Jumat, April 17, 2015

004 I’tikaf Cahaya Penerang Peradaban



Manusia peradaban disaring Allah melalui I’tikaf. Mereka Mendahulukan Allah dari segala sesuatu. Maka Allah akan mendahulukan mereka dari semua manusia. Doa mereka mustajab diijabah langsung oleh Allah dan diaminkan oleh para malaikat.

Mereka merubah dunia melalui mihrab. Mihrab mereka adalah masjid-masjid. Hati mereka thawaf bersama Allah. Indah… luarbiasa… dahsyat. Doa mereka tanpa hijab di hadapan Allah. Kerja dan amal mereka berkah dan membawa keberkahan. Cahaya yang bertingkap-tingkap. Tidak ada tempat yang tidak mendapatkan cahaya. Merata di segala tempat. Menyinari peradaban sepanjang zaman.

I’tikaf adalah madrasah peradaban. Berisi ilmu dan hikmah. Kecil mereka di hadapan Allah, besar di hadapan manusia. Menjadi hamba yang hina di hadapan Allah. Menjadi pemimpin penuh kemuliaan di hadapan kumpulan manusia. Teladan di depan manusia dan di hadapan malaikat. Kebahagiaan yang membahagiakan. Keberkahan yang memberkahkan.

Rahasia I’tikaf yang paling asasi adalah Muraqobatullah. Merasakan keberadaan Allah dalam setiap langkahnya. Mereka riya’ dihadapan Allah. Tawadhu di hadapan manusia. Rasa Raja’ mereka bersengatan di hadapan Allah. Rasa khauf mereka membuat mereka khawatir dengan pujian manusia.

Manusia peradaban yang memahami I’tikaf sebagai madrasah, paham I’tikaf bukan sekedar tempat untuk mewadahi puncak amal di bulan Ramadhan. Mereka menjadikan I’tikaf tonggak awal menebarkan nilai-nilai keshalihan pada 11 bulan berikutnya. Sehingga semesta raya senantiasa bertasbih bersamanya.

Banyak manusia yang melalaikan I’tikaf ini. Mereka beralasan sibuk. Maka Allah menyibukkan mereka. Mereka di dunia ini mondar-mandir kesana kemari persis seperti setrikaan. Padahal Rasulullah adalah manusia yang super sibuk. Beliau adalah Nabi, Rasul, Pemimpin Negara, Suami bagi istri-istrinya, Ayah bagi anak-anaknya, Kakek bagi cucu-cucunya, pengayom dan pelindung bagi umatnya, panglima perang, ekonom, dan banyak lagi peran beliau.

Rasulullah yang mulia sangat menyadari peran I’tikaf  di sepuluh hari terakhir Ramadhan. I’tikaf adalah madrasah cahaya. Bahkan di tahun kewafatannya Rasulullah I’tikaf di 20 hari terakhir.

Saudaraku yang ingin mulia di hadapan Allah. Merenunglah, sadarilah kita adalah manusia yang paling banyak beralasan. Mari lanjutkan tradisi mulia ini. Sehingga kita menjadi manusia peradaban yang mencahayakan bumi ini.


 “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (Q.S  Al-Baqarah [002] :187)
Dari Aisyah ra: “Adalah nabi SAW melakukan i’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan ALLAH SWT, lalu hal tersebut dilanjutkan oleh para istri beliau SAW setelah wafatnya.” (HR Bukhari, Fathul Bari’, Kitab I’tikaf, bab I’tikaf pada 10 hari terakhir & i’tikaf di masjid-masjid, hadits no. 2026)

(Masjid Arfaunnas, Ahad, 30 RAmadhan 1432 H/30 Agustus 2011 M, 4:54:37 PM WIB)
Eddy Syahrizal
General Manager QR-Foundation For NKRI


Tidak ada komentar: