Senin, November 10, 2008

Orang Hebat Punya Keyakinan Yang Kuat


Menurut Anda apa yang membuat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali berlaku zuhud, wara', dan amanah selama memegang imamah? Menurut Anda apa yang menyebabkan Bilal bin Rabah begitu tabah dalam penyiksaan majikannya di awal ia berserah (islam)? Menurut Anda apa yang menyebabkan Umar bin Abdul Aziz demikian bisa berbuat adil pada rakyatnya ketika ia berkuasa memimpin Bani Umayyah. Padahal godaan duniawi begitu menguat pada masa hidupnya. Mengapa mereka memilih jalan itu, bukan jalan sebaliknya?.

Merekalah generasi pertama umat ini yang menorehkan cerita kemulian Islam di masanya. Merekalah orang-orang yang merasakan tarbiyatun nabi. Diluar kelebihan fisik dan materi, pada awalnya, mereka adalah manusia biasa. Namun kemudian berhasil menjelma menjadi manusia-manusia hebat di panggung sejarah umat. Kekuatan apa yang mampu mengubah mereka?. Dari biasa menjadi luar biasa!. Kekuatan itu adalah kekuatan "keyakinan", kekuatan "iman", kekuatan "aqidah."

Keyakinan adalah dasar kita berbuat dan melakukan sesuatu. Keyakinan sekaligus sumber semangat dan motivasi. Anda bisa bayangkan perbuatan yang dilakukan dengan keyakinan yang kuat. Ia akan memiliki daya yang luar biasa. Ia akan memenuhi hasilnya. Di sini keyakinan merupakan produk pikiran yang diterjemahkan menjadi ketetapan di hati serta berbuah sikap dan perbuatan. Pikiran mencerna setiap pilihan kita atas segala sesuatu. Ia mempertarungkan logika-logika akal sampai pada kesimpulan yang kita anggap 'benar.' Inilah fase ilmu dalam ruang pikiran kita. Fase ini membuahkan pemahaman yang menjadi bahan pertimbangan bagi semua ketetapan hati. Ketetapan hati yang didasarkan pada ilmu, pada pengetahuan, pada pemahaman sehingga hati tidak menjadi buta.

Di dalam hati, rekomendasi pikiran tidak serta merta diterima. Ia harus melalui screening nurani - membran azali nan fitri - yang dimiliki oleh semua manusia yang terlahir di dunia. Nurani inilah yang akan menentukan "Yes" or "No" semua rekomendasi pikiran atau akal. Logika-logika akal harus menyesuaikan diri dengan suara-suara hati nurani. Pertanyaan, mengapa A bukan B, dijawab secara rasional ilmiah oleh akal. Sementara, untuk menguak rahasia hikmah dibalik A dan B, hati nurani punya jawabnya. Inilah yang disimpulkan oleh pakar-pakar majamen qolbu sebagai "ketertundukan akal pada hati." Benar, kita berpijak pada pengetahuan dan pemahaman yang diproduksi akal-pikiran. Tapi, ia tak boleh melupakan apalagi menafikan suara-suara hati nurani. Dari sanalah menggumpal keyakinan - dasar kita percaya, bersikap, dan berbuat.

Jadi rumusnya kira-kira begini: Pilihan - Pikiran - Hati (Nurani) - Ketetapan - Keyakinan - Amal perbuatan. Rumus inilah yang selalu digunakan oleh orang-orang hebat. Sehingga pribadinya mantab. Perangainya kuat. Pilihan dan sikap hidupnya kokoh. Jarang sekali goyah, apalagi mengalami syndrome kepribadian pecah (split of personality). Narasinya kira-kira begini: Orang hebat memilih berdasarkan pertimbangan akal dan hati. Pertimbangan akal dan ketetapan hati menghasilkan keyakinan. Atas dasar keyakinan, pilihan menjadi mantab, kuat, kokoh dan full of energy.

Inilah pilihan yang selalu berbuah prestasi dan kemuliaan. Seperti pilihan para khalifah ar-rasyidun untuk melanjutkan risalah sekaligus menjadi pelayan umat. Hingga Islam sempat menggapai puncak-punjak kejayaan dan kemuliaan. Pilihan Bilal yang selalu berucap "Ahad" tatkala siksa mendera. Atas pilihannya itu, takdirnya beroleh surga firdaus menjadi cerita resmi bagi generasi tabiin - syahdan bunyi terompahnya terdengar oleh Nabi di surga. Layaknya juga pilihan Umar bin Abdul Aziz yang dalam 2,5 tahun masa kepemimpinannya tiada lagi dapat ditemukan orang-orang yang layak disedekahi. Subhanalloh.

Tidak ada komentar: