Jumat, Mei 13, 2022

Fil Harakah Barakah

 

Fil Harakah Barakah[1]

[Hal-4]

Gerak itu fitrah manusia hidup. Diam adalah simbol kematian. Gerak adalah lambang dinamika. Sementara diam adalah ciri kejumudan dan kemalasan. Para salafushalih sangat berhati-hati dari sikap diam. Mereka begitu berupaya agar standar gerak dan aktifitas mereka, tidak jatuh di bawah garis minimum. Mereka sangat berusaha agar kediaman mereka-jika harus terjadi adalah kediaman yang sangat sementara sifatnya, untuk kembali turun ke medan laga dakwah kembali. Maka, sahabat Rasulullah saw sekaliber Ibnu Mas'ud ra punmenitikkan air matanya, menjelang wafatnya. Seseorang bertanya, "Apa yang menyebab-kanmu menitikkan air mana wahai Abdullah ?

" Dengan sedih Ibnu Mas'ud mengatakan, "Aku berduka karena aku mengalami kema-tian mendatangiku ketika aku sedang meng-alami penurunan amal. Kenapa ia tidak men-datangiku ketika aku sedang giat beramal."


 

Begitu pulalah ilustrasi yang cocok untuk gerak dakwah kita. Roda dakwah ini harus terus berputar dan tak boleh berhenti. Mung.kin saja terjadi perputaran yang sedikit me-lemah, tapi tidak berarti putarannya berhenti. Gerak para kader dakwah juga tidak boleh berhenti. Intensitas dan gerak yang telah mereka lakukan pada masa-masa pemilu legislatif, tak boleh kemudian menjadi diam. Karena sikap cenderung diam dan tidak bergerak adalah racun yang akan membuat berbagai hasil gerak dakwah kita sebelumnya menjadi sia-sia. Karena diam, akan membawa orang pada kondisi sulit untuk bergerakkembali, pada saat ia harus bergerak. Karena diam setelah bergerak adalah candu yang akan semakin kuat terbuai dan membuat tubuh lebih lengket pada santai dan kelemahan. Karena diam setelah bergerak adalah penyakit yang bisa menular dan menyebar ke banyak orang di lingkungan pelakunya.

Allah swt merumuskan prinsip gerak ini di penggalan dua ayat terakhir surat Asy-Syarh.

"Dan bila kalian telah selesai (dalam satu urusan) maka bersungguh-sungguhlah (untuk melakukan urusan yang lain). Dan kepada Tuhan mulah kalian berharap."

(QS. Asy Syarh : 7-8)

 

Selama hidup, tak ada keadaan yang bisa dijadikan alasan untuk diam dan tidak bergerak. Karena diamnya seseorang dalam tidurpun pada hakikatnya adalah untuk gerak yang dilakukan setelah ia bangun dari tidur dan beraktifitas kembali. Itulah sebabnya dalam perputaran zaman dan perguliran masa keemasan dakwah pun terjadi siklus yang tidak pernah diam. Seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw dalam hadits dengan sanad shahih, riwayat Abu Daud,

"Sesungguhnya Allah akan mengutus setiap perguliran 100 tahun kepada umat ini, orang yang kembali memperbarui agama-Nya.” Memperbarui dalam arti menghidupkan kembali agama ini dengan semangat dan ruh yang baru. Memperbarui dalam arti mengembalikan [Hal- 5] kembali agama ini seperti saat-saat baru dibawa oleh Rasulullah saw.

 

Kita harus mensyukuri, selalu ada momentum momentum yang kembali bisa memanaskan mesin para kader dakwah. Setelah tak beberapa lama kita melewati event pemilu yang begitu menguras tenaga, waktu, pikiran bahkan dana, kita menghadapi pemilihan presiden yang juga menguras hal yang sama

Maka gerak kita para kader pun menjadi dinamis kembali. Usai pemilihan presiden, kita kembali digerakkan dengan jihad menolong saudara-saudara yang menjadi korbantsunami di Aceh Sumatera Utara. Lalu dinamika kita pun meletup lagi. Konsolidasi dan kekompakan terbangun lagi. Tidak lama setelah tsunami, menyusul gempa di nias dan beberapa daerah yang juga mengusik kita kembali untuk tidak diam.

Lalu kini, kita yang ada di beberapa daerah tengah memasuk fase bergerak yang lain, menyongsong Pilkada. Pertemuan-pertemuan pun tergalang lebih intensif kembali. Silaturahim, dialog dan kebersamaan pun semakin sering kita rasakan. Sungguh, momen-tum-momentum itu sebenarnya karunia Allah untuk kita. Karena lewat itulah kita bisa lebih jauh dari sikap diam dan terusbergerak dalam dinamika dakwah. Maka, jika tak ada momentum-momentum luar yang menuntut kita bergerak, harusnya kitalah yang menciptakan momentum-momentum itu. Menciptakan sendiri ruang-ruang pertemuan yang memunculkan dinamika yang sehat bagi kita dan dakwah.

Sebagaimana para salafushalih yang sangat merasakan manfaat waktu dan menyadari begitu berharganya setiap detak jantung dan hirupan nafas yang harus mereka gunakan untuk maksimalisasi kebaikan selama hidupnya. Setiap detik yang berlalu takkan kembali. Itulah yang mengantarkan prinsip indah Hasan Al Banna, bahwa

"Al waqtu huwal hayah," waktu adalah kehidupan itu sendiri.



[1] Majalah Da’watuna Edisi 9/Th.01/Mei-Juni 2005

 

Kamis, September 03, 2020

Abdul Rauf Layak Menjadi Teman Perjuangan!

Menu tulisan kita pagi ini masih berkaitan dengan syekh @Abdul Rauf,A.Md mengapa beliau saya anggap layak untuk menjadi teman seperjuangan. Kami sering sekali berdiskusi segala tema sesuatu. Kadang serius, kadang ngalor-ngidul, kadang romantis dan kadang juga agak “naka.l” Ini adalah salah satu yang pernah saya rekam, mohon #Bersabar kalau agak panjang….



Pernahkah engkau wahai sahabat berpikir untuk menjadi orang biasa saja? Disaat beban datang begitu bertubi-tubi. Tekanan menambah  kesesakan di dada. Pernahkah engkau ingin menjadi orang biasa saja? Tinggal di tempat yang hijau, dekat dengan sebuah oase yang subur? lalu menikmati kehidupan yang bahagia tanpa gangguan seorang pun? Menikmati hembusan semilir angin setiap pagi dan sore. Menyambut sinaran mentari yang hangat tetapi tidak membakar. Alangkah indahnya. Bahagia. Inilah yang pernah diungkapkan oleh seorang sahabat sepulang dari perang Tabuk. Namun Syurga lebih indah dari semua itu. Yah syurga lebih indah dari semua itu. Syurga berada di bawah kilatan pedang. Syurga berada di dalam riuhnya perjuangan.

Kadangku  membayangkan bagaimanakah syurga itu ada di bawah kilatan pedang. Imajinasiku bermain dan seakan semua itu tergambar dengan jelas dihadapan mataku. Pemandangan permainan pedang yang indah. Menampakkan kilatan-kilatan cahaya dan percikan bunga api. Indah sekali.

Kita membutuhkan seorang teman, bahkan lebih dalam perjalanan panjang ini. Kita berjuang bersama bukan hanya untuk menghancurkan pasungan egoisme yang membelenggu kita. Karena kadang kapasitas kita untuk #Bersabar dalam perjuangan menipis. Sehingga kita  tak merasa kokoh dengan kesendirian kita. Berpikir  kita dapat berbuat apapun sesuai dengan apa yang kita pikirkan dan kita inginkan. Tapi ingatlah wahai para saudara seperjuangan.Kita hanya akan berjalan-jalan di tempat saja. Seperti seekor keledai yang sedang memutar penggilingan gandum atau penggilingan tebu. Apakah engkau bisa membayangkannya.

Karena selain sebagai seorang hamba yang terikat dengan ketentuan Allah kita juga adalah makhluk sosial. Kalau kita berputar hanya di suatu tempat sampai membuat empat yang kita buat pijakan menjadi becek dan berlumpur. Sesungguhnya kita tidak kemana-mana. Walaupun keringat sudah membanjir dan engkau merasakan sudah melakukan perjalanan panjang. Engkau masih jalan di tempat. Pengetahuan kita tidak sebanding dengan pengetahuan Allah SWT. Rasa pengangungan kepada Allah yang akan membuat jiwa kita didominasi oleh ketenangan berada di hadapan Allah SWT. Beribadah untuk-Nya seperti apa yang disebutkan oleh Abu Faras :

 

Biarlah Engkau Bahagia

Sekalipun kehidupan ini begitu pahit

Biaralah engkau Ridha

Sekalipun semua orang marah

Biarlah antara Aku dan Engkau ada kemesraan

Sekalipun saya dan lainnya berjauhan

Asalakan engaku cinta

Maka segala sesuatunya akan enteng

Dan segala sesuatu yang ada di bumi adalah debu

 

Kalau mendapatkan seorang teman dalam perjuangan ini ingatlah apa yang diungkapkan oleh syair Hatim at –Thayib berikut ini :

 

Bila anda mengendarai seekor Unta

Jangan biarkan kawan anda yang berada di belakang hanya bisa berjalan

Rendahkanlah untamu dan naikkan dia

Bila unta itu sanggup naikilah berdua

Bila tidak maka saling bergantianlah

 

Saya memandang @abdul Rauf, A.Md persis seperti syair Hatim at-Thayib diatas. Tawadhu, rendah hati #Bersabar memperlakukan sahabat dan teman seperjuangannya. Sehingga ada kesan indah dan selesa setiap bertemu dengannya. Dan selalu teringat dengan senyuman manisnya. Saya berlindung kepada Allah SWT semoga ini penilaian yang tidak berlebihan. Kalau tidak percaya, cobalah bercengkerama dengannya.  

 

Namun apabila engkau meragukan ketulusan seseorang tanyakanlah dengan bijak kepadanya dan berlemah-lembut seperti syair Mustaqib al-“abdi berikut ini :

 

Jadilah saudaraku dalam arti sesungguhnya

Sehingga aku bisa membedakan keburukanku dan kebaikanku

Bila tidak

Jauhilah aku dan jadikan aku musuhmu

Sehingga aku mewaspadaiku

Dan engkau mewaspadaiku

 

 Manfaat seorang teman adalah memberikan pilihan di saat kita membutuhkannya. Walaupun yang mereka berikan itu bukan pemecahan masalah tetapi itu membuat kita berpikir untuk menyelesaikan suatu masalah. Jadi teman bukanlah setiap orang yang sepakat dengan apapun yang kita inginkan. Itulah seorang teman  yang sejati. Orang yang selalu dapat mengingatkan kita di saat lupa. Teman sejati adalah orang-oraqng yang mengingatkan kita bahwa kita adalah hanya manusia biasa. Bahwa kita semua dalah hamba.

Siapa yang sepakat silahkan saya tidak memaksa. Siapa yang tidak sepakat tidak mengapa karena saya dan anda adalah orang-orang yang sedang mencari siapakah yang layak untuk dijadikan teman. Sehingga saling belajar untuk saling memahami. Tulisan ini adalah hanya tulisan hasil perenungan. Dan refleksi setelah saya membaca buku syaikh yusuf al-Qaradhawi yang berjudul : “ Syaikh al-Ghazali Kamaa Araftuhu : Rihlatu Qarnin “ ( ini judul aslinya : siapa yang ingin baca ada kok yang edisi Indonesia) Ini adalah tulisan apa adanya.  Jadi marilah jangan berpikir jangan jadi orang yang biasa-biasa saja. Selalu #Bersabar menghadapi serba-serbi kehidupan dunia ini.  Wallahu ‘alam.

 

Intanshurullaha yansurkum wayutsabbit aqdamakum

 

(Pekanbaru, Ruang Kerjaku, pagi 15 Muharram 1442 H, 03 September 2020H. 07.06 WIB)

 

Rabu, September 02, 2020

Qona’ah

Saya tulis tulisan ini dalam tajuk pernik kehidupan, dan akan ada serial lanjutannya Insha Allah setelah membuka-buka kembali catatan kenangan, terutama yang berhubungan erat dengan saudara saya Abdul Rauf, A.Md. saya mendapatkan banyak hasil dialog dan renungan kami masih ada yang terekam dalam catatan harian saya. Maka agar tidak lapuk dan lekang di telan zaman saya coba untuk menuliskan kembali pernik-pernik pemikiran tersebut dengan tajuk "Pernik Kehidupan." 

temanya saat ini adalah Qona'ah (#Bersabar Melalui kehidupan) 



Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar  (Q.S An-Nisa’ [4]: 145-146)

Mereka menjawab: "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menta'birkan mimpi itu." (Q.S Yusuf [12]: 44)

Belajar dari Nabi Yusuf

Nabi Yusuf As sebenarnya dengan menakwilkan mimpi sang raja mengajarkan kepada kita fungsi perencanaan dalam suatu komunitas. Perencanaan yang baik inilah yang nantinya akan membawa kita pada sifat qonaah, menerima ketetapan Allah Swt. Perencanaan bukan hanya dalam komunitas, tetapi juga ada dalam level pribadi setiap individu. Perencanaan pribadi itu adalah sunnah dan disyariatkan.

 Teladan bagaimana #Bersabar paling baik dalam menjalani kehidupan ada pada kisah nabi Yusuf as, bahkan sudah disertifikasi oleh Allah SWT dalam Al Qur'an sebagai kisah yang paling baik dan paling lengkap di dalam Al Qur'an yang mulia. 

Allah juga melakukan perencanaan dengan pentahapan pencitaan alam semesta, pentahapan penciptaan makhluk. Padahal Allah berkuasa untuk tidak melakukan pentahapan. Sebenarnya ini menunjukkan kepada kita bahwa perencanaan itu penting.

Bahkan musuh manusia yang paling besar, Iblis, juga menyampaikan perencanaan makarnya kepada Allah Swt dan meminta waktu sampai hari kiamat untuk melaksanakan proyek perencanaannya tersebut. Sebagaimana yang kita tahu Iblis juga #Bersabar, tekun dan ulet, tapi ini disebabkan oleh dendamnya yang membara kepada anak cucu Adam as. 

Semangat Ilmu

Dalam bersikap qonaah ini perlu ilmu. Denganilmu itulah perencanaan akan terwujud dengan baik. Dengan bekal ilmu itulah maka nabi Yusuf memberanikan diri menawarkan tugas sebagai bendahara setelah ditawarkan oleh sang Raja bahwa ia akan menjadi orang kepercayaannya.  Sehingga dapat kita ambil pelajaran bahwa semangat kita bekerja akan sebanding dengan ilmu yang kita punyai mengenai pekerjaan tersebut.

Sehingga benarlah perkataan Imam Hasan Al Banna,” Batas semangat pada ilmu adalah pada sosok yang ahli dengan ilmunya.” Maksudnya kita betul-betul mengetahui apa yang kita kerjakan. Sehingga kalau hasilnya kurang memuaskan kita dapat memahami bahwa itulah hasil dari ilmu yang kita miliki. Dan semangat inilah yang disebut qona’ah.

Kehidupan berjamaah ini berat. Maka kita harus memperbanyak #Bersabar dan menerima segala sesuatu apa adanya. Karena kehidupan berjamaah itu adalah nikmat. Dan itu adalah nikmat yang besar. Nikmat ini tidak akan dapat dimengerti dan dinikmati oleh orang yang tidak berjamaah.

Oleh karena itu, perbanyaklah sikap qona’ah. Tentu dengan membuat perencanaan terlebih dahulu. Dan perencanaan itu memerlukan ilmu yang sesuai dengan pekerjaan yang akan kita lakukan. Selanjutnya #Bersabar dengan ketetapan Allah SWT

Intanshurullaha yansurkum wayutsabbit aqdamakum

(kamar kostku, Rabu, 10 Jumadil Tsani 1430 H/ 03 Juni 2009 M 22:05 WIB)

Senin, Agustus 31, 2020

#Bersabar lah! Syekh!

 

#Bersabar lah! Syekh!

 

Sudah lama sekali saya tidak menulis. Terutama menulis dengan meluahkan emosi yang menjadi bergejolak di dada. Tulisan ini ku peruntukkan untuk seorang sahabat, teman dan saudara.  yang mengisi suatu relung khusus di dalam ruang Hati dan kamar jiwaku. Namanya @AbdulRauf,A.Md yang saat sekarang ini resmi menjadi calon wakil Bupati kabupaten Kepulauan Meranti 2021-2026. Mohon maaf agak melankolis sedikit,  ya he….he… mohon yang lain #Bersabar seperti tidak kita sapa ya…  



Syekh, sungguh sangat banyak makna yang pernah kita rangkai bersama. Masih ingatkah engkau duhai sahabat tulisan berantai isi hati kita dengan nama pena SPD dan SPK. Kurasa saat ini daku harus meminta izin dengan penuh takzim untuk berganti peran menjadi SPK dan engkau menjadi SPD. Saat ini engkau ibarat siang yang terang benderang, sedangkan daku ibarat malam yang agak mencekam dan temaram. Melangkahlah dengan kokoh dan berwibawa di tengah teriknya mentari perpolitikan negeri kita yang tercinta ini. Sedangkan malamnya serahkan saja kepada kami-kami ini yang selalu ingin agar siang selalu terjaga cerianya.

Generasi kita adalah harapan masa depan negeri kita bahkan dunia saat sekarang ini. Generasi muda dengan keluarga muda kelahiran 80-90-an. Generasi milineal. Karena kita adalah generasi yang sangat berjiwa independen, mandiri, cepat menerima kebenaran, merindukan perubahan, merindukan kebahagiaan manusia, suka melestarikan alam (dunia tanam-menanam, pertanian, urban farmer), rindu akan keharmonisan di segala bidang, dan juga kerinduan akan keharmonian kesejatian kebenaran secara apa-adanya, sangat siap berkolaborasi dalam komunitas, tanpa pamrih dan target yang macam-macam.

Kita adalah orang-orang lugu yang sering dimanfaatkan. Namun kita senantiasa #Bersabar. Yah… karena kita saat sekarang ini harus memikul beban sejarah puncaknya kezhaliman dunia, para ahli menyebutnya (Worst Crisis) dengan empat indikatornya VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambigue). Pertama, Volatile (Bergejolak); perubahan dinamika dunia saat ini sangat cepat khususnya di bidang sosial, ekonomi dan politik. Sehingga dinamika politik apapun di muka bumi ini harus memperhatikan dinamika isu Internasional, regional, nasional dan lokal. Intinya berwawasan global bertindak lokal. Kedua, Uncertain (tidak pasti); semua hal sulit diprediksi apa yang akan terjadi. Berkaitan dengan dirimu wahai sobatku, Bismillah saja Insha Allah, Allah SWT akan membimbing kita, mari kita dekatkan hubungan kita kepada Allah SWT semakin dekat. Doa sebelum ikhtiar itu sangat penting. Dunia ini unik wahai sobat, kita pasti akan diberi, tapi berapa banyak bagiannya,  itu adalah keunikan paling natural yang dirahasiakan oleh Allah SWT kepada kita. Maka #Bersabar sajalah, lalui saja, dan nikmati saja perjalanannya. Ketiga, Complex (komplek, rumit); selalu ada gangguan dan ujian disepanjang perjalanannya. Sebagai seorang aktivis ini hal yang biasa ya sobatku, hari-hari kita di KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) yang pernah kita jalani bersama dulu adalah hari-hari yang berat, tidak akan seberat hari-hari yang akan kita hadapi ke depan Insha Allah. Dan kita senantiasa #Bersabar.Bak kata pepatah Melayu kita, “Siapa yang biasa menghadapi topan badai, gelombang besarnya baginya hanya permainan saja.” Keempat, Ambigue (Tak jelas). Panggung politik di negeri kita ini memang tak jelas he…. he…. Siapa yang oposisi juga tak jelas. Bahkan ada oposisinya oposisi. Jadi urus sajalah perahu kita sendiri. Ingatkah dikau dulu ku sering bersenandung syair ini ?

Wahai muda arif budiman

Kayuh pengayuh dengan pedoman

Alat perahumu jua kerjakan

Di sanalah jalan memperbaiki Insan

 

Perbaikilah jua alat perahumu

Siapkan bekal air dan kayu

Dayung pengayuh taruhlah di situ

Supayalah laju perahmu itu

Wahai sahabat, generasi kita ini,  berada di puncak zaman kezhaliman, dan ketidakadilan. Beberapa waktu lalu daku bercengkerama dengan iparmu @AlamTerkembang, ia menyatakan,”Benar bang, kita saat sekarang ini adalah generasi yang mempersiapkan generasi akhir zaman. Generasi yang sedang mendidik para pejuang dan pahlawan.” Inilah generasi kita itu duhai sahabat, dan di saat puncak kezhaliman inilah Allah akan melahirkan para pahlawan hebat (The great Leader) yang akan mengembalikan kemuliaan umat dengan banyak menebar rahmat dan berkah, Insha Allah!!!

Qum Faanzir wa Robbaka Fakabbir

In Youth We Trust!

Sahabatmu SPK

Eddy Syahrizal (Presidium KA KAMMI RIAU)

(Pekanbaru, ba’da Maghrib, Senin, 12 Muharram 1442H, 31 Agustus 2020M)