Manusia peradaban disaring Allah melalui I’tikaf.
Mereka Mendahulukan Allah dari segala sesuatu. Maka Allah akan mendahulukan
mereka dari semua manusia. Doa mereka mustajab diijabah langsung oleh Allah dan
diaminkan oleh para malaikat.
Mereka merubah dunia melalui mihrab. Mihrab
mereka adalah masjid-masjid. Hati mereka thawaf bersama Allah. Indah… luarbiasa…
dahsyat. Doa mereka tanpa hijab di hadapan Allah. Kerja dan amal mereka berkah
dan membawa keberkahan. Cahaya yang bertingkap-tingkap. Tidak ada tempat yang
tidak mendapatkan cahaya. Merata di segala tempat. Menyinari peradaban
sepanjang zaman.
I’tikaf adalah madrasah peradaban. Berisi
ilmu dan hikmah. Kecil mereka di hadapan Allah, besar di hadapan manusia. Menjadi
hamba yang hina di hadapan Allah. Menjadi pemimpin penuh kemuliaan di hadapan
kumpulan manusia. Teladan di depan manusia dan di hadapan malaikat. Kebahagiaan
yang membahagiakan. Keberkahan yang memberkahkan.
Rahasia I’tikaf yang paling asasi adalah
Muraqobatullah. Merasakan keberadaan Allah dalam setiap langkahnya. Mereka
riya’ dihadapan Allah. Tawadhu di hadapan manusia. Rasa Raja’ mereka
bersengatan di hadapan Allah. Rasa khauf mereka membuat mereka khawatir dengan
pujian manusia.
Manusia peradaban yang memahami I’tikaf
sebagai madrasah, paham I’tikaf bukan sekedar tempat untuk mewadahi puncak amal
di bulan Ramadhan. Mereka menjadikan I’tikaf tonggak awal menebarkan
nilai-nilai keshalihan pada 11 bulan berikutnya. Sehingga semesta raya senantiasa
bertasbih bersamanya.
Banyak manusia yang melalaikan I’tikaf ini.
Mereka beralasan sibuk. Maka Allah menyibukkan mereka. Mereka di dunia ini
mondar-mandir kesana kemari persis seperti setrikaan. Padahal Rasulullah adalah
manusia yang super sibuk. Beliau adalah Nabi, Rasul, Pemimpin Negara, Suami
bagi istri-istrinya, Ayah bagi anak-anaknya, Kakek bagi cucu-cucunya, pengayom
dan pelindung bagi umatnya, panglima perang, ekonom, dan banyak lagi peran
beliau.
Rasulullah yang mulia sangat menyadari peran
I’tikaf di sepuluh hari terakhir
Ramadhan. I’tikaf adalah madrasah cahaya. Bahkan di tahun kewafatannya
Rasulullah I’tikaf di 20 hari terakhir.
Saudaraku yang ingin mulia di hadapan Allah.
Merenunglah, sadarilah kita adalah manusia yang paling banyak beralasan. Mari
lanjutkan tradisi mulia ini. Sehingga kita menjadi manusia peradaban yang
mencahayakan bumi ini.
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan
puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa.” (Q.S
Al-Baqarah [002] :187)
Dari Aisyah
ra: “Adalah nabi SAW melakukan i’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan
sampai beliau diwafatkan ALLAH SWT, lalu hal tersebut dilanjutkan oleh para
istri beliau SAW setelah wafatnya.” (HR Bukhari, Fathul Bari’, Kitab
I’tikaf, bab I’tikaf pada 10 hari terakhir & i’tikaf di masjid-masjid,
hadits no. 2026)
(Masjid Arfaunnas, Ahad, 30 RAmadhan 1432
H/30 Agustus 2011 M, 4:54:37 PM WIB)
Eddy
Syahrizal
General
Manager QR-Foundation For NKRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar