Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan

Kamis, Mei 07, 2009

APA YANG DIPERLUKAN UNTUK MENGHADAPI KEGAGALAN?


Calon wirausahawan harus siap gagal. Fahamilah makna kegagalan. Tanpa faham filosofi itu, jangan berpikir mau mengambil jalan menjadi wirausaha. Alasannya, ada yang sukses dalam usahanya, ada yang belum berhasil. Pengusaha mengetahui bahwa ”kegagalan” bukan akhir permainan dan tidak boleh takut mengalaminya. Ia menyadari dengan keberanian, bahwa bisa saja mengatasi sesuatu yang tidak mungkin untuk berhasil.

Menghadapi risiko, adalah gabungan kerja keras, kecerdikan, kehati-hatian, kecermatan membaca peluang dan kesiapan menghadapi kegagalan maupun keberhasilan. Happy ending sebuah ikhtiar adalah keberhasilan. Ini dicapai, tentu setelah melewati keberhasilan demi keberhasilan kecil, seperti keberhasilan menyingkirkan kesulitan dan bahaya. Proses ini dibangun dari kesungguhan melahirkan segenap potensi diri seorang wirausahawan. Dengan begitu, ia mengubah “kekalahan menjadi kemenangan”, sebuah proses yang kecil peluang pencapaiannya tanpa kesiapan mental menghadapi kegagalan. Kalau Anda termasuk yang tidak siap gagal, lebih baik jangan meniti jalan ini. Bahkan, mengimpikannya saja, jangan!

Setiap kegagalan adalah pelajaran yang mendorong pengusaha untuk mencoba pendekatan baru yang belum pemah dicoba sebelumnya. Bagi pengusaha sejati, “Berani Gagal” berarti “Berani Belajar”. Dengan gagal dan dengan belajar, pengusaha bertumbuh menjadi orang yang lebih baik dan belajar bagaimana menciptakan kekayaan sejati. Walaupun pengusaha kehilangan kekayaan materi yang telah mereka peroleh, mereka tahu bagaimana menciptakan semua kekayaan itu lagi. Pelajarannya tidak pemah hilang. Sebaliknya, mereka yang tidak pemah mengalami perjalanan yang sulit dan menemukan kekayaan dengan mudah, tidak akan tahu bagaimana menciptakan kekayaan ketika mereka kehilangan. Dengan kata lain, mereka yang tidak gagal tak akan tahu kekayaan sejati.

Gemerlap materi, pada komunitas bahkan kehidupan sosial yang serba benda (materialistis), lebih banyak memperoleh penilaian tinggi. Sebaliknya, siapa pun mengalami kegagalan, sudah mendapat stempel sosial sebagai manusia yang kehilangan harga. The looser dunia usaha, sering menjadi figur yang menghadapi titik balik sikap sosial terhadapnya. Dulu, saat masih jaya, ia banyak rekan dan kolega, setelah gagal dalam usahanya, hampir semua rekan dan kolega yang dulu mendukungnya, menebar senyum ramahnya, bahkan mengajak bermitra, hilang sudah! Akibat cara pandang seperti ini, banyak wirausahawan yang traumatik terhadap kegagalan. Ini, “awal kematian” benih-benih kewirausahaan. Semua pihak harus mengubah sikapnya: doronglah masyarakat menjadi pihak yang turut membangun keberanian banyak orang untuk respek terhadap ikhtiar orang meraih keberhasilan dalam bisnis. Gagal atau keberhasilan, bukan menjadi satu-satunya alasan menghargai atau meremehkan wirausahawan. Tentu, sembari tetap mentransfer sikap-sikap arif, bahwa dalam setiap kegagalan selalu ada pelajaran berharga. Seorang bijak berkata,”sukses hanyalah pijakan terakhir dari tangga kegagalan.”

Kita perlu menggalakkan orang untuk berani mengambil resiko. Hal ini membutuhkan pola pikir yang sangat berbeda. Untuk kita, itu berarti mengabaikan peraturan yang telah berlaku baik selama 30 tahun lebih.

Lee Kuan Yew, mantan PM Singapura

Yang Diperlukan Untuk Menghadapi Kegagalan

Ada banyak pembahasan tentang tips menghadapi kesuksesan. Tetapi bagi kami, sama pentingnya, menyiapkan sejumlah hal untuk menghadapi kegagalan! Billy P.S. Lim, motivator kelas dunia yang berbasis di Malaysia, pernah menanyakan kepada peserta trainingnya tentang satu masalah menarik. ”Mengapa orang akan tenggelam apabila jatuh ke dalam air?”

Berbagai jawaban diberikan tetapi yang paling sering ialah ”Dia tak dapat berenang.” Yang hadir heran, karena Lim menyalahkan jawaban itu. Yang hadir mengira, Lim bercanda. Untuk menyakinkan mereka, Lim memberi contoh kejadian orang tenggelam di air sedalam tiga inci. Akhirnya, ia memberitahu jawabannya, yang akan ia berikan kepada Anda sekarang. Kami kutip pendapat Lim: ”Orang tenggelam karena dia menetap disitu dan tidak menggerakkan dirinya ke tempat lain.”

So? Berapa kali orang jatuh tak jadi soal. Yang penting kemampuannya untuk bangkit kembali setiap kali jatuh.

Ukurannya, Bangkit Lagi

Jangan ukur seseorang dengan menghitung berapa kali dia jatuh, ukurlah ia dengan beberapa kali dia sanggup bangkit kembali. Seseorang yang mampu bangkit kembali setelah jatuh, tidak akan putus asa. Menyedihkan, mendengar bahwa banyak orang seperti mereka, setelah sekali dua kali gagal, memilih untuk menetap di situ dan akhirnya mati sebagai orang yang sebenar-benarnya gagal, tersungkur, dan tidak bangkit lagi.

Apakah kualitas diri kita akan membantu bangkit kembali setelah kita terjatuh? Kualitas diri sendiri adalah sesuatu yang mesti saya sebutkan, karena kalau tidak, makna buku ini tidak sempuma.

”Tidak ada apapun di dunia ini yang bisa menggantikannya. Bakatpun tidak; Banyak sekali orang berbakat yang tidak sukses. Kejeniusanpun tidak; Jenius yang tidak sukses sudah hampir menjadi olok-olokan. Pendidikanpun tidak; dunia ini penuh dengan orang terpelajar. Hanya kemauan dan ketabahan saja yang paling ampuh.”

Ya, ketabahan, yakni kemampuan bangkit kembali untuk kesekian kalinya setelah terjatuh. Dalam benturan antara sungai dan batu, air sungai senantiasa menang bukan dengan kekuatan tapi dengan ketabahan. Seberapa jauh Anda jatuh tidak menjadi masalah, tetapi yang penting seberapa sering Anda bangkit kembali.

Apabila Anda dapat terus mencoba setelah tiga kegagalan, Anda dapat mempertimbangkan diri untuk menjadi pemimpin dalam pekerjaan Anda sekarang. Jika Anda terus mencoba setelah mengalami belasan kegagalan, ini berarti benih kejeniusan sedang tumbuh dalam diri Anda. Seperti Thomas Alfa Edison, saat ditanya, bagaimana ia bisa bertahan setelah ribuan kali gagal? Penemu bola lampu dan pendiri perusahaan kelas dunia, General Electric ini menjawab,

”Saya tidak gagal, tetapi menemukan 9994 cara yang salah dan hanya satu cara yang berhasil. Saya pasti akan sukses karena telah kehabisan percobaan yang gagal.”

Sungai Colorado mengalir tabah terus-menerus, melahirkan Grand Canyon. Charles Goodyear yang tekun, membuahkan ban yang memungkinkan kendaraaan melaju kencang. Tabahnya Wright bersaudara membuahkan pesawat terbang. Bethoven, mengisi dunia dengan musik inspiratif, John Milton membuahkan karya puisi indah yang menyejukkan hati, perempuan tuna netra yang tegar Helen Keller, memberikan harapan kepada semua orang cacat, ketabahan Abraham Lincoln membuatnya terpilih menjadi presiden. Dan, tentu, Thomas Alfa Edison, memberi kita cahaya listrik. Kesuksesan tergantung pada kekuatan untuk bertahan. Kurang tabah merupakan salah satu alasan orang gagal dalam bisnis, politik, dan kehidupan pribadi.

Setiap orang sukses menyatakan bahwa kesuksesan hanya berada di luar ketika mereka yakin idenya akan berhasil.”

Dr. Napoleon Hill

Menarik Hikmah, Jangan Menyerah

Anda tumbuh menjadi semakin dewasa dan bijaksana. Dulu Anda menanggung kegagalan secara pribadi. Ketika kulit Anda mulai berkerut sejalan dengan perjalanan usia, Anda cenderung belajar dari kesalahan - kesalahan Anda

Cheong Chonng Kong

Secara sederhana, kegagalan adalah situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam sesuatu yang positif. Jangan lupa bahwa Amerika Serikat merupakan hasil dari kegagalan total. Karena Columbus sebenarnya ingin mencari jalan ke Asia.

Eugenio Barba.

Mengantisipasi bencana sejak dini, karakteristik seorang entrepreneur. Jangan biarkan kebanggaan dan sentimen mempengaruhi keputusan-keputusan Anda. Sebuah gagasan gagal, adalah pelajaran ada saat untuk bangkit kembali untuk mengejar target-target Anda berikutnya.

Babe Ruth, pemain baseball terkenal, tidak hanya mencetak 714 home run, namun dia juga pernah luput (strike out) 1330 kali.

Ray Meyer, pelatih bola basket legendaris di DePaul University telah memimpin timnya memenangkan 37 musim, kompetisi. Saat timnya kalah, setelah kemenangannya yang ke-29, dia ditanya bagaimana perasaannya. “Luar biasa!” katanya. “Sekarang kami dapat mengkonsentrasikan diri bagaimana memenangkan permainan daripada memikirkan kekalahan ini.”

Kegagalan, jangan biarkan sebagai sesuatu yang final. Entrepreneur sejati, memandang kegagalan sebagai awal, batu loncatan untuk memperbaharui kinerja bisnis mereka di masa mendatang. Pemimpin tidak menghabiskan waktunya memikirkan kegagalan.

Untuk memicu kesiapan mental Anda, kita belajar dari cerita tentang seorang eksekutif IBM yang memiliki prospek cerah. Ia baru saja melakukan kesalahan transaksi yang merugikan perusahaan jutaan dollar. Thomas J. Watson, pendiri IBM, memanggil eksekutif muda itu ke kantornya. Spontan eksekutif itu berkata.

“Saya tahu Anda pasti meminta saya mengundurkan diri, bukan?”

”Anda tidak perlu cemas. Kami baru saja mengeluarkan jutaan dolar untuk mendidik Anda!” Begitu jawab Watson.

***

Perusahaan seperti milik kami harus menciptakan suasana di mana orang-orang tidak takut mengalami kegagalan. Ini berarti kami menciptakan sebuah organisasi dimana kegagalan tidak hanya ditoleri tetapi ketakutan dikritik karena menyampaikan gagasan bodoh juga dihilangkan. Jika tidak, maka banyak orang yang merasa cemas dan tidak nyaman. Dan gagasan-gagasan brilian yang sangat potensial tak akan pemah terucapkan dan tak akan pemah terdengar. Kegagalan masih bisa ditolerir selama itu tidak menjadi kebiasaan.

Michael Eisner, Walt Disney Corp.

Jadi? Ya, gagal bukan kiamat bisnis, tapi jangan kelewatan. Apalagi menjadi “kebiasaan”. Kerjakan yang mampu dilakukan, semakin terbatas sumber dana, Anda patut semakin bijaksana. fahami, kapan harus meminimalisasi kerugian.

Bila Jatuh, Cepatlah Bangkit

Di dunia kerja, yang disebut masalah sesungguhnya adalah kesempatan yang menunggu, dipungut.

Henry J. Kaiser

”Bagi saya pribadi, krisis Asia telah berakhir pada saat dimulainya persaingan untuk mendapatkan hotel Regent Bangkok pada bulan Maret 1999. Setelah melewati masa-masa sulit selama dua tahun sebelumnya, mendadak saya memutuskan mengikuti lomba balap Ferari di Perancis serta bersaing di ring dengan Goldman Sachs Co., salah satu bank investasi terbesar dunia.”

William E. Heinecke, konglomerat Thailand

Pembaca, saat banyak konglomerat bangkrut dan bank-bank mengalami kegagalan di Thailand, tujuh hotel milik Heinecke, restoran siap saji dan perusahaan lainnya terus berusaha keras keluar dari krisis serta berusaha mendulang keuntungan di tahun 1998. Meskipun banyak analis meramalkan tentang pertumbuhan ekonomi pada tahun 1999 dan menguji Baht Thailand, tidak banyak perusahaan yang bisa menandingi kemampuan kerja kelompok bisnis Heinceke.

Fantastis, hotel Heinecke mengalami kenaikan 24%, 246 restoran kelompok bisnisnya menarik lebih dari tak kurang dari lima juta pelanggan! Pada tahun 1997 kelompok perusahaan Heineke mengalami kerugian 1 milyar baht, tetapi setahun kemudian tiga perusahaannya yang telah go public, mendapatkan keuntungan bersih 500 juta baht, pada triwulan pertama tahun 1999, keuntungannya lebih banyak lagi.

Belum yakin, kegagalan, hanyalah sebuah tikungan tajam yang menuntut ”kendaraan” usaha, sedikit mengurangi kecepatan, lalu di depan, begitu melihat ”jalan mulus peluang”, Anda bisa menebusnya dengan kecepatan yang lebih tinggi. Bisnis Heinecke di Thailand, saat ini benar-benar telah pulih.

Regent Bangkok, salah satu hotel terbesar di Asia, tingkat huniannya tetap tinggi. Saat itu, Regent di bawah kontrol beberapa perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan dan manajerial seperti halnya perusahaan-perusahaan lainnya di Thailand sehingga mereka berusaha untuk menjual saham Regent. Regent dimiliki oleh Rajadamri Hotel Company yang kemudian 32% sahamnya dimiliki oleh sebuah perusahaan Jepang yang telah bangkrut yang diwakili oleh sebuah bank Jepang yang cukup besar.

Masih ada lagi faktor lain yang lebih penting. Rajadamri Hotel Company juga memiliki 26% saham hotel bintang lima milik Heinecke, di Thailand Utara, Regent Chiang Mai. Heineke enggan menjualnya pada orang asing karena ia tak ingin ada orang asing menguasai tanah keramat itu. Bagi Heinecke, ikut ambil bagian dalam kepemilikan saham Regent Bangkok yang dijual pada awal tahun 1999 merupakan tindakan yang tepat, setelah sebelumnya ia sudah memiliki saham Regent hampir 29%.

Apa kata Heineke tentang pelintasan bisnisnya yang penuh tikungan di masa krisis ini?

“Ini adalah persaingan dimana saya harus mengeluarkan segala strategi dan kemampuan yang telah saya pelajari : mempercayai intuisi, menggunakan jaringan kerja kontrak yang mapan, menggunakan sejumlah pakar dan merencanakan strategi-strategi dalam situasi yang selalu berubah cepat jika diperhatikan, persaingan ini merupakan mikrokosmos semua strategi. Saya berusaha menguji kemampuan saya dengan lawan-lawan yang benar-benar tangguh. Goldman Sachs, salah satu grup investasi terkuat di dunia ini, merupakan pemegang saham individu terbesar Regent Bangkok, tapi itu tidak berarti bahwa mereka bisa berbuat sesuka hatinya. Saya kira bagi seorang yang tidak lulus perguruan tinggi, hasil seperti ini sudah cukup memuaskan”.

Bila Semuanya Gagal

Tekun, mengerahkan segenap daya, dan masih gagal juga. Apa yang harus kita lakukan?

Saat gagal menimpa, kendati lelah dan kecewa berat, jangan matikan energi kreatif Anda. Tetaplah berpikir kreatif. Sempurnakan produk yang ada, atau hasilkan produk baru atau usaha baru yang mungkin belum terpikirkan.

Jangan terpaku pada karier dan keterampilan yang dimiliki, yang terlalu lama bersandar pada lingkungan di mana kita dibesarkan atau selama ini bergulat. Kadang kala apabila seseorang gagal setelah berusaha dengan tabah dan mengerahkan sepenuh tenaga untuk sekian lama, mungkin tiba saatnya ia mengkaji kembali bidang yang digeluti dan menilai apakah ia mampu untuk mendapatkan apa yang dinginkannya di bidang tersebut.

Banyak cara untuk mencapai tujuan hidup. Sebagian lebih cepat atau lebih lambat daripada yang lain. Sebagian kurang berisiko tetapi lebih lambat daripada yang lain.

Saran kami, janganlah terlalu kaku mengatakan bahwa Anda tidak bisa berubah. Kami sendiri, kerap berubah seiring dengan perkembangan in put dan stimulasi kondisi di sekitar kami. Tanpa itu, bagaimana mungkin kami menyusun sebuah buku, memberi pencerahan bagi banyak orang?

Kadang kala dalam kehidupan kita terpaksa menekuni bidang usaha yang berlainan dan kita mesti menyesuaikan segala keterampilan dan bakat yang tidak kita peroleh dari bidang-bidang usaha di masa lalu. Lalu? Salurkan kekuatan itu di bidang usaha yang baru. Mungkin, kita dipaksa mempelajari keterampilan baru, sebagai konsekuensi menghadapi tantangan serba-baru itu.

Pernahkah Anda bertanya bagaimana orang Jepang bangkit kembali dari kehancuran PD II untuk menjadi pengusaha ekonomi yang unggul saat ini? Dulu, produk Jepang sempat dinilai murahan, tidak berkualitas, dan stigma jelek lainnya. Tapi sekarang, sulit bagi kita untuk hidup tanpa barang-barang buatan Jepang di dalam rumah kita. Ini tidak hanya berlaku di Negara kita saja, tetapi bahkan di seluruh dunia.

Orang-orang Jepang tidak menciptakan mobil. Tidak juga kamera, kulkas, televisi, AC, mesin cuci, penghisap debu, film atau system perangkat audio berkualitas tinggi. Mereka tidak menciptakan banyak benda. padahal yang mereka lakukan ”hanyalah” meniru.

Hakikat :peniruan ala Jepang”, sarat pesan penting bagi calon entrepeneur. Di sana ada proses penyempumaan tanpa kenal lelah, sampai akhirnya ”tiruannya” lebih baik dari aslinya! Mereka menggunakan ”kreativitas” untuk menyempumakan barang yang sudah ada. Tak ada yang membantah, Jepang meraih suksesnya. Kultur entrepreneurship tumbuh subur di sana, menyebar menguasai dunia.

Jika Anda menyadari bahwa Anda tidak berhasil mencapai tujuan Anda pada suatu pekerjaan di mana Anda telah dilatih untuk melakukannya, latihlah atau lengkapi diri Anda dengan pekerjaan yang memberi peluang meraih yang lebih baik di masa depan. Janganlah gantungkan diri Anda pada satu keterampilan saja. Sebagai manusia, Tuhan memberi kita kemampuan untuk mempelajari keterampilan baru dan menerjuni bidang usaha lain. Jangan ”hidup-mati” Anda gantungkan pada satu bidang saja. Orang lain bisa sukses. Anda tentu juga bisa. hanya saja, ada yang lekas tercapai, ada yang masih berliku.

”Jangan malu karena gagal, …seperti Christopher Colombus.”

”Ketahuilah apa yang akan Anda lakukan, lakukanlah dan jangan menunda kembali. Jika Anda membuat kesalahan, buatlah kesalahan yang hebat. Seperti orang yang sampai di persimpangan jalan dan bertanya,”Arah manakah yang perlu saya tuju, arah sana atau sini?” Pergi saja! Pilih satu arah dan pergilah. Unsur masa itu pasti ada. Segala sesuatu mempunyai waktu dan tempat yang wajar.”

Gum Rutt

Tengok kiri-kanan Anda. Produk Cina, membanjiri negeri ini. Bayangkan, seperti apa sepuluh atau duapuluh tahun yang akan datang? Akankah ini kita terima sebagai ”keharusan ekonomi”? Tidakkah Anda mulai berpikir hal yang sebaliknya? Anda bisa!

Jumat, Desember 19, 2008

Pengantar Pernik Kehidupan

Beberapa hari belakangan ini saya diminta untuk membuat tulisan dengan tema kehidupan sehari-hari. Alasannya karena dalam mengisi pelatihan dan bedah buku, saya bisa memberikan penggambaran berbeda dalam suatu peristiwa atau masalah kehidupan yang dianggap sederhana menjadi pelajaran yang bermakna. Maka gayung yang di lontarkan ini akan saya sambut dengan mencoba membuat tulisan-tulisan mengenai kehidupan sehari-hari dan mengambil hikmah darinya. Mohon doanya.

Senin, November 10, 2008

Orang Hebat Tergerak Untuk Membangun The Dream Team


Dekade 90-an kita dibuat terkesima oleh kepiawaian pebasket-pebasket Amerika mengalahkan pebasket seluruh dunia. Negeri Paman Sam itu kemudian menjadi pusat perhelatan kejuaraan basket yang menyedot perhatian peminat basket di seluruh dunia. Mereka berhasil mengangkat citra NBA Competition menjadi mendunia. Anak-anak remaja hapal di luar kepala dan menjadikan idola para jawara basket mereka, dari Michael Jordan sampai Cobe Bryant. Mereka memberi nama para jawara itu dengan julukan The Dream Team.

Seingat saya, inilah awal mula the dream team menjadi nge-trend di seluruh dunia. Demi menunjukkan semangat kompetisi. Semangat kebersamaan. Semangat kebanggaan. Semangat juara. Semangat kemenangan, banyak group, kelompok, atau bentukan sejenis menamai diri mereka sebagai the dream team. Julukan ini kemudian menjadi lekat dengan keseharian kita - tidak hanya dalam olah raga tapi - dalam aktivitas kerja sama, organisasi, organiaksi, dll. Team impian! sebuah julukan yang padanya diembankan mimpi, cita-cita, dan harapan para anggota dan pendukungnya.

Team impian. Bayangan kita, di dalamnya pastilah berisi orang-orang yang hebat. Para jawara. Para idola. Yang menjadi orang pertama diantara sesamanya (primus interparest). Pertama dalam prestasi. Pertama dalam kualitas. Dan pertama dalam kelebihan-kelebihan lainnya. Mereka bersatu untuk mengagregasikan potensi menjadi kekuatan aksi yang luar biasa. Kinerja team, tidak lagi bersifat penjumlahan yang linear. 1 + 1 tidak lagi sama dengan 2 melainkan bisa 3, 4, 5, dan seterusnya. Team bukan penjumlahan individu hebat menjadi sekian individu hebat. Tapi team merupakan kolektifitas kualitas yang bekerja mengahasilkan x pangkat.

Darinya dapat ditarik dua buah pemahaman sebagai berikut: Pertama, orang hebat bertemu orang hebat lalu bersepakat membangun sebuah team menghasilkan hebat pangkat sekian – bukan dua orang hebat. Sehingga team memiliki kekuatan yang berlipat dalam menggerakkan dan memberi arah perubahan, lebih dari yang bisa dilakukan individu per individu. Kedua, tiap-tiap individu yang tergabung dalam team mendapatkan insentif peningkatan kualitas hasil dari relasi yang saling take and give diantara sesama orang hebat di dalamnya. Motto untuk pemahaman yang pertama kira-kira adalah Together Everyone Can Do More. Sementara motto untuk pemahaman yang kedua - tersusun dari arti huruf TEAM - yaitu Together Everyone Achieves More.

Together Everyone Can Do More. Motto ini menandai sebuah semangat perbaikan dan kemajuan kolektif. Betul bahwa perbaikan harus dimulai dari diri sendiri (starting from self), tapi seterusnya untuk menggerakkan perbaikan dalam ruang yang lebih luas kolektifitas menjadi keharusan. Orang hebat begitu selesai mengoptimalkan potensi diri (baca: mampu memberi teladan) bergabung dengan orang hebat lainnya, membangun sebuah team - the dream team - dan memulai kerja-kerja untuk perbaikan.

Pemahaman di atas sejalan dengan pengertian mujaddid (pembaharu) dalam arti: sosok pribadi yang berusaha melejitkan potensi dirinya dan menggerakkan orang-orang di sekitarnya (dalam kerangka kolektif) menjadi lebih baik. Contoh paling baik dan aktual dari semangat kolektifitas ini adalah Gema Nusa (Gerakan Membangun Nurani Bangsa?) yang dipelopori oleh Aa Gym. Orang-orang hebat selayaknya ikut membangun dan bergabung dengan gerakan semacam ini.

Together Everyone Achieves More. Bukannya mengurangi kelebihan masing-masing, sebuah team menjadikan setiap orang hebat yang tergabung di dalamnya menjadi semakin hebat. Motto tersebut mengandung semangat kebersamaan dan persaudaraan yang saling menyempurnakan. Team membuat yang tidak kenal menjadi saling kenal. Setelah kenal lalu saling mamahami. Setelah paham lalu saling menolong. Setelah itu lalu saling melengkapi dan menyempurnakan. Bersamaan dengan proses itu terjadi transfer of knowledge, share of vision, transfer of skill, dan transfer of experience yang memperkaya masing-masing individu.

Orang hebat akan selalu tergerak untuk membangun team, the dream team. Mereka sadar akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus: Pertama, kerja untuk kemajuan dan perbaikan menjadi lebih mudah, efektif, dan efisien. Dan kedua, mereka mendapatkan insentif peningkatan kualitas diri dan proses self upgrading menjadi semakin mudah. Mereka makin hebat dan terus hebat. Mungkin ini yang disinyalir oleh Nabi sebagai: Innal barokata ma'al jama'ah. Sesungguhnya berkah (Alloh) ada pada jamaah (team).

Orang Hebat Terbuka Pada Perubahan

We are shaping the world faster than we can change ourselves
and we are applying to the present the habits of the past.
-- Winston Churchill

Ada satu hukum alam yang tidak pernah berubah, yaitu perubahan itu sendiri. Perubahan lahir sebagai respon alami menghadapi masa depan yang penuh misteri, terra incognita, kata Alvin Tofler. Siapa yang tidak berubah dalam dunia yang terus berubah, ia akan menjadi korban pertama dan utama dari sejarah manusia. Yesterday is history, tomorrow is mistery. Change is a must.

Sekedar menggambarkan, dalam dunia yang terus bergerak, kita mengenal banyak sekali istilah baru untuk menengarai perubahan ini: clazh of civilization, new economy, knowledge management, knowledge society, learning organization, network organization, crazy organization, virtual organization, bahkan virtual state, dan seterusnya. Isu-isu tidak lagi bersifat domestik-lokal, tetapi merupakan wacana global yang menembus batas-batas konvensional, borderless.


Informasi berseliweran tak terbatas. Pengetahuan tersebar luas. Namun sungguh ironis, tetap saja kita selalu gagal memprediksi masa depan yang lebih baik. Overloud informasi justru menjadikan kita gagap dalam memilih dan memilah mana yang bermanfaat bagi kita dan masa depan dan mana yang tidak bermanfaat. Dalam kondisi seperti ini, tepat apa yang diungkapkan oleh Winston Churchill di atas, dunia bergerak terlalu cepat melebih kecepatan manusia (pada umumnya) untuk berubah ¬– dalam cara fikir dan cara kerja. Artinya, kita bergerak terlalu lambat (to late and to litle)

Satu hal yang dapat kita deteksi dari proses perubahan ini, kita memasuki abad pengetahuan (knowledge age). Dengan demikian ia menuntut perubahan yang cepat pada struktur alam pikiran kita tentang apa, mengapa, dan bagaimana (selanjutnya) berbagai peristiwa terjadi dan interkorelasi satu dengan yang lainnya.

Dalam dunia semacam ini, SDM dan isi dibalik kepala (brain) dan kesadarannya (conscience) menempati posisi tertinggi dalam piramida aset. Manusia menjadi aset terpenting, karena itu pendekatannya mestinya efektivitas. Ini berbeda dengan aset lain dimana justru dibutuhkan pendekatan efisiensi. Makanya, saya heran pada negara ini, yang mengalokasikan budget untuk pendidikan sedemikian kecilnya. Pemerintah terjebak, menggunakan pendekatan dan pertimbangan efisiensi untuk urusan investasi SDM.

Demikian juga dengan masyarakat kebanyakan, tidak sedikit dari mereka yang kaya raya, namun enggan menanamkan uang untuk investasi SDM, mereka lebih suka berinvestasi untuk perusahaan, untuk barang, dan untuk uang itu sendiri (money for money). Betapa sedikit dari orang-orang kaya yang mendermakan hartanya untuk kemajuan SDM: mendirikan lembaga pendidikan berkualitas, memberikan beasiswa, dan sejenisnya. Dalam kondisi budaya masyarakat semacam ini, jauh panggang dari api berharap kita mampu berkompetisi di abad penetahuan dan informasi saat ini.

Secara individual, hendaknya setiap orang menyadari: Pertama, setiap orang adalah pemimpin. Kedua, setiap pemimpin (harus) menguasai perubahan. Dan ketiga, penguasaan atas perubahan mensyaratkan pemahaman atas tren mutakhir dalam arus besar di zamannya. Sekarang abad pengetahuan dan informasi. Seorang pemimpin di abad ini harus mampu mengadopsi dan mengembangkan nilai-nilai baru yang relevan dengan arus besar pengetahuan dan informasi. Pada abad ini, mengutip Andreas Harefa, pemimpin harus menjadi knowledge leader.

Kata "knowledge" atau "pengetahuan" tidak saja bermakna teori-teori dan konsep-konsep yang abstrak sebagaimana dipelajari di universitas atau sekolah bisnis konvensional-klasikal, melainkan juga keterampilan atau kompetensi tertentu, kemampuan melakukan tugas dan tanggung jawab kepemimpinan, termasuk kemampuan mengelola pengetahuan pada tingkat korporasi (knowledge management).

Pemimpin pada abad ini, meminjam konsep Kouzes-Posner dalam The Leadership Challenge, berperan utamanya dalam: challenging the process, inspiring a shared vision, enabling others to act, modelling the way, and encouraging the heart.

Dalam keadaan bangsa yang bingung kepada siapa teladan seorang pemimpin diperoleh saat ini, konsep Kouzes-Posner di atas, hendaknya membenam dalam setiap individu masyarakat. Kita yang harus mengambil peran-peran itu, dalam lingkup aktivitas dan kompetensi masing-masing. Untuk mengambil peran itu, pertama-tama, kita perlu membuka gembok-gembok psikologis di kepala kita – gembok yang selama ini membuat kita jumud, tertinggal, dan terbelakang – menjadi kita yang “BISA!,” “BERUBAH!,” dan “LEBIH BAIK!.”

Kedua, kita harus segera melakukan benchmarking – menyelaraskan diri – dengan kemajuan pengetahuan dan informasi. Kuasai pengetahuan, keterampilan, karakter dasar untuk dapat hidup, bergerak dan menggerakkan, di abad ilmu dan informasi ini. Belajar, membaca, berkarya dari dan untuk kemajuan ilmu dan informasi menjadi sebuah keharusan. Kemajuan dan perubahan menuntut kita untuk tidak lagi hidup dalam tempurung (alias jago kandang), yang sering berwujud nyata dalam egoisme kelompok, golongan, partai, kesukuan, bangsa, dan seterusnya.

Inilah tanggung jawab pemimpin di abad ini – belajar menjadi manusia universal yang menguasai kemajuan masyarakatnya: challenging the process, inspiring a shared vision, enabling others to act, modelling the way, and encouraging the heart. Selamat.

Orang Hebat Sadar Diri


Coba sebutkan siapa saja sosok yang muncul di benak Anda ketika diminta menyebut beberapa nama orang hebat? Karna apa? Atas dasar apa? Mungkinkah karna bakat, potensi, dan bukti prestasi atau karya-karyanya sehingga mereka dikatakan hebat. Ataukah karna kebaikan, ketulusan, dan teladan dirinya yang menjadikan mereka hebat. Anda benar, meraka hebat atas dasar itu semua. Dan satu hal, mereka sadar diri atas capaian mereka selama ini. Yah, orang hebat adalah orang yang sadar diri.

Kesadaran diri adalah ujung pangkal pengelolaan diri meraih prestasi. Jamak bagi kita bahwa prestasi melekat dalam pribadi orang hebat. Mereka sadar sebelum akhirnya menyadarkan. Mereka tergerak sebelum akhirnya menggerakkan. Mereka show sebelum akhirnya share. Sadar adalah sebentuk terma untuk menengarai kekuatan. Kekuatan pengubah dari lemah menjadi kuat dan hebat, dari biasa menjadi luar biasa, dari nobody menjadi somebody. Sadar berarti sepenuh akal dan sepenuh hati dalam berfikir, bersikap, dan bertindak. Sadar berarti memahami bahwa ada ruang pilihan diantara stimulus dan respon. Orang sadar menjadi sangat otonom, sangat merdeka, dan sangat berkuasa. Berkuasa atas pilihan-pilihan hidupnya.

Sadar diri memiliki dua dimensi. Satu dimensi "Aku" yang berorientasi ke dalam. Dan satunya dimensi "Mereka" yang berorintasi ke luar. Yang pertama adalah produk keakuaan (ego) yang selalu diawali dengan pertanyaan "Siapa Aku?". Lalu menyembul darinya pertanyaan-pertanyaan lainnya dan berujung pada sesosok pribadi yang memiliki "Konsep Diri." Dengan "Konsep" ini, diri mereka bukan hanya seonggok daging bertulang yang hidup dan melakukan aktivitas kehidupan. Namun, dengannya, mereka menjadi "hidup" memancarkan pesona rasa, kata, dan karya yang terberdaya. Ada pengakuan disana - pengakuan dari sesamanya - bahwa mereka punya selera rasa, kata, dan karya yang luar biasa. Artinya mereka bisa menunjukkan kepada dunia "keakuannya" dalam bentuk prestasi yang mungkin hanya berada dalam ruang-ruang idealita orang kebanyakan.

Sementara dimensi yang kedua, adalah produk dari interaksinya dengan banyak "Aku" di luar dirinya. Bentuknya bisa macam-macam: sinergi-kompetisi, memuliakan-menjatuhkan, pertemanan-permusuhan, dll. Orang-orang hebat memilih jalan manusia bertanggung jawab. Tidak sekedar tanggung jawab dari dan untuk dirinya, tapi juga tanggung jawab dari dan untuk kemanusiaan yang luas. Artinya begini, orang hebat selalu berfikir manfaat suatu perbuatan bukan hanya buat-"ku", tapi juga buat "mu" dan "mereka." Selalu ada ruang yang luas bagi kemajuan bersama orang-orang di sekitarnya.

Orang hebat memang memiliki "keakuan" yang kuat. Yang darinya menyembul berbagai pesona diri berupa rasa, kata, dan karya yang luar biasa. Namun, "keakuannya" selalu seiring dengan keinginannya untuk melihat potensi-potensi "aku" di luar dirinya juga berkembang. Maka orang hebat memilih jalan sinergi daripada kompetisi, pertemanan daripada permusuhan, memuliakan daripada menjatuhkan dan jalan-jalan lain yang memungkinkan semua potensi terberdaya dan memberdayakan. Orang hebat sadar dirinya - demikian juga orang lain - punya karunia bakat, talenta, dan potensi yang luar biasa. Ia berusaha mencari, menggali, menemukan, dan mengembangkan ketiganya dan dengan kesadaran penuh mengabdikannya untuk memenuhi risalah penciptannya: ibadah, menyempurnakan akhlaq, dan memakmurkan dunia.

Orang Hebat Punya Keyakinan Yang Kuat


Menurut Anda apa yang membuat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali berlaku zuhud, wara', dan amanah selama memegang imamah? Menurut Anda apa yang menyebabkan Bilal bin Rabah begitu tabah dalam penyiksaan majikannya di awal ia berserah (islam)? Menurut Anda apa yang menyebabkan Umar bin Abdul Aziz demikian bisa berbuat adil pada rakyatnya ketika ia berkuasa memimpin Bani Umayyah. Padahal godaan duniawi begitu menguat pada masa hidupnya. Mengapa mereka memilih jalan itu, bukan jalan sebaliknya?.

Merekalah generasi pertama umat ini yang menorehkan cerita kemulian Islam di masanya. Merekalah orang-orang yang merasakan tarbiyatun nabi. Diluar kelebihan fisik dan materi, pada awalnya, mereka adalah manusia biasa. Namun kemudian berhasil menjelma menjadi manusia-manusia hebat di panggung sejarah umat. Kekuatan apa yang mampu mengubah mereka?. Dari biasa menjadi luar biasa!. Kekuatan itu adalah kekuatan "keyakinan", kekuatan "iman", kekuatan "aqidah."

Keyakinan adalah dasar kita berbuat dan melakukan sesuatu. Keyakinan sekaligus sumber semangat dan motivasi. Anda bisa bayangkan perbuatan yang dilakukan dengan keyakinan yang kuat. Ia akan memiliki daya yang luar biasa. Ia akan memenuhi hasilnya. Di sini keyakinan merupakan produk pikiran yang diterjemahkan menjadi ketetapan di hati serta berbuah sikap dan perbuatan. Pikiran mencerna setiap pilihan kita atas segala sesuatu. Ia mempertarungkan logika-logika akal sampai pada kesimpulan yang kita anggap 'benar.' Inilah fase ilmu dalam ruang pikiran kita. Fase ini membuahkan pemahaman yang menjadi bahan pertimbangan bagi semua ketetapan hati. Ketetapan hati yang didasarkan pada ilmu, pada pengetahuan, pada pemahaman sehingga hati tidak menjadi buta.

Di dalam hati, rekomendasi pikiran tidak serta merta diterima. Ia harus melalui screening nurani - membran azali nan fitri - yang dimiliki oleh semua manusia yang terlahir di dunia. Nurani inilah yang akan menentukan "Yes" or "No" semua rekomendasi pikiran atau akal. Logika-logika akal harus menyesuaikan diri dengan suara-suara hati nurani. Pertanyaan, mengapa A bukan B, dijawab secara rasional ilmiah oleh akal. Sementara, untuk menguak rahasia hikmah dibalik A dan B, hati nurani punya jawabnya. Inilah yang disimpulkan oleh pakar-pakar majamen qolbu sebagai "ketertundukan akal pada hati." Benar, kita berpijak pada pengetahuan dan pemahaman yang diproduksi akal-pikiran. Tapi, ia tak boleh melupakan apalagi menafikan suara-suara hati nurani. Dari sanalah menggumpal keyakinan - dasar kita percaya, bersikap, dan berbuat.

Jadi rumusnya kira-kira begini: Pilihan - Pikiran - Hati (Nurani) - Ketetapan - Keyakinan - Amal perbuatan. Rumus inilah yang selalu digunakan oleh orang-orang hebat. Sehingga pribadinya mantab. Perangainya kuat. Pilihan dan sikap hidupnya kokoh. Jarang sekali goyah, apalagi mengalami syndrome kepribadian pecah (split of personality). Narasinya kira-kira begini: Orang hebat memilih berdasarkan pertimbangan akal dan hati. Pertimbangan akal dan ketetapan hati menghasilkan keyakinan. Atas dasar keyakinan, pilihan menjadi mantab, kuat, kokoh dan full of energy.

