Da’wah membawa manusia kepada kehidupan sebagai sebuah jaminan terhadap perlindungan fisik ataupun berlakunya nilai-nilai kebenaran dan kebaikan dalam masyarakat yang bersumber dari ajaran Islam. Jika da’wah ditinggalkan maka kehancuran akan menimpah manusia tanpa pandang bulu
Da’wah adalah sebuah upaya merubah sesuatu relitas social yang tidak sesuai dengan ajran Allah SWT (al waqi’ al ijti ma’iya al jahily) kepada realitas social yang islami (al waqi’ al ijtima’iy al islamy) dengan cara-cara yang telah di gariskan oleh Al-Qur’an dan sunnah (manhajy).
“serulah (manusia) kepada jalan tuhan mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk,” (An Nahl ayat 125)
Dengan demikian da’wah memiliki arti sangat penting dalam kehidupan manusia. Macetnya roda da’wah berarti berhantinya control terhadap gerakan masyarakat kea rah kondisi yang lebih baik. Islam menekankan kepada setiap pengikutnya dalam aspek tanggung jawab da’wah(mas’uliyah da’wah) ini dengan suatu peringatan yang bersifat mendasar.
“hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rosul apabila Rosul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepada kamu dan ketahuilah sesungguh nya Allah mendinding antara manusia da hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. Dan dipelihara dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaa-Nya.” (al Anfal ayat 24-25)
Kehidupan dalamayat ini di artikan imam bukhary sebagai kemaslahatan. Mujahid mengartikan al haq. Qatadah memahaminya sebagai kehidupan dibawah bimbingan Al-Qur’an yang didalam nya mengandung kesuksesan, kekekalan dan kehidupan. As sudy mengartikan sebagai kehidupan di bawah naungan lslam sebaliknya kekufuran adalah sebuah kematian (Mukhtashor Tafsir Ibn Katsir Muhammad Ali Ash Shobuny, Juz ll Halaman 95).
Da’wah membawa manusia kepada kehidupan sebagai sebuah jaminan terhadap kehidupan fisik ataupun berlakunya nilai-nilai kebenaran dan kebaikan dalam masyarakat yang bersumbar dari ajaran Islam. Jika da’wah ditinggalkan maka kehancuran akan menimpa manusia secara umum tsnps psndsng bulu.
Ibn Abbas RA berpendapat bahwa dengan ayat ini Allah memerintahkan kaum mukminin untuk tidak membiarkan kemungkaran merajalela di tengah-tengah dan di sekeliling mereka. Jika ini terjadi maka Allah akan menimpakan azab yang bersifat umum. Mujahid juga berpendapat bahwa ayat ini bersifat umum menganai seganap kaum muslimin, tidak para sahabat Nabi SAW saja. Dalam kaitan ini terdapat sebuah hadits yang meriwayatkan imam Ahmad (dan menurut ibn katsir tidak dikeluarkan oleh kitab yang enam) yang menyitir perkataan Rasulullah SAW:
“sesungguhnya Allah SWT tidak mengazab secara umum dengan amal yang khususus sehingga mereka( kaum muslimin) melihat kemungkaran di antara mereka padahal mereka mampu untuk mencegahnya. Jika mereka berbuat demikian maka berlakulah azab Allah secara khusus dan umum.” (Mukhtashor Tafsir Ibn Katsir, Muhammad Ali Ash Shobuny, Juz ll halaman 96).
Dimanakah batas-batas kemampuan umat islam sehingga mereka terkena kewajiban da’wah? Batas kemampuan itu terdapat pada seluruh rentang potensi dari kondisi yang paling lemah sampai dengan komdisi yang paling kuat.
“maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir dan berjihatlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihat yang besar.”
(Al Furqan ayat 95).
Ibnu Qayyum al jauziayah menyatakan bahwa ayat ini adalah ayat makiah. Oleh karenanya kewajiban jihad terhadap orang kafir telah berlaku sejak saat itu. Dan ia memerinci bahwa yang dimaksud dengan jihad(yang merupakan bagian integral dari da’wah islam) pada masa ini adalah jihad dengan hujjah, bayan dan tablig Al-Qur’an (zaadul Maad, Ibnu al Jauziyah, Juz lll halaman 5).
Aspek terpenting dari da’wah adalah perubahan social (at tagyir al ijtima’iy) karena obyek da’wah adalah masyarakat manusia, bukan masyarakat lainnya. Ukuran-ukuran terdapatnya sebuah perubahan social tidak akan dapat ditemukan kecuali dengan mengetahui kondisi yang berlaku pada saat da’wah digulirkan maupun setelah berjalan pada rentang masa tertentu.
Perubahan social
Aspek terpenting dari da’wah adalah perubahan social (at tagyir al ijtima’iy) karena obyek da’wah adalah masyarakat manusia, bukan masyarakat makhluq lainya. Ukuran-ukuran terkadapnya sebuah perubahan social tidak akan dapat ditentukan kecuali dengan mengetahui kondisi realitas social yang berlaku pada saat da’wah digulirkan maupun setelah berjalan pada rentang masa tertentu. Metode perubahan social juga tidak akan dapat di tentukan dan di rancang tanpa adanya pengenalan terhadap karakteristik realitas social yang terjadi.
Perubahan social terjadi dari waktu ke waktu mengikuti arah kekuatan Islam telah merubah masyarakat jahili kepada masyarakat Islam. Sebaliknya , degradasi yang terjadi pada diri kaum muslimin serta berhasilnya syaitan meniupkan misi da’wahnya menyebabkan terjadinya kemunduran pada masyarakat muslim itub sendiri.
