Minggu, November 02, 2008

Orang Hebat Hidup Berprinsip


Dalam bukunya yang bagus Principle-Centered Leadership, Stephen R. Covey mengatakan bahwa setiap diri manusia dan organisasi memiliki prinsip sentris yang bila diaplikasikan secara baik dapat meningkatkan mutu dan produktivitas. Prinsip-sentris, kata Covey, merupakan satu pendekatan jangka panjang yang bersifat inside-out untuk mengembangkan manusia dan organisasi. Saya sependapat dengan Covey, prinsip adalah inti kekuatan untuk perubahan hidup yang lebih baik. Dengan berprinsip manusia bukan lagi sekedar seonggok daging yang bertulang. Lebih dari itu, manusia menjadi makhluk paling mulia dan berharga dari makhluk manapun.

Prinsip. Ia adalah ekspresi nilai yang harus dipegang teguh oleh setiap manusia beradab. Prinsip memberikan arah. Prinsip mendorong setiap orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Prinsip adalah ukuran. Orang yang berprinsip adalah orang yang punya ukuran atas tindakan dan perbuatan yang dilakukannya. Dengan demikian, tidak bisa tidak, prinsip berbicara baik-buruk dan benar-salah. Prinsip mempertegas apa yang baik dan apa yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah.

Bagaimana prinsip bekerja? Salah satu ciri orang dewasa adalah bijaksana. Orang yang bijaksana adalah orang yang memiliki pertimbangan atas pilihan-pilihan hidupnya. Pertimbangan itu di dasarkan pada prinsip. Dan orang yang bijaksana selalu mendasarkan diri pada prinsip-prinsip yang baik dan benar. Karena mereka tahu, prinsip yang baik mendatangkan manfaat dan prinsip yang benar mendatangkan kebahagiaan. Apa yang dicari dalam hidup selain manfaat dan kebahagiaan? Itulah tujuan akhir orang-orang hebat. Mereka punya prinsip yang baik dan benar. Makanya, mereka selalu bermanfaat dan merasa bahagia hidupnya.

Bagaimana wujudnya prinsip? Tanpa sadar, komitmen kita, keyakinan kita, keberpihakan kita atas banyak hal, bahkan eksistensi kita di dunia ini mengandung prinsip yang harus kita pegang teguh. Islam itu prinsip. Iman itu prinsip. Orang yang ber-Islam harus taat pada serangkaian syari'at yang ditetapkan lewat kalam-Nya maupun lewat lisan nabi-Nya. Demikian juga, orang yang mengaku beriman harus memenuhi konsekuensinya: tidak menyekutukan-Nya, tidak bergantung kepada selain-Nya, dll. Apa ketentuan Alloh tentang hidup? Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah. Orang yang mengaku berislam dan beriman, mau tak mau, harus memenuhi prinsip ini (ibadah).

Ada hadits yang menjelaskan tiga tanda orang munafik: (1) Jika berbicara bohong. (2) Jika berjanji ingkar. Dan (3) jika dipercaya khianat. Mafhum mukholafah-nya, sifat jujur, tepat janji, dan amanah harus menjadi prinsip orang yang beriman. Kecuali dia mau menjadi orang munafik. Yang lain, misal, kita mendukung demokrasi. Inti dari demokrasi adalah kebebasan yang bertanggung jawab, kesetaraan, dan kesamaan. Kalau kita mau dibilang sebagai demokrat, ya kita harus berpegang pada tiga hal itu - untuk diri kita sendiri maupun sikap kita kepada orang lain. Tiga hal itulah yang menjadi prinsip demokrat, dll.

Orang hebat memahami komitmennya, keyakinannya, keberpihakannya terhadap banyak hal, dan hidup itu sendiri sebagai prinsip. Mereka berusaha mengendapkan dan menanamkan prinsip itu dalam hati. Sebelum mereka bertindak atau melakukan sesuatu, mereka selalu meminta nasihat hatinya. Mereka memenuhi apa yang dikatakan Nabi: Mintalah nasihat pada hatimu atas perbuatan kamu. Perbuatan jelek itu akan membuat hati tidak nyaman. Sedangkan perbuatan baik itu akan membuat hati tentram.

Orang hebat pantang menodai prinsipnya. Orang hebat pantang melukai hatinya. Mereka benar-benar memahami itulah cara dia hidup mulia. Seorang Gandhi, betapapun ia hidup sengsara, ia tetap menolak koloni terhadap bangsanya. Ia terus melawan dengan cara-cara (baca: prinsip) tanpa kekerasan meski banyak yang harus ia korbankan. Jauh sebelum Gandhi, kita punya teladan mulia, Muhammad saw. Imannya kepada Alloh membuatnya berani menentang penyembahan terhadap berhala-berhala. Padahal ritual itu jamak dilakukan orang-orang Quraisy pada masa itu. Ketika pamannya Abu Thalib menasehati Nabi untuk menghentikan risalah itu, apa kata Nabi? "Paman, demi Alloh, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan risalah ini, sungguh tidak akan aku tinggalkan, biar nanti Alloh yang akan membuktikan kemenangan itu: di tanganku atau aku binasa karenanya."

Itulah keteguhan Muhammad saw dalam memegang prinsip. Prinsipnya mengendap di hati dan menggumpal menjadi keyakinan. Keyakinan membuatnya berani. Itulah prinsip yang terlaksana. Kita tentu ingin seperti beliau. Untuk itu saya tutup tulisan ini dengan pertanyaan Ali bin Abi Thalib kepada Nabi tentang prinsip yang beliau jadikan pegangan. Pahami kata-katanya satu persatu dan temukan rahasia kehebatan Muhammad saw.

Ma'rifat adalah modalku,

akal pikiran adalah sumber agamaku,

rindu kendaraanku,

berdzikir kepada Alloh kawan dekatku,

keteguhan perbendaharaanku,

duka adalah kawanku,

ilmu adalah senjataku,

ketabahan adalah pakaianku,

kerelaan sasaranku,

faqr adalah kebangganku,

menahan diri adalah pekerjaanku,

keyakinan makananku,

kejujuran perantaraku,

ketaatan adalah ukuranku,

berjihad perangaiku,

dan hiburanku adalah dalam sembahyang

Orang Hebat Berani Mengambil Resiko


Selalu ada satu saat di masa lalu ketika pintu terbuka, dan masa depan

masuk ke dalamnya dengan leluasa.

- Deepak Chopra -

Hidup manusia di dunia tidak lepas dari dua hal berikut: peluang dan resiko. Nasib setiap orang lebih banyak ditentukan oleh bagimana keduanya ditangkap dan dikelola daripada oleh yang lainnya. Peluang dan resiko ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Keduanya lekat tak terpisah. Menangkap peluang berarti sekaligus berani mengambil resikonya. Tidak ada peluang tanpa resiko. Sebaliknya, resiko adalah konsekuensi logis dari pilihan kita untuk menangkap setiap peluang. Memilih untuk menjadi pegawai, resikonya harus siap diperintah atasan. Sebaliknya, memilih untuk menjadi wirausahawan, resikonya penghasilan sering tidak menentu. Memilih untuk melamar anak orang, resikonya harus siap (saling) berbagi dan menanggung hidup masing-masing. Sebaliknya memilih hidup membujang, resikonya tiap hari kesepian di rumah, apalagi kalau malam datang, dan lain-lain.

Orang sering takut mengambil peluang karena takut resikonya. Pun setelah peluang diambil, banyak orang gagal karena tidak bisa mengatasi resiko. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberhasilan sejatinya adalah resultan dari usaha seseorang dalam menangkap peluang dan mengatasi resikonya. Orang yang ingin berhasil - dalam hal apapun, dengan demikian, harus punya keberanian untuk menangkap peluang dan mengambil resikonya sekaligus. Menangkap peluang berarti menjadi orang-orang pertama (pioner) yang take action atas sesuatu hal. Sementara mengambil resiko diartikan sebagai tidak takut pada resiko serta punya bekal ilmu dan rencana untuk mengatasi resiko tersebut. Keberaniaan terakhir akan kita jadikan ciri kesekian dari orang hebat.

Keberaniaan mengambil resiko dalam pengertian di atas menjadikan orang tidak asal ambil resiko atau asal ambil peluang, tapi benar-benar keberaniaan yang didasarkan pada perhitungan yang memadai, bukan ke-nekad-an. Banyak orang gagal karena hal terakhir. Maunya dibilang berani, tapi sesungguhnya nekad. Banyak orang maunya berwirausaha, tapi malah jadi pengangguran. Banyak orang ingin rumah tangganya bahagia, tapi malah sebaliknya, dst. Apa yang dimaksud dengan perhitungan yang memadai sesungguhnya ada pada aspek perencanaan setiap orang. Sekali lagi, ini menegaskan betapa pentingnya perencanaan dan komitmen pelaksanaannya. Orang hebat punya itu. Punya rencana dan punya komitmen pelaksanaan. Sehingga ketika masanya tiba, peluang tak akan lari kemana, resiko tak harus jadi momok yang menakutkan.

Mereka, orang-orang hebat, selalu berusaha menjadi pioner (assabiqunal awwalun) atas berbagai peluang di hadapan. Tetapi, mereka memilih menjadi pioner yang punya perhitungan yang memadai. Sehingga keberanian mereka bukan ke-nekad-an yang dipaksakan. Mereka tidak takut menghadapi resiko karena mereka punya ilmu, wawasan, dan keterampilan, lalu mereka susun rencana, dan mereka punya komitmen pelaksanaan atasnya.

Dengan begitu, tidak ada istilah takut dalam kamus orang-orang hebat. Memang, adakalanya mereka harus hati-hati memutuskan. Ada masanya mereka harus memperhitungkan waktu, situasi, dan kondisi. Namun, ketika keputusan telah diambil, tak pantang menyerah pada masalah, tak pantang mundur apalagi kabur menghadapi masalah. Mereka selalu punya ruang yang luas untuk mengevaluasi, merencanakan kembali, dan memulai investasi lagi (baca: usaha perbaikan) atas pilihan peluang yang diambil.

Orang hebat melihat dan menjalani proses sebagai pembelajaran. Sehingga, jika kegagalan sekalipun yang datang, difahaminya sebagai jalan panjangnya kesuksesan. Apa yang muncul kemudian adalah pikiran-pikiran positif dan solutif atas permasalahan. Di sanalah letak keberanian orang hebat. Berani mengambil resiko karena punya rencana. Berani mengambil resiko karena punya cara pandang pembelajar. Mereka tak pernah berhenti berproses (on becoming) menjadi lebih baik sebelum akhirya menjadi yang terbaik. Maka benarlah apa yang diungkapkan oleh bait-bait puisi anonim berikut ini:

Resiko

Tertawa adalah mengambil resiko terlihat bodoh.

Menangis adalah mengambil resiko terlihat sentimental.

Menjangkau yang lain adalah mengambil resiko terlibat.

Mengungkapkan perasaan adalah mengambil resiko menunjukkan diri yang

sesungguhnya.

Menunjukkan gagasan dan impian anda di depan orang banyak adalah mengambil resiko

merasa malu.

Mencinta adalah mengambil resiko tidak dicinta.

Hidup adalah mengambil resiko mati.

Berharap adalah mengambil resiko putus asa.

Berusaha adalah mengambil resiko gagal.

Tapi resiko harus dihadapi, karena bahaya terbesar dalam hidup ini adalah tidak mengambil resiko sama sekali.

Orang yang tidak berani mengambil resiko tidak akan melakukan apa-apa, tidak punya apa-apa, dan bukan siapa-siapa.

Mereka mungkin menghindari penderitaan dan kesengsaraan, tapi mereka tidak bisa belajar, merasakan, mengubah, tumbuh, mencintai, atau hidup.

Dalam keadaan terikat oleh kepastian, mereka adalah para budak. Mereka telah mengekang kebebasan mereka sendiri.

Hanya orang yang berani mengambil resiko adalah orang yang bebas

Orang Hebat Berakhlak Mulia


Barang siapa mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan ami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik

dari apa yang telah mereka kerjakan.

- An-Nahl: 97 -

Kita masih akan menggali kriteria orang hebat berdasarkan petunjuk Nabi saw. Setelah, dalam bahasan terdahulu, kita mengupas hadits Nabi yang berbunyi sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat diantara sesamanya. Ada satu lagi hadits mirip dengan itu. Masih tentang 'sebaik-baik manusia.' Bunyi haditsnya sebagai berikut: Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya. Khairun nas ahsanuhum khuluqo.

Akhlak. Ia adalah perilaku atau tindakan yang didasarkan pada pemahaman nilai yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa. Dari pengertian tersebut, ada tiga komponen pembentuk akhlak. Pertama, pemahaman nilai oleh akal pikiran. Kedua, keyakinan dalam hati. Dan ketiga, amal dalam bentuk perilaku atau perbuatan.

Benar keluarannya adalah perbuatan, tapi dasarnya adalah nilai yang difahami akal-pikiran, diyakini oleh hati, dan tertanam dalam jiwa. Dalam bahasa agama, akhlak adalah perpaduan antara iman dan amal sholeh. Dengan demikian, akhlak merupakan ekspresi paling lengkap dari kualitas kemanusiaan seseorang. Bisa dikatakan, kalau ingin melihat baik-buruknya seseorang lihatlah akhlaknya. Inilah ukuran paling tepat untuk menilai kepribadian seseorang. Bahkan, baik-buruknya, jatuh-bangunnya, maju-terbelakangnya suatu peradaban sering dikaitkan dengan kondisi akhlak masyarakatnya atau dalam banyak kesempatan sering dibahasakan sebagai moralitas masyarakat.

Menimbang betapa pentingnya akhlak, suatu ketika Nabi saw bertanya kepada para sahabat, "Inginkah kalian kuberitahu tentang siapa dari kalian yang paling kucintai dan akan duduk terdekat denganku di majelis di hari kiamat kelak?" Nabi kemudian mengulang pertanyaan itu sebanyak tiga kali. Hingga sahabat terhenyak dan bertanya, "Ya, kami ingin mengetahuinya ya Rasululloh!" Nabi kemudian bersabda, "Orang yang paling baik akhlaknya diantara kalian." Bahkan, masalah akhlak secara khusus disebut Nabi sebagai misi risalah beliau - dalam sabdanya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Innama bu’itstu liutammimma makaarimal akhlaq.

Karena menyangkut kualitas kemanusiaan, wilayah akhlak tersebar dalam semua fora kegiatan dan aktivitas manusia, dari wilayah kepribadian, hubungan horizontalnya dengan sesama manusia (hubungan sosial), hubungan vertikalnya dengan sang pencipta, dan dalam berbagai bidang kehidupannya. Wujudnya ada dua: akhlak terpuji dan akhlak tercela. Yang dimaksud sebagai yang terbaik akhlaknya, tentu saja merujuk pada akhlak yang terpuji. Apa saja yang termasuk di dalamnya? Banyak sekali!

Hidup dan kehidupan diciptakan dalam bentuk berpasangan. Setiap perbuatan ada pasangan baik dan buruknya. Apa yang baik mendatangkan manfaat dan maslahat. Manfaat dan maslahat mendatangkan kebahagiaan hidup. Dalam pandangan yang visioner, kebahagiaan (harus) diwujudkan bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat kelak. Tentunya jika dilakukan dengan cara-cara yang benar, visi itu akan memenuhi hasilnya. Akhlak terpuji bermuara pada itu.

Anis Matta dalam bukunya Membentuk Karakter Cara Islam menjelaskan kriteria penerimaan akhlak terpuji menurut Islam. Kriteria penerimaan yang dimaksud meliputi niat, proses, dan hasil. Akhlak terpuji atau akhlak shalih adalah perbuat yang dilakukan dengan motif (niat) semata-mata untuk Alloh swt. dan dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan sunnah Rasululloh saw. Dengan demikian, perbuatan itu bukan saja diterima di sisi Alloh swt., tetapi juga sukses dalam ukuran manusia; bukan saja mengantarkan pelakunya memperoleh keselamatan di akhirat, tapi juga kebahagiaan di dunia.

Apa bentuk atau wujud akhlak terpuji? Bagimana menginternalisasikan dalam diri? Akhlak terkait dengan karakter. Strategi pembentukannya tentu saja Inside-out - dari dalam hati (jiwa) mewujud ke dalam perilaku. Sehingga setelah pemahaman dan keyakinan akan nilai, yang dilakukan kemudian adalah pembiasaan-pembiasaan dalam bentuk amal-kerja.

Akhlak dan karakter bukanlah hal yang statis. Keduanya bersifat dinamis, asal kita punya komitmen pembelajar sejati. Nilai terpuji atau nilai positif tersebar dalam banyak ruang kehidupan. Bagi kita umat Islam, kita punya sumber kebaikan abadi al-Quran dan Sunnah Nabi. Tinggal kemauan kita untuk belajar dan memahami, lalu meyakini dan menginternalisasikan dalam hati. Caranya banyak: belajar mandiri, cari murabbi (baca: guru), ikuti majelis ilmu, dll. Salurannya pun banyak ragamnya, dari yang formal di lembaga-lembaga pendidikan sampai yang nonformal di surau-surau, di organisasi, di forum-forum studi, dll. Pilih dan ciptakan saluran pembelajaran yang benar-benar memberdayakan diri - menuntun pada akhlak terpuji.

Lingkungan sosial - pertemanan, pergaulan, permainan, organisasi, kerjasama - juga memiliki porsi besar dalam mempengaruhi akhlak seseorang. Untuk tujuan membentuk akhlak terpuji, bergaulah dengan orang-orang shaleh, orang-orang yang berpikiran dan berperilaku positif, orang-orang progresif, orang-orang hebat, dst. Ciptakan lingkungan yang kondusif bagi diri untuk meraih akhlak terpuji. Bangunlah team (ingat the dream team) yang terdiri dari orang-orang hebat, sholeh, baik, positif, dan progresif. Baru setelah itu, berbaurlah dengan masyarakat. Serukan kebaikan dengan teladan yang mengedepankan akhlak terpuji.

Akhlak terpuji menjelma dalam banyak sekali cara memandang, merasa, bersikap, dan berperilaku sehari-hari. Ia bukan hal baru, tapi secara turun-temurun diwariskan dari dan untuk orang-orang yang ingin hidup mulia dan bahagia. Anis Matta secara jeli menyimpulkan bagi kita induk-induk dan turunan akhlak terpuji sebagai berikut:

* Cinta kebenaran melahirkan turunan dan lawannya sebagai berikut: Jujur ><><><><>

* Kekuatan kehendak menurunkan sifat sebagai berikut: Optimis, Inisiatif, Tegar, Tegas, Serius, Disiplin, Pengendalian Diri.

* Himmah (Ambisi) yang tinggi menurunkan sifat sebagai berikut: Dorongan Berprestasi, Dinamika, Tidak Mudah Menyerah, Harga Diri, Keseriusan.

* Kesabaran melahirkan sifat sebagai berikut: Tenang, Konsisten, Pengendalian Diri, Lembut, Santun, Mampu Menjaga Rahasia.

* Rasa kasih (Rahmah) melahirkan sifat sebagai berikut: Pemaaf, Empati, Berbakti Kepada Orang Tua, Silaturrahmi, Lembut, Penolong, Musyawarah, Santun Kepada Fakir Miskin.

* Naluri sosial melahirkan sifat berikut: Bersih Hati, Ukhuwah, Menutup Aib Sesama, Mempu Bekerjasama, Penolong, Anti Perpecahan, Menjaga Milik Bersama.

* Cinta manusia melahirkan sifat berikut: Besih Jiwa, Kerjasama, Keterlibatan Emosional, Adil, Dermawan, Selalu Berkehendak Baik.

* Kedermawanan melahirkan sifat berikut: Pemurah, Hemat, Harga Diri, Mendahulukan Orang Lain, Infak, Ukhuwah.

* Kemurahan hati melahirkan sifat berikut: Lembut, Luwes, Pemaaf, Ridha, Ceria, Menyenangkan Orang Lain.

Itulah diantara wujud akhlak terpuji. Setelah tahu dan faham, yang dibutuhkan hanyalah komitmen pelaksanaan. Dan orang hebat memenuhi komitmen itu. Ia tahu. Ia faham. Ia yakin. Maka, Ia mengamalkannya. Secara berulang-ulang dan konsisten. Ia pun menghiasi hari dengan akhlak mulia. Dan ia memilih menjadi yang terbaik akhlaknya diantara sesamanya.

Jumat, Oktober 10, 2008

Islam-Melayu di Era Multikulturalisme


(Bustanuddin Agus (dosen FISIP Unand))


Gerakan posmodernisme (postmodernism) di Barat yang mulai berkembang tahun 1970-an seolah-olah memberi angin segar kepada negeri-negeri Islam untuk membangun masyarakatnya berdasarkan ajaran agama mereka. Angin segar itu juga berembus di kalangan suku bangsa Melayu yang mayoritas mendiami Indonesia dan Malaysia. Anggapan ini karena gerakan posmodernisme merupakan kritik dan reaksi terhadap gerakan modernisme yang bersifat kolonial, menjajah dan berusaha keras membaratkan wilayah lain di dunia. Tentu saja penjajahan dimaksud adalah penjajahan budaya, bukan penjajahan militer dan politik seperti di zaman penjajahan klasik. Gerakan postmodern menuntut pengakuan dan tidak ada lagi penjajahan terhadap berbagai kelompok agama, ideologi, ras, seks, suku bangsa, dan pengelompokan masyarakat. Namun angin segar ini dewasa ini telah dirasakan sebagai angin panas, terutama di kalangan masyarakat Islam dan Melayu.
Pemikiran modernisme sinis dan merendahkan agama serta budaya etnis lain dari agama dan budaya Barat. Posmodernisme lebih lanjut mengeritik modernisme berwatak kolonial, selalu berusaha supaya bangsa dan suku lain mengikuti paham modernisme yang sukuler, materialis, dan individualis. Demokrasi dan sistem pasar bebasnya dipaksakan kepada bangsa-bangsa lain di dunia. Budayanya ditanamkan di seantero dunia.
Paham modernisme bermula dari gerakan Renaissance abad ke-15 M. Gerakan Renaissance menentang masuknya agama yang diusung oleh gereja Katolik Roma dalam kehidupan bermasyarakat (ekonomi, politik, hukum, pendidikan, ilmu pengetahuan dan lainnya). Sekularisme dan modernisme menghegemoni pemikiran masyarakat lain yang demikian banyak ragam etnis dan agamanya. Ilmu, politik, hukum, pendidikan, life styles di banyak negeri Timur telah terpengaruh oleh pemikiran sekularisme dan modernisme tersebut.
Tahun 1970-an tema pluralisme dan multietnik (yang merupakan kritik terhadap modernisme) mewarnai pula wacana pemikiran global. Pemikiran tersebut cepat berkembang dengan bantuan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi. Modernisme yang menghegemoni dunia sebelum ini mempercepat pula penyebaran posmodernisme karena kedua-duanya dikembangkan dari Barat. Walaupun posmodernisme merupakan kritik terhadap modernisme, namun kedua-duanya punya kesamaan, yaitu sama-sama bertolak dari faham relativisme.
Posmodernisme, secara teoritis, menerima berbagai agama (dan juga tidak beragama), budaya, ideologi, dan orientasi moral. Posmodernisme membebaskan apakah apakah seseorang akan memilih pasangan dengan lawan jenis atau sesama jenis, dengan nikah atau tanpa nikah. Prinsip menerima segala macam agama, budaya dan moral dinamakan pula pluralisme secara ideologi, pemikiran dan moral. Secara budaya ia dinamakan multikulturalisme. Alasan penganut paham ini menanamkan ajarannya juga berdasarkan kenyataan bahwa hampir tidak ada masyarakat (penduduk kota, penghuni kawasan, warga negara) yang hanya terdiri dari satu macam penganut agama, pengemban budaya dan moral yang sama. Maka pluralisme dan multikulturalisme adalah suatu keniscayaan di zaman majunya teknologi transportasi dan tingginya mobilitas manusia. Deklarasi hak asasi manusia (Human Rights) dan demokrasi sejalan pula dengan prinsip pluralisme dan multikulturalisme.
Namun penganut modernisme tidak tinggal diam. Mereka balik mengeritik posmodernisme sebagai paham dan filsafat tanpa arah. Posmodernisme, menurut mereka, adalah paham nihilisme, tidak sekedar relativisme. Tidak ada lagi pandangan hidup, kepercayaan, moral, dan nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada generasi muda. Pemerintah hanya sekedar menjaga keamanan. Pembangunan budaya terserah saja kepada setiap kelompok masyarakat lainnya (Seidman & Wagner 1992; Lenz & Shell 1986).
Islam versus Pluralisme & Multikulturalisme
Dengan dalih demokrasi dan HAM di atas, Islam dicitrakan seolah-olah anti pluralitas. Pada hal agama Islam dan budaya Melayu juga menerima keberadaan penganut agama dan budaya lain di kalangan mereka. Pluralitas agama, budaya, etnis, dan bangsa dalam masyarakat dan negara mana pun di dunia dewasa ini memang suatu keniscayaan. Al-Qur`an sudah jauh-jauh hari mengingatkan adanya pluralitas masyarakat manusia. Surat al-Hujurat 13 mengungkap “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan. Kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling takwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui”. Al-Qur`an surat al-Rum 22 menamakan keragaman tersebut sebagai ayat-ayat Allah, tanda-tanda kebesaran Allah bagi yang berilmu pengetahuan.
Dalam berhadapan dengan berbagai macam agama tersebut, Islam mengajarkan harus bersikap toleran. Bahkan pemimpin dan umat Islam harus berfungsi sebagai garda depan untuk melindungi umat agama lain dapat bebas menganut agama dan beribadat menurut ajaran agamanya masing-masing. Agama Islam bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dalam kehidupan ummat manusia. Karenanya al-Qur`an tidak lupa meletakkan prinsip-prinsip pergaulan manusia atau masyarakat muslim dengan non-muslim. Pribadi dan masyarakat Islam tidak boleh memaksakan penganut agama lain pindah ke agamanya (Q.S. 2:256). Dalam menyampaikan dakwah Islam, hendaklah dengan cara yang bijaksana, dengan pelajaran dan diskusi yang lebih baik (Q.S. 16:125). Al-Qur`an melarang umat Islam mencaci tuhan agama lain (Q.s. 6:108). Surat al-Mumtahanah (60) ayat 8 menyatakan bahwa Allah tidak melarang umat dan pribadi muslim untuk berbuat baik dan tolong menolong dengan penganut agama lain. Rasulullah pernah bersabda, "Siapa yang menyakiti mu'ahid (penganut agama lain yang sudah punya ikatan perjanjian damai dengan masyarakat Islam), mengurangi haknya, membebaninya diatas batas kesanggupannya, atau mengambil sesuatu dari padanya tanpa kerelaan hatinya, akulah nanti yang akan menuntutnya (orang yang melakukan tindakan aniaya tersebut) di hari kiamat"(H.R. Abu Daud). Pada kesempatan lain beliau juga pernah berkata, "Siapa yang menyakiti seorang dzimmi (penganut agama lain yang menjadi anggota masyarakat Islam) berarti menyakiti aku sendiri". Tetapi dalam masalah iman dan peribadatan memang tidak ada toleransi sebagaimana ditegaskan oleh surat Al-Kafirun. Doa adalah otak ibadat. Karena itu doa lintas agama tidak perlu diadakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada bulan Juli 2005 mengeluarkan fatwa, diantaranya haram bagi umat Islam mengaminkan doa agama lain, haram berpaham sekularisme dan pluralisme.
Pluralitas agama dan multikultur itu juga ditemukan dalam masyarakat Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi Muhammad sendiri. Kota Madinah adalah masyarakat dan negara Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi Muhammad dan dinamakan oleh Muhammad Hamidullah (1975) dengan La Cité État Islamique. Penandatangan konstitusinya (Piagam Madinah atau Mu’ahadah bain al-muslimin wa ghairihim, sebagai konstitusi tertulis pertama dalam sejarah ketatanegaraan dunia) terdiri dari perwakilan berbagai suku bangsa dan penganut agama. Ikut membubuhkan tanda tangannya wakil kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar), bangsa dan penganut agama Yahudi, penganut agama Kristen Orthodok, dan kaum musyrikin Arab. Penduduk Madinah ketika itu berjumlah sekitar 10.000 jiwa. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, kaum Muslimin di Madinah hanya 1.500 orang dan sekitar separo dari penduduk kota ini adalah penganut agama Yahudi. Kaum Muslimin, gabungan Muhajirin dan Anshar hanya 15 persen dari jumlah penduduk dan merupakan golongan yang sangat minoritas di tengah masyarakat yang multi suku dan agama.
Namun demikian umat Islam tidak diajarkan supaya berpaham pluralisme, apalagi pluralisme agama dan multi kulturalisme. Ketika pluralitas telah ditambah dengan isme, ia telah menjadi anutan, kepercayaan, paradigma, bahkan keyakinan. Pluralisme di Indonesia diartikan sebagai paham yang memandang benar berbagai agama yang dianut manusia. Penganut paham pluralisme memandang semua agama sama, sama-sama menyembah Tuhan Yang Esa, sama-sama pro keadilan, akhlak dan budi pekerti yang baik. Kalau bertolak dari istilah yang terlalu umum ini memang semua agama, idologi, dan budaya adalah sama. Tetapi kalau sudah melangkah ke realita apa Tuhan Yang Esa, apa yang adil, bermoral bagi suatu penganut agama, masyarakat, dan etnis berbeda dari masyarakat lain. Tuhan Yang Esa dalam Islam yang tunggal, tidak terdiri dari berbagai unsur, tidak ada yang menyamai-Nya. Dalam Kristen Tuahn Yang Esa adalah yang trinitas, yang tsalitsu tsalatstah. Yang adil dalam pidana Islam adalah qisas, dera dan rajam untuk jinayah pembunuhan, minum khamar, zina muhshan. Di Barat hanya hukuman penjara kalau membunuh. Minum khamar dan zina ghair muhshan tidak kejahatan, bahkan dianggap hak dan kebebasan masing-masing. Apa lagi apa yang dikatakan sopan, dan bermoral akan berbeda sekali antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
Demikian pula Islam mengakui masyarakat, apalagi umat, terdiri dari berbagai etnis dan kultur. Tetapi Islam tidak menganut multikulturalisme. Istilah ad-din atau ajaran Islam mencakup segenap aspek kehidupan. Agama Islam hendaknya melahirkan kultur Islam atau way of life Islam. Way of life atau syir’atan wa minhajan Islam tidak sama dengan wway of life atau syir’atan wa minhajan yang lain.
Islam adalah dinullah Khalik manusia dan alam semesta. Islam, sebagaimana dinyatakan oleh surat Ali Imran ayat 19 dan 85, adalah satu-satunya agama di sisi Allah. Islam adalah agama umat manusia yang diwahyukan kepada para rasul dan nabi Allah, dari Adam sampai Muhammad sebagai nabi terakhir (Q.s. 2:23; 10:72, 90; 6:162-163; 22:34, 78 dlsb). Islam berarti tunduk dan patuh kepada Allah, kepada ajaran-Nya dan penjelasan rasul-Nya. Karena itu, apa-apa yang di bumi dan di langit telah ber-islam, telah tunduk dan patuh kepada Allah (Q.s. 42:13; 10:72, 84; 2:132, 133, 136). Kepatuhan dan ketundukan benda-benda di bumi dan di langit kepada sunnatullah (hukum alam dan kehidupan manusia yang diciptakan Allah) jauh melebihi kepatuhan dan ketundukan kebanyakan manusia yang menyatakan diri beragama Islam.
Kemudian isu pluralisme, hak-hak asasi manusia, kesetaraan jender, demokrasi, tampak dijadikan pula alasan untuk menolak ajaran-ajaran yang telah tertanam di kalangan masyarakat Islam dan suku bangsa Melayu. Ajaran Islam dan budaya Melayu, seperti tidak boleh murtad ke agama lain dan tidak boleh zina, dinilai oleh masyarakat dan banyak individu pencetus ideologi tersebut sebagai yang bertentangan dengan prinsip pluralisme dan semangat demokrasi. Karena itu umat Islam dan bangsa Melayu yang berkeyakinan selama ini bahwa agama Islam adalah petunjuk Allah Yang Maha Benar mendapat tantangan mendasar, tantangan dari dasar kepercayaan itu sendiri. Ajaran Islam sebagai agama yang dipercayai sebagai satu-satunya yang benar, diserang karena bertentangan dengan prinsip pluralisme. Pluralisme agama yang dimaksudkan oleh pendukungnya tidak hanya merupakan kemampuan untuk bekerja sama melampaui batas-batas perbedaan agama. Tetapi kerjasama tersebut seperti yang diungkap oleh Diana L. Eck menjelaskan proyek pluralisme dalam bukunya yang berjudul A New Religious Amerika: How a “Christian Country” Has Become the World’s Most Religiously Diverse Nation (2002) juga sampai kepada doa dan kawin lintas agama. Pluralisme bukan saja berbicara pada perbedaan, juga pada komitmen, keterlibatan dan partisipasi dalam pembangunan rumah ibadat. Pluralisme juga pertukaran, dialog, dan perdebatan dalam masalah teologi. Pluralisme adalah ibarat orkes simfoni dan ansambelmjazz. Pluralisme tidak hanya sebatas toleransi.
Lebih dari itu bagi masyarakat Indonesia, pluralisme diartikan bahwa kebenaran agama tidak hanya pada Islam, tapi juga pada agama lain. Di antara mereka beralasan pula bahwa ajaran agama yang mutlak itu hanyalah yang masih dalam bentuk wahyu. Demikian wahyu itu telah dipahami, diyakini, dan diamalkan manusia, ia otomatis menjadi relatif karena sudah turun ke dalam keyakinan, otak dan perasaan manusia. Karena itu ia akan sama saja dengan agama dan pengetahuan lain yang juga bersifat relatif. Tidak ada hak umat Islam untuk mengklaim bahwa agama mereka saja yang benar. Demikian di antara tulisan Ahmad Sjafii Maarif di opini Republika tanggal 29 Desember 2006.
Paham ini menghilangkan esensi agama itu sendiri. Bahkan menukar agama yang biasa dengan agama baru yang namanya pluralisme atau multikulturalisme yang nota bene bersifat relativisme. Relativisme menyentuh dasar-dasar keyakinan beragama. Karena itu masalahnya sudah menjadi sangat serius. Relativisme berhadapan dengan keyakinan beragama yang dipercayai sebagai ajaran Tuhan Yang Maha Tahun. Lahir dan berkembanglah paham-paham pluralisme agama di kalangan umat Islam dan Melayu sendiri. Alasan pluralisme agama mereka tambah pula dengan bahwa pluralitas agama dan budaya adalah suatu keniscayaan. Padahal ciri khas beragama adalah meyakini ajaran yang dianut sebagai (satu-satunya) yang benar. Secara sosiologis atau fakta sosial, masing-masing individu dan jamaah penganut agama yang berbeda, bahkan mazhab yang berbeda berpegang kepada agama atau mazhabnya secara fanatik. Kepercayaan bahwa agamanya adalah ajaran yang mutlak benar dan satu-satunya jalan keselamatan dianut oleh setiap penganut agama. “Fanatisme” adalah ciri keberagamaan seseorang dan suatu kelompok. Karena itu umat atau jamaah penganut suatu agama, bahkan penganut berbagai ideologi sekuler pun, cenderung fanatik, eksklusif, percaya hanya pengikut agamanya saja yang akan beroleh keselamatan.
Selama fanatisme masih berada pada tataran keyakinan kepada ajaran dan tidak ditujukan untuk menuding kelompok atau umat lain, tidaklah menjadi masalah. Tetapi kalau fanatisme agama telah menjurus kepada menghina, mengolok-olok sinis agama lain (seperti kasus kortoon Nabi dan Satanic Versesnya Salaman Rushdi), budaya dan ideologi lain baru menjadi masalah. Apalagi kalau sudah meningkat menjadi intimidasi, teror, pencekalan, dan ethnic cleansing, negara, organisasi antar bangsa harus bertindak tegas. Sedangkan fanatisme kepada ajaran agama masing-masing dinamakan istiqamah, iman dan taqwa. Bahkan ketaatan dan kecintaan kepada ajaran agama hanya bisa ditingkatkan kalau ajaran agamanya masih diyakini sebagai satu-satunya agama di sisi Allah. Tanpa fanatik kepada ajaran agamanya, keyakinan dan ketakwaannya bisa berkurang, bahkan bisa hilang sama sekali. Apapun agama yang dianut oleh manusia, baik Islam atau agama apapun, ajarannya diyakini secara fanatik (Agus.2003. Sosiologi Agama. h. 68-72, 87-90), terutama di kalangan grass root atau massa. Maka tidak fair kalau anak-anak muslim diindoktrinasi untuk tidak meyakini agamanya sebagai satu-satunya agama yang benar, sementara penganut agama lain, apa pun agamanya, tetap meyakini kebenaran ajaran agamanya secara fanatik, ajaran agamanya sebagai the ultimate concern.

Soal pluralistas suatu keniscayaan, Islam pun dari awal mengakui beragamnya keyakinan, warna kulit dan bahasa (budaya) umat manusia untuk saling kenal mengenal (al-Hujurat 13). Maka pluralitas dijadikan alasan untuk “memaksakan” pluralisme yang sebenarnya juga sudah menjadi “agama” baru, yaitu agama sekuler sesudah modernisme. Adanya keyakinan yang dipegang teguh secara bersama penting untuk menjaga keutuhan masyarakat. Bagi masyarakat yang tidak lagi menjadikan agama sebagai the ultimate concernnya, kepercayaan bersama atau akidah mereka diganti dengan berbagai isme, dengan berbagai filsafat, seperti sekularisme, materialisme, individualisme, sosialisme, nasionalisme, pluralisme dan lainnya. Dengan demikian semua filsafat ini, sebagaimana diungkap oleh Nottingham (19985:26-30) dan Jeurgensmeyer (1998), sosiolog agama kontemporer, menjadi agama modern atau agama sekuler. Jeurgensmeyer mengungkap dalam bukunya hasil penelitiannya di berbagai negara dan umat beragama dunia bahwa terjadi perlawanan sengit antara penganut nasionalisme religius dan nasionalisme sekuler. Nasionalisme sekuler yang pada umumnya di pihak penguasa melakukan penekanan, intimidasi dan menghajar pihak nasionalis religius dengan berbagai macam tindak kekerasan.
Perlu pula disadari bahwa tema posmodernisme, pluralisme atau multikulturalisme menarik bagi banyak kalangan, termasuk kalangan beberapa cendikiawan muslim sendiri, seperti almarhum Nurcholish Madjid dan para aktivis Jaringan Islam Liberal. Mereka sangat gencar menyiarkan paham mereka dengan menggunakan media modern. Suara mereka lantang. Bahkan tak segan mengeritik keputusan Majelis Ulama Indonesia. Dengan demikian Islam sebagai agama suku bangsa Melayu menghadapi tantangan yang hebat dewasa ini, yaitu tantangan yang disuarakan dengan lantang oleh sebagian umat dan cendikiawannya sendiri.
Suara pendukung pluralisme dan multikulturalisme yang berasal dari Barat menggoyahkan keyakinan umat Islam kepada agama mereka berbeda sekali dengan kesimpulan Roger Garaudy, Guru Besar filsafat, bekas penganut Katolik dan pernah pula jadi aktivis Partai Komunis Perancis. Setelah menelurusuri filsafat Barat abad 20, agama Abrahamik, dan pesan Islam dalam bukunya Biographie du XXème Siècle. Le Testament Philosophique de Roger Garaudy (1985:381-398), menyimpulkan bahwa Islamlah agama universal yang dicari di abad dua puluh. Tidak seperti Hiduisme dan Budhdhisme, Islam tidak menilai dunia buruk. Tidak seperti Kristen, Islam tidak memisahkan domain Tuhan dan kaisar, serta tidak mengajarkan kehidupan kerahiban. Eropa, dari Sokrates sampai pemikir spirutalisme Husserl (serta posmodenisme, Habermas dan lain-lain) sama sekali tidak mengajarkan keyakinan, tapi hanya keraguan (n’est pas de la foi, mais le doute). Iman atau keyakinan adalah l’intérieur dari perbuatan. Perbuatan atau amal adalah l’extérieure-nya. Artinya aqidah dan syariah merupakan suatu kesatuan, tidak seperti ilmu kalam zaman klasik yang telah memisah antara keduanya dan pernah mengajarkan adanya Tuhan spesifik (de Dieu une spesialité, seperti Tuhan yang hanya Maha Menentukan di kalangan Jabariah atau Tuhan hanya Maha Adil di kalangan Qadariah. Islam menyatukan antara yang transenden dengan yang dunia (mondial). Ummah adalah komunitas Islami yang universal, tidak didasarkan ras, teritorial, bahasa, budaya, tapi hanya oleh satu tujuan bersama yaitu merealisir kehendak Tuhan di atas dunia (réaliser sur la terre la volonté de Dieu), komunitas iman (une communauté de la foi). Islam mengajarkan transendensi Tuhan dalam segala keterbatasan hidup manusia di alam, transendensi Tuhan dalam semua pemikiran, cinta, gagasan, dan perbuatannya.
Yusuf al-Qardhawi menjelaskan pentingnya iman atau keyakinan untuk meraih kemuliaan, kebahagiaan, ketenangan jiwa, tenaga untuk memperjuangkan cita-cita, untuk menanamkan kecintaan kepada Allah dan penghuni alam semesta, untuk menanamkan akhlak, untuk kesejahteraan masyarakat dan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dalam bukunya Al-Iman wa al-Hayah (1975). Setelah itu, dalam kesimpulan, al-Qardhawi mengungkap iman adalah kekuatan akhlak dan akhlak kekuatan, ruh kehidupan dan kehidupan ruh, rahasia orang alim dan yang mengetahui segala rahasia, keindahan dunia dan dunia keindahan, cahaya jalan dan jalan cahaya ... Iman, dalam satu kata kunci, adalah keharusan bagi kehidupan manusia (dharurah l al-hayah al-insaniyah), keharusan bagi individu supaya ia bahagia dan maju, serta keharusan bagi masyarakat supaya bersatu dan lestari. Iman yang dimaksud adalah iman menurut ajaran Islam dalam kekomprehensifannya, keseimbangannya, kedalamannya, kepositifannya, iman ma’rifah, niat, i’tiqad dan amal. Tidak iman logika saja sebagaimana diungkap oleh mutakallimun, tidak ruh saja sebagaimana diungkap oleh kaum shufi, dan tidak iman formalitas yang kering sebagaimana diungkap oleh fuqaha (1975:351). Maka iman menurut ajaran Islam adalah keyakinan yang komprehensif dan terpadu, kaffah dan tauhidy amat berbeda, bahkan berlawanan, dengan prinsip posmodernisme dan multikulturalisme.
* * *
Dari penyajian di atas dapat disimpulkan bahwa umat Islam dan bangsa Melayu tidak seyogyanya latah pula dengan pluralisme. Islam dan adat Melayu kaya dengan ajaran dan nilai-nilai yang perlu dipertahankan untuk dapat menjalani hidup modern dan harus menjadi modern, tetapi tidak menjadi penganut modernisme, posmodernisme, relativisme dan multikulturalisme. Dengan Islam dan adat Melayu, mereka harus dapat hidup modern dengan tetap bermakna dan manusiawi, dapat berandil dalam mewujudkan rahmatan lil’alamin dan hasanah di dunia dan akhirat. Namun tantangan materialisme, hedonisme, individualisme sangat mudah merusak generasi muda umat Islam dan bangsa Melayu karena selalu disuguhkan oleh media massa modern dan canggih. Pendidikan untuk menanamkan keyakinan, keimanan, dan kesadaran yang mendalam terhadap keutamaan penghayatan ajaran Islam dan adat resam Melayu (jalur kultural) supaya hidup lebih bermakna dan tidak sesat dalam fatamorgana kehidupan modernisme, posmodernisme dan multikulturalisme adalah gerakan yang harus diintensifkan dengan sokongan kebijakan pemerintah (jalur struktural).


Daftar Kepustakaan

Agus, Bustanuddin. 2003. Sosiologi Agama. Andalas University Press, Padang.

Hamidullah, Muhammad. 1395 H/1975. Le Prophete de L`Islam, Salih Ozcan, Ankara dan Beirut.

Eck, Diana L, 2005, Amerika Baru Yang Religius. Bagaima Sebuah “Negara Kristen” Berubah Menjadi Negara Dengan Agama Paling Beragam di Dunia. Judul asli A New Religious Amerika: How a “Christian Country” Has Become the World’s Most Religiously Diverse Nation (2002), diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Piga Hybrida, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Garaudy, Roger. 1985. Biographie du XXème Siècle. Le Testament Philosophique de Roger Garaudy, Tougui, Paris.

Hamidullah, Muhammad, 1395 H/1975, Le Prophete de L`Islam, Salih Ozcan, Ankara dan Beirut.

Jurgensmeyer, Marx, 1998, Menentang Negara Sekular. Kebangkitan Global Nasionalis Religius, terjemahan. Noorhaidi, Mizan, Bandung.

Lenz, Gunter H dan Shell, Kurt L (Eds.), 1986, The Crisis of Modernity, Westview Press, Colorado.

Nottingham, Elisabeth K., 1985, Agama dan Masyarakat. Suatu Pengantar Sosiologi Agama, trans. Abdul Muis Naharong, Rajawali, Jakarta.

Al-Qardhawi, Yusuf, 1975, Al-Iman wa al-hayah, Maktabah Wahbah, Cairo.

Seidman, Steven dan Wagner, David, 1992, Postmodernism and Social Theory, Basil Blackwell, Cambridge.


Kamis, September 04, 2008

Taubat dan istighfar


بسم الله الرحمن الرحيم

1) Manusia adalah yang potensial melakukan kebaikan, sekaligus potensial melakukan dosa dan kesalahan.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10). {الشمس : 8-10}.

”Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (8) Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (9) Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (10).” (QS. Asy-Syams: 8-10).

2) Karena itu, bertaubat dan beristighfar bagi orang yang beriman merupakan sautu keniscayaan/keharusan.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لاَ تُنْصَرُونَ (54). {الزمر : 53-54}.

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (53) Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi) (54).” (QS. Az-Zumar: 53-54).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيــُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ يَوْمَ لاَ يُخْزِي اللهُ النَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. {التحريم : 8}.

”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Tahrim: 8).

Persyaratan Taubat Nashuha, antara lain:

a) Sedih dan menyesal karena telah berbuat dosa;

b) Berniat sungguh-sungguh, tidak akan mengulangi dosa tersebut;

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: اَلتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ وَالْمُسْتَغْفِرُ مِنَ الذَّنْبِ وَهُوَ مُقِيْمٌ عَلَيْهِ كَالْمُسْتِهْزِئِ بِرَبِّهِ. {رواه البيهقي}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Orang yang bertaubat dari dosa (yang telah dilakukan) seperti orang yang tidak punya dosa. Dan orang yang memohon ampun (kepada Allah) dari dosa (yang telah dilakukan), akan tetapi dia tetap pada perbuatan dosa (mengulangi dosa tersebut), maka dia seperti orang yang mengejek Tuhannya.” (HR. Baihaqiey).

c) Jika berdosa kepada sesama manusia, harus segera minta dimaafkan.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلَعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ. {رواه مسلم}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Barangsiapa bertaubat kepada Allah, sebelum matahari terbit dari Barat, maka Allah SWT akan menerima taubatnya.” (HR. Muslim).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْئَ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَبُوْبَ مُسِيْئَ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا. {رواه مسلم}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Sesungguhnya Allah SWT membentangkan tangan (rahmat)-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang telah berbuat durhaka pada siang hari, dan membentang tangan (rahmat)-Nya pada waktu siang hari untuk menerima taubat orang yang telah durhaka pada malam hari. Keadaan tersebut terus berlangsung hingga matahari terbit dari Barat (hari kiamat).” (HR. Muslim).

3) Harus dikembangkan sikap bergembira ketika melakukan kebaikan, dan menyesal ketika melakukan kesalahan.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: إِذَا سَرَّتْكَ حَسَنَتُكَ وَأَسَاءَتْكَ سَيِّئَتُكَ فَأَنْتَ مُؤْمِنٌ. {رواه الضياء عن أبي أمامة}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Apabila engkau menyukai kebaikan dan engkau tidak menyukai kejahatan, maka engkau termasuk orang yang beriman (mukmin).” (HR. Adh-Dhiya’).

Tiga pilar masyarakat sejahtera Aqidah salimah, jauh dari syirik

Pembebasan dari kelaparan

Pembebasan dari rasa takut

Aqidah salimah, jauh dari syirik à Antara lain menghayati makna dari kalimat-kalimat istighfar.

4) Istighfar (memohon ampun kepada Allah) adalah ciri orang yang bertaqwa à QS. 3: 135.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ. {ال عمران : 135}.

”Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135).

5) Istighfar diucapkan dalam rangka meraih ampunan dan kasih sayang Allah SWT.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَاسْتَغْفِرِ اللهَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا. {النساء : 106}.

Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 106).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللهَ يَجِدِ اللهَ غَفُورًا رَحِيمًا. {النساء : 110}.

”Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 110).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْلَمْ تُذْنِبُوْا لَذَهَبَ اللهُ تَعَالَى بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُوْنَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللهَ تَعَالَى فَيَغْفِرُ لَهُمْ. {رواه مسلم}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya. Andaikan kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan mengambil (mencabut nyawa) kalian dan mendatangkan kaum yang berbuat dosa. Kemudian mereka memohon ampunan, lalu Allah mengampuni mereka.” (HR. Muslim).

6) Memperbanyak istighfar dengan penuh kesungguhan akan menggundang rizki dari Allah SWT.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12). {نوح : 10-12}.

”Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun (10) Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat (11) Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: مَنْ أَكْثَرَ مِنَ الإِسْتِغْفَارِ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ. {رواه أحمد}.

”Rasulullah Saw. bersabda: ”Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan menjadikan untuknya kesenangan dalam setiap kesedihan, jalan keluar bagi setiap kesulitan dan memberinya rizki dari jalan yang tidak disangka-sangka (sebelumnya).” (HR. Ahmad).

7) Memperbanyak istighfar adalah mengikuti sunnah Nabi SAW.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: وَاللهِ إِنِّيْ لأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فيِ الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً. {رواه البخاري}.

"Rasulullah Saw. bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya aku (Muhammad) memohon ampun dan bertaubat kepada Allah setiap hari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: سَيِّدُ الإِسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُوْلَ الْعَبْدُ: اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لآإِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. {رواه البخاري}.

“Inti (pokok) dari bacaan istighfar yang diucapkan seorang hamba adalah: “Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Ilah (yang patut untuk disembah) kecuali Engkau. Engkau yang menciptakanku, dan aku (adalah) hamba-Mu. Dan terhadap janji dan perintah-Mu aku (akan melaksanakan) dengan sekuat tenagaku. Aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan jahat yang aku perbuat. Aku mengakui akan segala nikmat-Mu yang telah Engkau (anugerahkan) kepadaku, dan aku mengakui atas (segala) dosa dan kesalahanku, maka ampunilah (Ya Allah) segala dosa dan kesalahanku. Karena sesungguhnya tidak ada Dzat yang dapat memberikan ampun, kecuali Engkau” (HR. Bukhari).