Inilah pilihan yang selalu berbuah prestasi dan kemuliaan. Seperti pilihan para khalifah ar-rasyidun untuk melanjutkan risalah sekaligus menjadi pelayan umat. Hingga Islam sempat menggapai puncak-punjak kejayaan dan kemuliaan. Pilihan Bilal yang selalu berucap "Ahad" tatkala siksa mendera. Atas pilihannya itu, takdirnya beroleh surga firdaus menjadi cerita resmi bagi generasi tabiin - syahdan bunyi terompahnya terdengar oleh Nabi di surga. Layaknya juga pilihan Umar bin Abdul Aziz yang dalam 2,5 tahun masa kepemimpinannya tiada lagi dapat ditemukan orang-orang yang layak disedekahi. Subhanalloh.

Orang Hebat Pandai Bersyukur


Untuk mencapai tujuan kebermaknaan hidup, keterampilan dan kepandaian mensyukuri, baik nikmat maupun musibah, mempunyai porsi khusus dalam laku kehidupan setiap orang. Syukur adalah amal yang terlaksana di balik keikhlasan setiap orang dalam memaknai perolehan (hasil) yang telah diusahakannya serta kejadian yang menimpanya. Amalannya berupa: Pertama, amal kesadaran dan ucapan untuk memuja-muji Rabbi, Sang pemilik hidup dan penggenggam nasib setiap manusia. Kedua, amal komitmen dan perbuatan untuk memaksimalkan sumber daya dan potensi diri. Ketiga, amal perbuatan untuk berbagi dengan sesama - berbagi kesuksesan dan kebahagiaan. Jika syukur adalah pusatnya, maka cabangnya adalah kerendahan hati (tawadlu), kesederhanaan (qana'ah), dan kesungguhan (ijtihad).

Syukur. Inilah salah satu kualitas insani yang paling tinggi, yang sekaligus menandakan kedewasaan seseorang dalam pilihan-pilihan sikapnya. Keterampilan dan kemampuan bersyukur menempati puncak tujuan hidup yakni transendensi diri (spiritual/hidup bermakna). Orang yang pandai bersyukur berarti memiliki kemampuan dalam mengambil jarak (the ability to detach) atas berbagai kejadian: susah-senang, duka-bahagia, nikmat-musibah, sukses-gagal, pujian-makian, dll. Sehingga hati dan pikiran mereka jernih, pertimbangan mereka rasional dan objektif, yang berbuah penyikapan positif atas kejadian-kejadian yang menimpa mereka tersebut.

Orang yang bersyukur membingkai cara pandang mereka terhadap berbagai hal dengan pandangan yang positif dan optimis. Mereka sadar, susah-senang, duka-bahagia, nikmat-musibah, sukses-gagal, pujian-makian adalah kekayaan kehidupan yang sama-sama berguna. Ketika sukses beroleh nikmat, senang dan bahagia temannya. Tatkala gagal dan menerima musibah jangan lupa kita sedang diproduksi jadi dewasa. Karna senang kita tertawa, tapi susah membuat kita semakin giat berusaha. Bahkan, musibah dan kesulitan sering membuka mata hati kita yang kadang tak terketuk oleh kegembiraan dan suka cita. Sementara itu, pujian adalah sumber motivasi. Dan makian adalah palu godam yang membuat sang kepribadian menjadi kuat.

Mereka yang telah sampai pada kesadaran di atas merasakan hidupnya demikian berharga. Hidupnya kian bermakna. Hingga tanpa harus dipaksa meluncurlah ucapan syukur alhamdulillah, puji Alloh atas karunia hikmah di balik setiap nikmat ataupun musibah. Kekuatan hamdalah memancar dalam sikap hidup mereka. Awalnya terbersit dalam hati, terpatri dalam pikiran, terucap dengan lisan, lalu terbiasa, berbuah sikap, dan terbentuklah karakter. "Aha! alhamdulillah, ini menjadikanku semakin kuat dan teruji!" Demikian kira-kira ungkapan mereka ketika menerima kesulitan atau kesusahan. "Alhamdulillah, aku jadi teringat, jarang sekali diri ini bersedekah." Begitu mereka tersadar tatkala menerima musibah, kecurian atau kecopetan, misalnya, dll.

Selain mengambil jarak, syukur menjadikan mereka punya waktu luang untuk mengevaluasi diri. Evaluasi yang berbuah komitmen. Komitmen memperbaharui diri dan melejitkan potensi menjadi prestasi terbaik. Terbaik dalam setiap aktivitas di berbagai peran yang dimainkan. Terbaik menjadi suami atau istri. Terbaik menjadi ayah atau ibu. Terbaik menjadi anak. Terbaik di kantor. Terbaik di kampus. Terbaik di organisasi, dan seterusnya. Motto mereka kira-kira begini: Better is not enough, when the best is expected. Dan inilah bukti syukur yang terlaksana.

Selanjutnya, para ahli syukur menyadari bahwa apa yang mereka peroleh bukan semata-mata kerja individual mereka. Selalu ada peran dan kontribusi orang lain di dalamnya. Ini menjadikan mereka selalu tawadlu atau rendah hati. Sehingga, ketika sukses, ketika beroleh nikmat dan kebahagiaan, tidak lantas menjadikannya sombong dan besar kepala. Bahkan, ada semacam desakan untuk segera membagi kesuksesan dan kebahagiaan itu kepada orang lain.

Berbagi. Orang yang pandai bersyukur tak pernah betah berlama-lama menikmati kesuksesan dan kebahagiaan sendirian. Segera mereka panggil orang-orang yang membutuhkan. Menikmati bersama kesuksesan dan kebahagiaan itu. Cukuplah si ahli syukur dengan itu. Dan ia bersiap-siap kembali menggali potensi, mengejar prestasi dan mimpi-mimpi. Demikian siklus itu terus berputar memproduksi kebahagiaan si ahli syukur setiap saat dalam situasi dan kondisi apapun.

Orang yang pandai bersyukur adalah orang hebat. Mereka memaknai berbagai peristiwa melampaui sekat-sekat egosisme diri yang konon punya keinginan tak terbatas. Mereka pandai bersyukur karena mereka berlatih setiap saat. Mereka selalu membuat daftar pertanyaan, apa yang membuat mereka harus bersyukur hari ini? Hasilnya? Fantastis! Mereka menemukan banyak sekali! Bahkan, termasuk di dalamnya: musibah, kesusahan, kesulitan, kegagalan, dan makian.

Sekarang coba Anda buat daftar serupa! Apa yang membuat Anda harus bersyukur hari ini? Saya yakin Anda akan merasa malu dan kecil sekali di hadapan-Nya seraya berseru segala puji milik Alloh, Rabb alam semesta.

Orang Hebat Menganggap Penting Setiap Orang

Mengapa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial? Karena manusia hidup bersama dan saling membutuhkan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, apakah kebutuhan fisik, emosi, sosial, maupun spiritual. Manusia tidak dapat hidup soliter - menyendiri, dikucilkan, atau mengucilkan diri. Manusia butuh orang lain. Karena esensi kebahagiaan membutuhkan orang lain sebagai tempat curahan cinta, kasih, dan amal. Sehingga penguasaan cara-cara membina hubungan dengan orang lain, pada prinsipnya, akan mengantarkan kita pada puncak-puncak kesuksesan dan kebahagiaan.

Sejumlah penelitian ilmiah membuktikan bahwa jika anda mempelajari cara membina hubungan dengan orang lain, berarti anda sudah menempuh 85% dari perjalanan menuju kesuksesan - terutama dalam bisnis, pekerjaan, atau profesi apapun, dan sekitar 95% dari perjalanan menuju kebahagiaan pribadi. Penelitian lain membuktikan, penyebab 90% orang gagal dalam kehidupan adalah kegagalan dalam membina hubungan baik dengan orang. Maka dari itu, dalam agama Islam ada anjuran untuk melakukan silaturahmi - beserta paparan keuntungannya, antara lain: memperpanjang umur, menambah rizki, memperlancar jodoh, dan lain-lain. Mengapa bisa? Karna silaturahmi esensinya adalah membina hubungan dengan orang lain. Membina hubungan, seperti juga kepemimpinan, ada seninya. Nah, jika kita mampu menguasai seninya, maka tangga-tangga kesuksesan dan kebahagian orang-orang hebat setapak demi setapak akan kita lalui.

Les Giblin dalam The Art of Dealing With People menyederhanakan seni membina hubungan dengan orang lain sebagai cara membina hubungan dengan orang yang akan memberi kita kepuasan pribadi dan, pada saat yang sama, tidak menyakiti ego (konsep diri) orang lain. Menurut Giblin hubungan antar manusia adalah ilmu membina hubungan dengan orang sedemikian sehingga ego kita dan ego mereka tetap utuh. Dan ini merupakan satu-satunya cara untuk berhubungan baik dengan orang yang selalu menghasilkan kesuksesan atau kepuasan sejati.

Apa yang dimaksud dengan ego? Ia adalah sesuatu yang penting di dalam lubuk hati setiap orang dan membutuhkan respek. Setiap manusia merupakan pribadi yang unik dan istimewa, dan dorongan paling kuat dalam diri setiap orang adalah keinginan untuk membela sesuatu yang penting ini dari segala ancaman. Oleh karena itu, kita tidak bisa memperlakukan manusia sebagai mesin, robot, massa, angka-angka, atau "thing," lalu memperlakukan mereka semau kita. Semua upaya yang dilakukan untuk membuat manusia sekedar gerombolan tanpa nilai individu telah gagal. Atas dasar itu, ada empat kecenderungan setiap orang dalam interaksi sosial:

Pertama, setiap orang egois dalam arti lebih "mementingkan diri."
Kedua, setiap orang lebih tertarik pada diri sendiri dari apapun lainnya.
Ketiga, setiap orang ingin merasa dirinya penting dan "mempunyai nilai."
Keempat, setiap orang menginginkan persetujuan dari orang lain, sehingga dia bisa menyetujui dirinya sendiri.

Semua orang ingin dipentingkan. Semua orang ingin dipuji. Semua orang ingin diakui. Mary Kay Ash, pemilik perusahan Mary Kay Cosmetics yang merupakan salah satu dari 500 perusahaan besar dunia versi majalah Fortune, memiliki prinsip yang sangat sederhana dalam membesarkan perusahaannya. Prinsip itu berbunyi: perlakukan orang lain seperti Anda ingin diperlakukan oleh mereka. Prinsip terakhir mamang bukan barang baru, tapi Mary benar-benar konsisten mengamalkannya. Dalam sebuah terbitan jurnal Personal Excellence, Mary pernah menulis bahwa setiap orang membawa kemana-mana tulisan psikologis di dahinya. Tulisan tersebut berbunyi make me feel important (disingkat MMFI). Inilah satu-satunya pendekatan humanistik yang dapat menunjang keberhasilan sebuah perusahaan. Dan Mary Kay Ash membuktikannya.

Dalam bahasan mengenai pola perilaku, respon kita atas MMFI-nya setiap orang dinamakan sebagai perilaku asertif. Perilaku asertif adalah perilaku yang mendasarkan diri pada penghargaan seseorang atas hak-hak pribadinya dan hak-hak pribadi orang lain. Dan hak penting yang dimiliki setiap orang antara lain: hak untuk dihormati, dihargai, diperlakukan secara adil, hak untuk belajar dan berkembang, dst. Orang berperilaku asertif tidak mau harga dirinya dilanggar, demikian pula ia tidak mau melanggar harga diri orang lain, percis dengan prinsip Mary Kay Ash di atas. Orang-orang asertif akan mengungkapkan secara jujur, terus terang, dan sopan: perasaan, pikiran, kehendak dan keinginannya. Demikian sebaliknya, ia akan mendengar dan memahami keinginan orang lain dengan pendengaran dan pemahaman yang empatik.

Mendengarkan empatik berarti kita masuk ke dalam kerangka acuan orang lain. Kita memandang keluar melewati kerangka acuan tersebut. Kita melihat dunia dengan cara mereka melihat dunia. Kita mengerti paradigma mereka. Kita mengerti bagaimana perasaan mereka. Motto orang-orang asertif kira-kira begini: "I am OK, You are OK." Ini berbeda dengan tiga perilaku yang lain. Pertama, perilaku orang-orang yang suka menekan, memaksa, dan semau gue (perilaku agresif). Motto mereka: "I am OK, you are not OK." Kedua, perilaku orang-orang yang memandang rendah diri sendiri, ragu-ragu, dan bingung (perilaku pasif). Motto mereka: "I am not OK, You are OK." Ketiga, perilaku orang-orang yang sering memaksa, menekan, namun di sisi lain, ia membiarkan dirinya diperlakukan sama oleh orang lain (perilaku pasif-agresif). Motto mereka: "I am not OK, You are not OK."

Dengan menerapkan perilaku asertif dan mendengarkan empatik, kita belajar membina hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Orang lain merasa dipentingkan, merasa dihargai, dan merasa diutamakan (spesial). Dalam kondisi psikologis seperti ini, orang lain akan lebih mudah mementingkan kita, menghargai kita, dan menjadikan kita spesial. Hubungan sosial kita menjadi indah, istimewa, dan membahagiakan. Dan berkali-kali orang hebat membuktikan: kesuksesan dan kebahagiaan hidupnya bertumpu pada keterampilannya membina hubungan dengan orang lain – dengan keluarganya, koleganya, rekan kerjanya, sahabatnya, masyarakatnya, dan seterusnya.