهِ فَأَذَاقَهَا اللهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ. {النحل: 112}.

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl: 112).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فيِ السَّمَاوَاتِ وَمَا فيِ الأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فيِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلاَ هُدًى وَلاَ كِتَابٍ مُنِيرٍ. {لقمان: 20}.

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman: 20).

à Kufur nikmat Tidak dimanfaatkan dengan baik

Tidak dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak

Tidak dipergunakan sebagai sarana ibadah

Memanfaatkan tidak sesuai dengan aturan Allah dan manusia

Tidak mempergunakan petunjuk dari Allah SWT.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: إِيَّاكُمْ وَالطَّمَعَ فَإِنَّهُ الْفَقْرُ الْحَاضِرُ. {رواه الطبراني}.

“Rasulullah Saw. bersabda: “Jauhilah oleh kalian sifat tamak/rakus, karena sesungguhnya tamak dan rakus itu penyebab kefakiran yang nyata.” (HR. Thabrani).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: إيَّاكُمْ وَالْكِبْرَ فَإِنَّ إِبْلِيْسَ حَمَلَهُ الْكِبْرُ عَلَى أَنْ لاَيَسْجُدَ لآدَمَ وَإِيَّاكُمْ وَالْحِرْصَ فَإِنَّ آدَمَ حَمَلَهُ الْحِرْصُ عَلَى أَنْ أَكَلَ مِنَ الشَّجَرَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ ابْنِىْ آدَمَ إِنَّمَا قَتَلَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ حَسَدًا فَهُنَّ أَصْلُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ. {رواه ابن عساكر عن ابن مسعود}.

“Rasulullah Saw. bersabda: “Jauhilah oleh kalian (sifat) sombong. Sesungguhnya Iblis tidak mau sujud pada Nabi Adam, karena (sifat) sombong yang dimilikinya. Jauhilah (sifat) rakus. Karena sifat rakus (karena godaan syaithan) inilah, maka Nabi Adam memakan buah (khuldi yang terlarang) itu. Jauhilah (sifat) iri (hasad) dan dengki, sebab kedua anak Adam (Habil dan Qabil) saling membunuh diantara keduanya, dikarenakan sifat iri (hasad) dan dengki. Maka semua sifat tersebut merupakan sumber dari perbuatan dosa.” (HR. Ibn ‘Asakir dari Ibn Mas’ud).

à Tiga sifat yang merusak Takabbur/sombong

Rakus/tamak

Hasad/dengki

à Keberkahan hidup, baik secara pribadi, umat dan bangsa à Iman, taqwa, tidak israf (tidak berlebih-lebih).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ. {الأعراف: 96}.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A'raf: 96).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ. {الأعراف: 31}.

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A'raf: 31).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: الإِقْتِصَادُ فيِ النَّفَقَةِ نِصْفُ الْمَعِيْشَةِ وَالتَّوَدُّدُ إِلَى النَّاسِ نِصْفُ الْعَقْلِ وَحُسْنُ السُّؤَالِ نِصْفُ الْعِلْمِ. {رواه الطبراني عن ابن عمر}.

“Rasulullah Saw. bersabda: “Ekonomis (sederhana dan sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan) dalam belanja, merupakan separuh dari penghidupan, mencintai sesama manusia, merupakan setengah dari akal (kecerdasan), dan bertanya (pada sesuatu yang tidak diketahui) secara baik, merupakan separuh dari ilmu pengetahuan.” (HR. Thabrani dari ibn Umar).

Bahaya KKN dan penanggulangannya


بسم الله الرحمن الرحيم

Semakin diteliti, dikaji dan diinvestigasi ternyata semakin jelas bahwa perbuatan korupsi di negara kita telah masuk ke hampir seluruh struktur kehidupan bangsa dan negara. Sebagai contoh, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini telah menemukan adanya 14 transaksi mencurigakan yang diduga hasil penjualan kayu dari tindakan pembalakan liar (illegal logging). Sepuluh dari 14 transaksi tersebut melibatkan oknum anggota kepolisian, TNI, dan warga sipil.

Sementara itu, Tim Pemburu Koruptor telusuri praktik pencucian uang (money loundring) di SWISS yang dilakukan oleh seorang mantan direktur utama sebuah Bank Pemerintah (Republika, 03 Maret 2006). Yang cukup mengejutkan ternyata kasus impor beras dari beberapa negara exportir, ditengarai adanya indikasi kuat mark up dalam penentuan harga belinya. Padahal beras merupakan salah satu kebutuhan pokok dari masyarakat kita. Bahkan untuk menentukan apakah persediaan beras itu mencukupi sehingga tidak perlu impor atau perlu impor ternyata juga sarat dengan intrik-intrik politik cari keuntungan pribadi dan kelompok (baca: korupsi). Hampir semua BUMN dan Departemen pun ditengarai adanya praktek korupsi yang sangat merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar.

Meskipun Jaksa Agung dan Kapolri beserta jajarannya sudah memperlihatkan kerja keras untuk memberantas korupsi, namun efek jeranya belum kelihatan nyata, karena begitu banyak dan kompleksnya perbuatan jahat ini. Nampaknya gerakan bersama perlu dilakukan secara terus-menerus dan diperbesar jaringan serta gelombangnya agar korupsi benar-benar dianggap sebagai musuh utama bangsa sekaligus musuh bersama. Masyarakat menjadi jijik dan alergi dengan perilaku korup sekaligus membenci koruptor dengan kebencian yang total.

Karena derivasi atau turunan dari korupsi ini akan menyebabkan kerusakan akhlaq, moral, kehancuran ekonomi, pendidikan, budaya, dan tetanan kehidupan lainnya. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Turmudzi, Rasulullah Saw. bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ s: كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ. {رواه الترمذي}.

“Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih utama baginya.” (HR. Tirmidzi).

Artinya mengkonsumsi makanan hasil korupsi (haram), akan mendorong para perilaku buruk yang menghancurkan, di dunia ini maupun di akhirat nanti. Bahkan perbuatan-perbuatan yang dianggap baik pun, jika dihasilkan melalui korupsi tidak akan diterima oleh Allah SWT, seperti infaq dan shadaqah (HR. Imam Muslim), ibadah haji yang dilakukan (HR. Imam Ahmad), juga do’a yang dipanjatkan akan ditolak oleh Allah SWT (HR. Imam Muslim).

Perbuatan Fasad dan Khianat

Dalam perspektif ajaran Islam, korupsi termasuk kategori perbuatan fasad dan khianat yakni perbuatan yang merusak tatanan kehidupan yang pelakunya dikategorikan melakukan jinayah kubro (dosa besar) yang hukumnya harus dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan cara menyilang (tangan kanan dengan kaki kiri atau tangan kiri dengan kaki kanan) atau diusir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam QS. Al-Maidah (5): 33.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ في الأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلاَفٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فيِ الدُّنْيَا وَلَهُمْ فيِ الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ. {المائدة : 33}.

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka (dengan menyilang) atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”. (QS. Al-Maidah: 33).

Muhammad Ali As-Shabuni, dalam Rawaa’iul Bayan (Jilid I, hal. 546) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan al-fasad yaitu segala perbuatan yang menyebabkan hancurnya kemaslahatan dan kemanfaatan hidup, seperti membuat teror yang menyebabkan orang takut, membunuh, melukai dan mengambil atau merampas harta orang lain. Karena itu, berdasarkan pendapat tersebut, korupsi sama buruk dan jahatnya dengan terorisme. Yang aneh, banyak kalangan tidak menyadarinya seolah-olah korupsi itu dianggap perbuatan kriminal biasa, bahkan sering dianggap perbuatan yang wajar. Tentu pendapat ini perlu ditolak dan dinafikkan, sehingga perang melawan korupsi harus senyaring dan sekeras perang melawan terorisme. Kedua-duanya sangat membahayakan eksistensi dan keutuhan masyarakat dan bangsa.

Demikian pula jika seorang koruptor meninggal dunia, seyogianya jenazahnya tidak perlu disalatkan oleh kaum muslimin sebelum harta hasil korupsinya itu dijamin akan dikembalikan oleh ahli warisnya kepada negara. Hal ini dianalogikan dengan orang yang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki utang, yang tidak boleh disalatkan sebelum ada keluarga yang bersedia menjaminnya. Jika tidak, maka kelak di alam kuburnya akan terombang-ambing. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi dari Abi Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Nyawa seorang mukmin (di alam kuburnya) diombang-ambingkan, sehingga utangnya dibayarkan oleh ahli warisnya”. Meskipun demikian, terdapat pula pendapat beberapa ulama yang mengharuskan menyalatkan setiap muslim meskipun melakukan berbagai macam dosa dan kesalahan (Fiqhussunnah, Juz IV, hal. 104-105). Tetapi Rasulullah sendiri pernah melarang menyalatkan orang yang memiliki utang, sehingga utangnya itu dibayarkan (Fiqhussunnah, Juz IV, hal. 104-105).

Langkah Menumpas Korupsi

Secara jujur harus diakui, memberantas korupsi (terutama korupsi kelas kakap) di Indonesia terasa sangat sulit, karena di samping sudah mengguritanya perbuatan terkutuk ini, seperti tersebut di atas juga karena masih belum kuatnya komitmen dan reaksi nyata dari pemerintah untuk menumpasnya. Hampir semua kasus mega korupsi selalu menguap tanpa alasan yang jelas dan tanpa memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Meskipun demikian, bukan berarti korupsi itu boleh dibiarkan atau bahkan dianggap perbuatan yang wajar. Sebab jika hal itu yang terjadi, maka kehancuran bangsa dan negara ini hanyalah tinggal menunggu waktu. Karena itu, diperlukan kesungguhan , kerja keras, dan kebersamaan semua elemen masyarakat yang masih memiliki nurani untuk memperbaiki bangsa dengan bukti nyata dan bukan dengan janji serta omongan kosong.

Pertama, semua pimpinan parpol dan organisasi massa (terutama yang berbasiskan ajaran Islam) harus membuktikan dirinya bahwa mereka itu bersih dan tidak korup, baik terhadap harta negara maupun terhadap harta organisasinya. Demikian pula mereka yang mendapatkan amanah sebagai pejabat eksekutif, legislatif maupun yudikatif harus memiliki keberanian untuk menyatakan kepada khalayak bahwa harta yang dimilikinya adalah benar-benar bukan hasil korupsi. Misalnya, rumah dan kendaraan mewah, atau harta lainnya, harus siap untuk diaudit dengan auditor publik yang netral. Alangkah idealnya jika saat ini mereka benar-benar mempunyai keberanian untuk melakukannya. Mulailah dari diri kita sebelum pada orang lain. Seperti sabda Rasulullah Saw.: “Ibda binnafsik (mulailah dari diri anda sendiri).

Kedua, harus ditumbuhkan keberanian masyarakat untuk ikut aktif dalam mengawasi perilaku para pejabat, apalagi jika diduga pejabat yang bersangkutan memiliki harta yang banyak dengan cara-cara yang tidak wajar. Komponen generasi muda yang dianggap masih memiliki idealisme dan kejujuran yang tinggi, seperti pelajar dan mahasiswa, harus didorong untuk memiliki keberanian tersebut.

Ketiga, para koruptor harus dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya secara terbuka dan transparan, agar menjadi sebuah shocked therapy bagi mereka yang memiliki keinginan melakukan hal serupa.

Keempat, para calon pejabat publik harus memiliki keberanian menjelaskan asal-usul hartanya kepada masyarakat. Dan jika telah menjadi pejabat, mereka siap melaporkannya kembali dalam waktu yang rutin, misalnya enam bulan sekali.

Tentu masih banyak cara lain yang lebih efektif untuk menumpas perbuatan korupsi yang sangat membahayakan ini. Namun yang penting, semua pihak harus memiliki niat dan keinginan yang kuat untuk segera memotong habis perbuatan ini sampai ke akar-akarnya. Jangan sampai terwariskan kepada generasi mendatang..