Hudzaifah bin yaman berkata: “ dan aku pernah berada dalam suatu masa, tidak usah memilih orang dalam jual beli. Jika pertepatan seorang muslim maka ia baik karena takut hokum agamanya. Jika ia seorang nasrani maka ia takut dari hukuman perintahnya. Adapun masa kini maka aku tidak dapat mempercayai kecuali satu atau dua orang yaitu fulan dan fulan.” (Bukhary dan Muslim, Al Lu’lu Wal Marjan,M. Fuad Abdul Baqi,hadis nomor 87)
Huzaifah sendiri hidup sampai dengan masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Beliau wafat di madinah pada tahun 36 H. beliau adalah seorang ahlus sirri (pemegang rahasia) Nabi Muhammad SAW, daftar nama kaum munafiqin hanya di serahkan kepada beliau (Al Khulafaur Rasyiduun min Tarkhil Islamy, Adz Dzahaby, halaman 190). Dengan demikian hudzaifah sadar betul telah terjadi perubahan social pada masyarakat islam sekalipun. Ia yang pernah hidop bersama Rasul SAW sampai beliau wafat (tahun 12H) melihat perubahan terjadi secara perlahan-lahan dalam kurun wakt7u 24 tahun.
Arah perubahan social sangat bergantung pada kekuatan-kekuatan yang berlaku di dalam masyarakat dan sekaligus merupakan cerminan dari arah pertarungan kekuatan-kekuatan tersebut. Arah tersebut juga dapat berubah-ubah. Diantara para sahabat Nabi SAW Hudzaifahlah yang dikenal sangat perhatian terhadap masalah-masalah dinamika perubahan masyarakat baik yang menyangkut ruang maupun zaman. Ia berkomentar: “ kebanyakan manusia bertanya kepada Rasullullah SAW mengenai dimensi kebaikan semata. Tetapi aku bertanya tentang dimensi keburukan, karena aku khawatir akan menemui ( masyarakat dengan corak demikiandalam masa hidupku).”
dari pertanyaan hudzaifah inilah kemudian Rasulullah SAW menggambarkan pola-pola masyarakat masa depan yang sesungguhnya merupakan penggambaran terhadap perubahan-perubahan social yang akan terjadi.
Pengenalan masyarakat kini menurut tipe-tipe tersebut tidaklah mudah. Pengkasifikasian yang hati-hati barangkali akan membawa pada kesimpulan bahwa masalah zaman ini berkisar diantara syaar dan khoir wa fiihi dkhon. Hal ini disebabklan beragamnya masyarakat islam di dunia ini dari satu tempat ketempat yang lainnya. Namun belum kembali kepada puncaknya yaknin kembali pada masyarakat khoir.
pengenalan terhadap realitas sosial yang berlaku merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan oleh para juru da’wah, karena merekalah yang akan menjadi unsure perubah dalam masyarakat. Buta terhadap realitas berarti buta terhadap jalan yang akan ditempuh dalam rangka memperbaiki keadaan yang
realitas sosial ummat
pengenalan terhadap realitas social yang berlaku merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan oleh para juru da’wah, karena merekalah yang akan menjadi unsure perubahan dalam masyarakat. Buta terhadap realitas berarti buta terhadap jalan yang akan ditempuh dalam rangka memperbaiki keadaan yang terjadi.
Beberapa Negara atau wilayah di bagian dunia ini pada saat ini memang tengah mengalami pergeseran menuju nilai-nilai Islam yang dicita-citakan. Namun hal itu tidak mudah karena membangun sistem islam di tengah-tengah sistem global sekularisme dan bagaikan mengayuh sampan melawan ombak-ombak besar di tengah lautan. Belum lagi luka-luka lama akibat penjajahan bangsa-bangsa Barat selama seabad sampai tiga abad belakangan ini masih belum sembuh benar.
Sebagai kaum besar dari kaum muslimin di dunia ini dapat kenyataanya masih berada dalam berbagai kemelut yang melingkupi aspek-aspek internal (masyakil dakhiliyah) dan eksternal (masyakil khorijiyah).
Kemelut internal terjadi dari pertama, kemelut yang bersifat pribadi(fardiy) ya itu rendahnya kesadaran akan identitas keperibadian sebagai seorang muslim yang ideal (syakhshiyah islamiyah). Penyebabanya ialah rendahnya kapasitas sumber daya manusia baik terkait dengan kapasitas spiritual (maqdirah imaniyah), kapasitas fisik (maqdirah badiniyah), kapasitas propesional(maqdirah mihniyah). Kedua, kemelit yang bersifat social (jama’iy) yang melingkupi kepemimpinan umat (qiyadiyah), perekonomian dan kemakmuran (iqtishadiyah), kesadaran politik (siyasiya), manajemen dan perencanaan perjuangan da’wah (idariyah wa takhthithiyah).
Kemelut eksternal pada hakekatnya adalah terdapatnya suatu konspirasi regional dan internasional dari kekuatan kaum munafiqin dan kafirin (mu’amarah kafirin wal munafiqin).
Beberapa keperihatinan
Sebagai pribadi, banyak diantara ummat Islam masa kini yang kehilangan jejak identitasnya sebagai muslim. Penjajahan peradaban yang panjang, pesatnya laju era informasi dan globalisasi serta maneuver-manuver penjajahan supra modern menyebabkan kaum muslimin te4rcabut dari akar ajarannya sendiri. Lembaga-lembaga pendidikan resmi kurang memperhatikan aspek ini, malahan banyak yang terpana pad aide sekularisasi sebagai langkah menujui kemajuan bangsa. Rasulullah SAW bersabda:
“Mulanya Islam itu asing, kelak akan kembali asing sebagai mana mulanya.maka banggalah dengan keterasingan itu.” (shahih muslim, kitab iamn hadits nomor 232)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar