Tampilkan postingan dengan label Orang Hebat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Orang Hebat. Tampilkan semua postingan

Minggu, November 02, 2008

Orang Hebat Memberi Teladan


Pernah menyaksikan film Pay It Forward? Film ini mengandung pesan moral melakukan kebaikan yang terencana setiap hari, sekecil apapun yang kita lakukan, secara konsisten, lalu menularkan kebaikan itu, kepada semua orang, yang belum pernah tersentuh oleh kebaikan yang sama. Jadilah aktivitas berbuat baik itu menjadi semacam 'multilevel marketing.' Maka, di film itu, satu inisiatif perbuatan baik - yang dilakukan oleh aktor utamanya; seorang anak - menyebar seantero kota, menjadi kegiatan kolektif. Di sana terkandung bermacam kekuatan. Kekuatan rencana (niat/isisiatif). Kekuatan konsistensi (istiqomah). Dan kekuatan teladan. Kekuatan yang terakhir akan kita jadikan atribut berikutnya dari orang-orang hebat.

Kekuatan teladan. Teladan mengandung dua unsur. Pertama, selalu fokus pada diri (starting from self). Inilah nama lain dari amal yang terlaksana. Tidak sekedar rencana. Bukan sekedar ucapan. Melainkan tindakan. Kedua, sang pemberi teladan sadar bahwa dirinya menjadi cermin pantul bagi sesamanya dan bagi masyarakatnya. Sehingga perbuatannya diusahakannya selalu bernilai positif, bermanfaat, dan progresif.

Kedua unsur itu membentuk kepribadian manusia-manusia hebat. Unsur pertama menjadikan mereka sibuk dengan upaya diri memaksimalkan potensi, bukan mengurusi kesalahan dan kelemahan orang, tapi abai pada kesalahan dan kelemahan diri sendiri. Sehingga pada masanya mereka tampil sebagai orang-orang yang memiliki pesona rasa, kata, dan karya yang terberdaya, yang layak dijadikan contoh bagi orang-orang disekitarnya. Unsur yang kedua sejatinya mendasari diri mereka untuk tetap dalam ruang etika universal yang mulia. Mereka sadar tidak hidup dalam ruang hampa. Mereka sadar hidup bersama. Dan karnanya mereka sadar ada misi penciptaan. Misi tentang keteraturan, kesejahteraan, dan kemakmuran dunia milik bersama.

Selanjutnya, teladan adalah perkara penciptaan karakter. Seperti halnya kepemimpinan. Bahkan, menurut saya, inilah aksen pertama dan yang paling utama dalam domain (konsep) kepemimpinan. Per defenisi, kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang kita inginkan. Dan, mempengaruhi bukan memerintah, tidak pula memaksa. Mempengaruhi mengandung pesan kerelaan dan keikhlasan pada objek yang kita pengaruhi. Dan, jamak bagi kita, proses mempengaruhi menjadi semakin mudah dengan pemberian teladan. Seorang pemimpin yang rajin dan selalu tepat waktu dalam menghadiri pertemuan atau rapat-rapat, misalnya, akan menemukan karyawannya berlaku demikian juga. Mungkin awalnya karena segan dan takut pada atasan. Tapi, lama kelamaan akan terbiasa. Sebelum akhirnya menjadi karakter. Kata Stephen R. Covey dalam Seven Habit : "Taburlah gagasan. Petiklah perbuatan. Taburlah perbuatan. Petiklah kebiasaan. Taburlah kebiasaan. Petiklah karakter. Taburlah karakter. Petiklah nasib."

Dengan demikian, teladan adalah jalan pemimpin. Sementara, orang hebat selalu berpeluang (dan berkeinginan) menjadi manusia-manusia pemimpin. Pemimpin bukan dalam arti posisi dan jabatan, tapi dalam arti tindakan. Leadership is not a position, but is an action. Orang hebat memilih jalan keteladanan. Dengan memaksimalkan potensi, memperbaiki diri, dan kesadaran memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya, orang hebat sedang membangun peradaban. Dimulai dari diri sendiri. Dimulai dari yang kecil. Dan dimulai sekarang juga.

Orang Hebat Hidup Dengan Semangat Kemuliaan


Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku

hanya untuk AllohTuhan semesta alam.

al-An'am: 162

Semangat dalam pengertian umum digunakan untuk menengarai minat yang menggebu, kegigihan, dan pengorbanan untuk meraih tujuan tertentu. Semangat melazimkan pengorbanan atas apa yang dimiliki - berupa materi, tenaga, pikiran, bahkan jiwa - untuk memenuhi apa yang diinginkan.

Seorang siswa gigih belajar hingga larut malam, berhari-hari, dan tak kenal lelah untuk memenuhi harapannya lulus UMPTN dan diterima di perguruan tinggi idaman. Seorang politisi tak kenal lelah senggol kanan-kiri, melakukan lobi-lobi, demi sebuah prestise berrnama kekuasaan, dst. Itulah semangat, itulah antusiasme, dalam sebagian fragmen kehidupan kita.

Yang akan kita bicarakan dalam bagian ini adalah semangat orang hebat. Semangat yang bertabur kemuliaan. Kemuliaan buah dari amal shaleh yang berdampak luas bukan hanya bagi dirinya pribadi, tapi juga bagi umat manusia dan kehidupan. Orang hebat bersemangat dalam amal yang terakhir disebut. Semangat mereka kekal dan abadi karena mereka mendasarkan tujuan dan pengharapan pada posisi yang benar - pada dzat yang kekal dan abadi, Tuhan Illahi Rabbi.

Inilah sumber motivasi yang menghasilkan kemuliaan. Meski kita kenal sumber-sumber lain berbentuk materi, pengakuan, penghargaan, prestise, semuanya bersifat sementara. Materi, siapa bisa jamin tetap dalam genggaman kita. Mungkin hari ini kita di atas bergelimang kekayaan. Esok hari bisa jadi kita di bawah bergumul dengan kemiskinan. Hari ini dipuji. Lain hari bisa jadi kita dimaki. Hari ini beroleh penghargaan. Kapan hari ada masanya kita dalam penghinaan, dst. Berharap kaya, harus siap miskin. Berharap pengakuan, harus siap dengan penolakan/pelecehan. Berharap penghargaan, harus siap dengan penghiaan, dst.

Mendasarkan semangat diri pada hal-hal di atas, berarti harus bersedia menerima kekecewaan. Semangat mudah sekali kendur. Semangat sangat mungkin luntur dengan cepat, secepat membalikkan telapak tangan. Lain halnya jika semangat didasarkan pada keridhaan Tuhan. Keridhaan-Nya kekal. Maka, semangatpun tak mengenal anfal. Ridha-Nya membuat hati kita ridha. Hati yang ridha tak mengenal sesal dan kecewa. Yang tersisa darinya hanyalah luasnya samudera penerimaan. Buahnya tentu saja kebahagiaan. Apa yang bisa menandingi kebahagiaan buah dari keridhaan?

Jika sumber terakhir yang dijadikan dasar, soal materi, pengakuan, penghargaan, dan prestise lebih sering mengikuti di kemudian hari. Jikalau tak beroleh keempat-empatnya sekalipun, hatinya tetap bahagia, hidupnya terasa bermakna karena ia memenangkan Alloh dari dunia dan segala isinya. Semangatnya tak pernah lekang dimakan zaman. Semangatnya tak pernah surut, meski (perolehan) materi tak pernah menghampirinya barang sejenak.

Semangat inilah yang dipunya oleh generasi pilihan umat. Semangatnya tumbuh, antara lain, dalam pribadi Imam Bukhari dan Imam Muslim yang mampu mengumpulkan ribuan hadits shahih. Semangat yang ada dalam diri Imam Syafi'i yang mampu menghafal ribuan hadits dan merumuskan ribuan fatwa. Ada dalam diri Ibnu Katsir yang mampu menulis berjilid-jilid kitab tafsirnya, sebagaimana Ibnu Hajar Al-Atsqolani mampu melahirkan kitab Syarah Shahih Bukhari yang ketebalannya mengagumkan itu. Semangat itu juga menjelma dalam diri Imam Al-Ghazali sehingga dapat melahirkan kitab Ihya' Ulumiddin yang sangat fenomenal.

Semangat mereka luar biasa. Hasilnya karya mereka sungguh mempesona. Mereka sedemikian produktif menulis berlembar-lembar karya tulis padahal zamannya belum ada pena yang tintanya terus mengalir, belum ada mesin tik, belum ada komputer apalagi laptop dan PDA.

Dari sisi materi apa yang mereka peroleh? Mereka hampir-hampir sepi dari kekayaan duniawi. Imam Syafi'i yang terlahir miskin dan yatim sampai harus menegaskan keadaannya: "Aku rasa kecerdasanku akan memberikanku kekayaan yang melimpah," kata beliau. "Tapi," katanya lagi, "setelah aku mendapatkan ilmu ini, sadarlah aku bahwa ilmu ini tidak boleh dituntut untuk mendapatkan dunia. Ilmu ini hanya akan kita peroleh jika dituntut ia untuk kejayaan akhirat." (diambil dari Serial Kepahlawanan, M. Anis Matta, di Majalah Tarbawi, Edisi 59, 15 Mei 2003).

Itulah pilihan (semangat) Imam Syafi'i, demikian juga dengan ulama-ulama yang tersebut di atas. Mereka sadar ilmu agama mereka tidak berada dan tidak boleh berada pada pusaran harta duniawi. Mereka memenangkan akhirat (ridha Ilahi) di atas harta duniawi. Mereka adalah orang-orang miskin yang terhormat. Sebab kemiskinan bagi mereka adalah pilihan hidup, bukan akibat ketidakberdayaan. Pilihan, akibat memenangkan akhirat di atas segalanya.

Mereka memang sepi dari harta duniawi, tapi jangan tanya peran dan jasa mereka bagi generasi umat setelah mereka. Mereka meninggalkan warisan yang tak pernah putus manfaatnya bagi umat manusia. Mereka pun beroleh pahala yang tak pernah putus dihadang kematian - pahala dari ilmu yang bermanfaat.

Posisi hati mereka benar. Dasar pijakannya pun benar. Sehingga semangat mereka tak pernah padam. Mereka bekerja karena panggilan jiwa (calling). Panggilan untuk memenuhi ridha Ilahi. Atas dasar itu, hidup mereka bertabur kemuliaan dunia dan akhirat.

Orang Hebat Hidup Bertabur Manfaat


Ada satu hadits Nabi yang sangat populer berbunyi: khairun nas anfa'uhum lin nas. Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak mafaatnya bagi sesamanya. Hadits ini disampaikan dengan bahasa yang sangat positif (positive talk). Pertama, kata khairun nas berarti "yang terbaik diantara manusia." Kedua, kata anfa'uhum berarti "yang paling bermanfaat."

Paling bermanfaat. Meskipun kita tahu tidak ada yang dapat meraih kesempurnaan dalam hal apapun - termasuk kemanfaatan dirinya - bunyi hadits itu mendorong setiap orang untuk menjadi yang "ter" diantara sesamanya. Inilah bahasa motivasi. Selalu ada - baik tersurat maupun tersirat - muatan: Pertama, isyarat kesempurnaan sebagai patokan tujuan. Kedua, supaya isyarat itu lebih menggerakkan diadakan kesan kompetisi (fastabiqul khairat). Sehingga kesempurnaan yang dimaksud bersifat relatif (dibandingkan) diantara sesamanya (manusia) dalam hal-hal yang positif.

Bagimana menjadi orang yang "ter" atau "paling bermanfaat"? Pertama, niat menjadi orang yang paling bermanfaat. Niat adalah posisi hati pada pekerjaan yang dimaksud. Niat, lalu menjadi orientasi. Makanya, niat menjadi sangat personal bagi setiap orang. Inilah ekspresi personal statement yang paling dasar - dan juga fundamental - bagi setiap orang. Masih ingat hadits Innamal a'mal bin niyat....dst? Betapa niat, disinyalir di hadits itu, dapat menentukan hasil - bahkan sebelum prosesnya berjalan.

"Menjadi orang bermanfaat", dengan demikian, harus menjadi pernyataan diri. Inilah pernyataan misi (mission statement) kita di awal kita memperoleh kesadaran/pencerahan diri (personal enlightment). Contoh teknis misi (ingin) menjadi orang bermanfaat: Saya adalah hamba Alloh yang berpendidikan, cerdas, dan prestatif yang bertekad untuk selalu belajar dan berbuat baik kepada sesama dengan cara memberdayakan masyarakat di sekitar saya. Niat - pernyataan misi - ini harus mengendap sampai alam bawah sadar sehingga mudah tergerak untuk menjadi (being).

Kedua, kemanfaatan lahir dari semua kebaikan. Lakukan semua yang baik dengan cara-cara yang benar. Kebaikan adalah kata kerja. Dia tidak perlu disebut berulang-lang, cukup difahami dan dilaksanakan. Prosesnya: menemukan, mengembangkan, dan menyebarkan. Temukan satu, dua, tiga, dst pekerjaan yang baik. Lalu kembangkan pekerjaan itu. Dan orientasikan untuk peningkatan kualitas insani orang banyak – untuk peningkatan wawasan, keterampilan, kesejahteraan, kebahagiaan, dll. Dengan begitu, penemu (ilmuwan-peneliti), industrialis yang mengembangkan produk - yang niatnya tidak hanya laba, distributor, dst menjadi orang-orang yang beroleh kemanfaatan diri.

Pegiat ilmu - ilmu apapun dari ilmu eksak, sosial humaniora, agama, dll - yang mau menyebarkan ilmunya untuk diamalkan, dimanfaatkan, dan atasnya lahir kemanfaatan yang lain juga masuk sebagai orang-orang yang beroleh kemanfaatan diri. Pengajar, dosen, juru suluh, juru dakwah, asatidz, penulis, dll masuk dalam golongan ini. Tidak terbatas pada dua hal itu. Intinya semua hasil karya yang dapat meningkatkan kualitas insani untuk sebanyak-banyaknya orang - itulah yang dinilai sebagi amal yang bermanfaat. Dan pelakunya adalah orang yang bermanfaat hidupnya. Tidak harus profesi, pekerjaan, status formal, yang penting mendatangkan manfaat.

Setelah kita memahami esensi aktivitas-peran yang mendatangkan manfaat, lalu bagaimana kita menjadi yang paling bermanfaat dalam berbagai aktivitas-peran itu? Caranya adalah dengan memosisikan diri secara benar dan tepat. Pertama, jadilah yang pertama (be the first) atau pengambil inisiatif atas segala bentuk perbuatan baik. Kedua, jadikan inisatif perbuatan baik itu benar-benar berkualitas dan prestatif. Usahakan setiap perbuatan baik bernilai optimal - vertikal untuk mendapatkan ridho-Nya, horisontal manfaatnya sampai pada orang-orang yang membutuhkan. Dan ketiga, the power of concistency. Konsisten melakukan perbuatan baik sehingga menjadi kebiasaan dan mengkarakter. Show habit reap character. Jangan lakukan, di satu sisi kehidupan kita berbuat baik, pada saat yang bersamaan, di sisi lain kita berbuat buruk atau tercela. Konsistenlah!

Menjadi paling bermanfaat. Inilah motivasi orang hebat. Mereka tak pernah berhenti mencari-cari peluang amal kebaikan. Ketika dapat, mereka jadi orang pertama yang mengambil pekerjaan itu. Bekerjanya bukan setengah hati, bukan pula mengharap puji, tapi dengan kesungguhan sehingga berkualitas dan bertabur prestasi. Orang-orang pun merasakan manfaat darinya. Orang hebat sadar, pekerjaannya harus berujung manfaat buat masyarakat. Manfaat yang tidak biasa, tapi luar biasa!

Orang Hebat Hidup Berprinsip


Dalam bukunya yang bagus Principle-Centered Leadership, Stephen R. Covey mengatakan bahwa setiap diri manusia dan organisasi memiliki prinsip sentris yang bila diaplikasikan secara baik dapat meningkatkan mutu dan produktivitas. Prinsip-sentris, kata Covey, merupakan satu pendekatan jangka panjang yang bersifat inside-out untuk mengembangkan manusia dan organisasi. Saya sependapat dengan Covey, prinsip adalah inti kekuatan untuk perubahan hidup yang lebih baik. Dengan berprinsip manusia bukan lagi sekedar seonggok daging yang bertulang. Lebih dari itu, manusia menjadi makhluk paling mulia dan berharga dari makhluk manapun.

Prinsip. Ia adalah ekspresi nilai yang harus dipegang teguh oleh setiap manusia beradab. Prinsip memberikan arah. Prinsip mendorong setiap orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Prinsip adalah ukuran. Orang yang berprinsip adalah orang yang punya ukuran atas tindakan dan perbuatan yang dilakukannya. Dengan demikian, tidak bisa tidak, prinsip berbicara baik-buruk dan benar-salah. Prinsip mempertegas apa yang baik dan apa yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah.

Bagaimana prinsip bekerja? Salah satu ciri orang dewasa adalah bijaksana. Orang yang bijaksana adalah orang yang memiliki pertimbangan atas pilihan-pilihan hidupnya. Pertimbangan itu di dasarkan pada prinsip. Dan orang yang bijaksana selalu mendasarkan diri pada prinsip-prinsip yang baik dan benar. Karena mereka tahu, prinsip yang baik mendatangkan manfaat dan prinsip yang benar mendatangkan kebahagiaan. Apa yang dicari dalam hidup selain manfaat dan kebahagiaan? Itulah tujuan akhir orang-orang hebat. Mereka punya prinsip yang baik dan benar. Makanya, mereka selalu bermanfaat dan merasa bahagia hidupnya.

Bagaimana wujudnya prinsip? Tanpa sadar, komitmen kita, keyakinan kita, keberpihakan kita atas banyak hal, bahkan eksistensi kita di dunia ini mengandung prinsip yang harus kita pegang teguh. Islam itu prinsip. Iman itu prinsip. Orang yang ber-Islam harus taat pada serangkaian syari'at yang ditetapkan lewat kalam-Nya maupun lewat lisan nabi-Nya. Demikian juga, orang yang mengaku beriman harus memenuhi konsekuensinya: tidak menyekutukan-Nya, tidak bergantung kepada selain-Nya, dll. Apa ketentuan Alloh tentang hidup? Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah. Orang yang mengaku berislam dan beriman, mau tak mau, harus memenuhi prinsip ini (ibadah).

Ada hadits yang menjelaskan tiga tanda orang munafik: (1) Jika berbicara bohong. (2) Jika berjanji ingkar. Dan (3) jika dipercaya khianat. Mafhum mukholafah-nya, sifat jujur, tepat janji, dan amanah harus menjadi prinsip orang yang beriman. Kecuali dia mau menjadi orang munafik. Yang lain, misal, kita mendukung demokrasi. Inti dari demokrasi adalah kebebasan yang bertanggung jawab, kesetaraan, dan kesamaan. Kalau kita mau dibilang sebagai demokrat, ya kita harus berpegang pada tiga hal itu - untuk diri kita sendiri maupun sikap kita kepada orang lain. Tiga hal itulah yang menjadi prinsip demokrat, dll.

Orang hebat memahami komitmennya, keyakinannya, keberpihakannya terhadap banyak hal, dan hidup itu sendiri sebagai prinsip. Mereka berusaha mengendapkan dan menanamkan prinsip itu dalam hati. Sebelum mereka bertindak atau melakukan sesuatu, mereka selalu meminta nasihat hatinya. Mereka memenuhi apa yang dikatakan Nabi: Mintalah nasihat pada hatimu atas perbuatan kamu. Perbuatan jelek itu akan membuat hati tidak nyaman. Sedangkan perbuatan baik itu akan membuat hati tentram.

Orang hebat pantang menodai prinsipnya. Orang hebat pantang melukai hatinya. Mereka benar-benar memahami itulah cara dia hidup mulia. Seorang Gandhi, betapapun ia hidup sengsara, ia tetap menolak koloni terhadap bangsanya. Ia terus melawan dengan cara-cara (baca: prinsip) tanpa kekerasan meski banyak yang harus ia korbankan. Jauh sebelum Gandhi, kita punya teladan mulia, Muhammad saw. Imannya kepada Alloh membuatnya berani menentang penyembahan terhadap berhala-berhala. Padahal ritual itu jamak dilakukan orang-orang Quraisy pada masa itu. Ketika pamannya Abu Thalib menasehati Nabi untuk menghentikan risalah itu, apa kata Nabi? "Paman, demi Alloh, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan risalah ini, sungguh tidak akan aku tinggalkan, biar nanti Alloh yang akan membuktikan kemenangan itu: di tanganku atau aku binasa karenanya."

Itulah keteguhan Muhammad saw dalam memegang prinsip. Prinsipnya mengendap di hati dan menggumpal menjadi keyakinan. Keyakinan membuatnya berani. Itulah prinsip yang terlaksana. Kita tentu ingin seperti beliau. Untuk itu saya tutup tulisan ini dengan pertanyaan Ali bin Abi Thalib kepada Nabi tentang prinsip yang beliau jadikan pegangan. Pahami kata-katanya satu persatu dan temukan rahasia kehebatan Muhammad saw.

Ma'rifat adalah modalku,

akal pikiran adalah sumber agamaku,

rindu kendaraanku,

berdzikir kepada Alloh kawan dekatku,

keteguhan perbendaharaanku,

duka adalah kawanku,

ilmu adalah senjataku,

ketabahan adalah pakaianku,

kerelaan sasaranku,

faqr adalah kebangganku,

menahan diri adalah pekerjaanku,

keyakinan makananku,

kejujuran perantaraku,

ketaatan adalah ukuranku,

berjihad perangaiku,

dan hiburanku adalah dalam sembahyang

Orang Hebat Berani Mengambil Resiko


Selalu ada satu saat di masa lalu ketika pintu terbuka, dan masa depan

masuk ke dalamnya dengan leluasa.

- Deepak Chopra -

Hidup manusia di dunia tidak lepas dari dua hal berikut: peluang dan resiko. Nasib setiap orang lebih banyak ditentukan oleh bagimana keduanya ditangkap dan dikelola daripada oleh yang lainnya. Peluang dan resiko ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Keduanya lekat tak terpisah. Menangkap peluang berarti sekaligus berani mengambil resikonya. Tidak ada peluang tanpa resiko. Sebaliknya, resiko adalah konsekuensi logis dari pilihan kita untuk menangkap setiap peluang. Memilih untuk menjadi pegawai, resikonya harus siap diperintah atasan. Sebaliknya, memilih untuk menjadi wirausahawan, resikonya penghasilan sering tidak menentu. Memilih untuk melamar anak orang, resikonya harus siap (saling) berbagi dan menanggung hidup masing-masing. Sebaliknya memilih hidup membujang, resikonya tiap hari kesepian di rumah, apalagi kalau malam datang, dan lain-lain.

Orang sering takut mengambil peluang karena takut resikonya. Pun setelah peluang diambil, banyak orang gagal karena tidak bisa mengatasi resiko. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberhasilan sejatinya adalah resultan dari usaha seseorang dalam menangkap peluang dan mengatasi resikonya. Orang yang ingin berhasil - dalam hal apapun, dengan demikian, harus punya keberanian untuk menangkap peluang dan mengambil resikonya sekaligus. Menangkap peluang berarti menjadi orang-orang pertama (pioner) yang take action atas sesuatu hal. Sementara mengambil resiko diartikan sebagai tidak takut pada resiko serta punya bekal ilmu dan rencana untuk mengatasi resiko tersebut. Keberaniaan terakhir akan kita jadikan ciri kesekian dari orang hebat.

Keberaniaan mengambil resiko dalam pengertian di atas menjadikan orang tidak asal ambil resiko atau asal ambil peluang, tapi benar-benar keberaniaan yang didasarkan pada perhitungan yang memadai, bukan ke-nekad-an. Banyak orang gagal karena hal terakhir. Maunya dibilang berani, tapi sesungguhnya nekad. Banyak orang maunya berwirausaha, tapi malah jadi pengangguran. Banyak orang ingin rumah tangganya bahagia, tapi malah sebaliknya, dst. Apa yang dimaksud dengan perhitungan yang memadai sesungguhnya ada pada aspek perencanaan setiap orang. Sekali lagi, ini menegaskan betapa pentingnya perencanaan dan komitmen pelaksanaannya. Orang hebat punya itu. Punya rencana dan punya komitmen pelaksanaan. Sehingga ketika masanya tiba, peluang tak akan lari kemana, resiko tak harus jadi momok yang menakutkan.

Mereka, orang-orang hebat, selalu berusaha menjadi pioner (assabiqunal awwalun) atas berbagai peluang di hadapan. Tetapi, mereka memilih menjadi pioner yang punya perhitungan yang memadai. Sehingga keberanian mereka bukan ke-nekad-an yang dipaksakan. Mereka tidak takut menghadapi resiko karena mereka punya ilmu, wawasan, dan keterampilan, lalu mereka susun rencana, dan mereka punya komitmen pelaksanaan atasnya.

Dengan begitu, tidak ada istilah takut dalam kamus orang-orang hebat. Memang, adakalanya mereka harus hati-hati memutuskan. Ada masanya mereka harus memperhitungkan waktu, situasi, dan kondisi. Namun, ketika keputusan telah diambil, tak pantang menyerah pada masalah, tak pantang mundur apalagi kabur menghadapi masalah. Mereka selalu punya ruang yang luas untuk mengevaluasi, merencanakan kembali, dan memulai investasi lagi (baca: usaha perbaikan) atas pilihan peluang yang diambil.

Orang hebat melihat dan menjalani proses sebagai pembelajaran. Sehingga, jika kegagalan sekalipun yang datang, difahaminya sebagai jalan panjangnya kesuksesan. Apa yang muncul kemudian adalah pikiran-pikiran positif dan solutif atas permasalahan. Di sanalah letak keberanian orang hebat. Berani mengambil resiko karena punya rencana. Berani mengambil resiko karena punya cara pandang pembelajar. Mereka tak pernah berhenti berproses (on becoming) menjadi lebih baik sebelum akhirya menjadi yang terbaik. Maka benarlah apa yang diungkapkan oleh bait-bait puisi anonim berikut ini:

Resiko

Tertawa adalah mengambil resiko terlihat bodoh.

Menangis adalah mengambil resiko terlihat sentimental.

Menjangkau yang lain adalah mengambil resiko terlibat.

Mengungkapkan perasaan adalah mengambil resiko menunjukkan diri yang

sesungguhnya.

Menunjukkan gagasan dan impian anda di depan orang banyak adalah mengambil resiko

merasa malu.

Mencinta adalah mengambil resiko tidak dicinta.

Hidup adalah mengambil resiko mati.

Berharap adalah mengambil resiko putus asa.

Berusaha adalah mengambil resiko gagal.

Tapi resiko harus dihadapi, karena bahaya terbesar dalam hidup ini adalah tidak mengambil resiko sama sekali.

Orang yang tidak berani mengambil resiko tidak akan melakukan apa-apa, tidak punya apa-apa, dan bukan siapa-siapa.

Mereka mungkin menghindari penderitaan dan kesengsaraan, tapi mereka tidak bisa belajar, merasakan, mengubah, tumbuh, mencintai, atau hidup.

Dalam keadaan terikat oleh kepastian, mereka adalah para budak. Mereka telah mengekang kebebasan mereka sendiri.

Hanya orang yang berani mengambil resiko adalah orang yang bebas

Orang Hebat Berakhlak Mulia


Barang siapa mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan ami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik

dari apa yang telah mereka kerjakan.

- An-Nahl: 97 -

Kita masih akan menggali kriteria orang hebat berdasarkan petunjuk Nabi saw. Setelah, dalam bahasan terdahulu, kita mengupas hadits Nabi yang berbunyi sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat diantara sesamanya. Ada satu lagi hadits mirip dengan itu. Masih tentang 'sebaik-baik manusia.' Bunyi haditsnya sebagai berikut: Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya. Khairun nas ahsanuhum khuluqo.

Akhlak. Ia adalah perilaku atau tindakan yang didasarkan pada pemahaman nilai yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa. Dari pengertian tersebut, ada tiga komponen pembentuk akhlak. Pertama, pemahaman nilai oleh akal pikiran. Kedua, keyakinan dalam hati. Dan ketiga, amal dalam bentuk perilaku atau perbuatan.

Benar keluarannya adalah perbuatan, tapi dasarnya adalah nilai yang difahami akal-pikiran, diyakini oleh hati, dan tertanam dalam jiwa. Dalam bahasa agama, akhlak adalah perpaduan antara iman dan amal sholeh. Dengan demikian, akhlak merupakan ekspresi paling lengkap dari kualitas kemanusiaan seseorang. Bisa dikatakan, kalau ingin melihat baik-buruknya seseorang lihatlah akhlaknya. Inilah ukuran paling tepat untuk menilai kepribadian seseorang. Bahkan, baik-buruknya, jatuh-bangunnya, maju-terbelakangnya suatu peradaban sering dikaitkan dengan kondisi akhlak masyarakatnya atau dalam banyak kesempatan sering dibahasakan sebagai moralitas masyarakat.

Menimbang betapa pentingnya akhlak, suatu ketika Nabi saw bertanya kepada para sahabat, "Inginkah kalian kuberitahu tentang siapa dari kalian yang paling kucintai dan akan duduk terdekat denganku di majelis di hari kiamat kelak?" Nabi kemudian mengulang pertanyaan itu sebanyak tiga kali. Hingga sahabat terhenyak dan bertanya, "Ya, kami ingin mengetahuinya ya Rasululloh!" Nabi kemudian bersabda, "Orang yang paling baik akhlaknya diantara kalian." Bahkan, masalah akhlak secara khusus disebut Nabi sebagai misi risalah beliau - dalam sabdanya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Innama bu’itstu liutammimma makaarimal akhlaq.

Karena menyangkut kualitas kemanusiaan, wilayah akhlak tersebar dalam semua fora kegiatan dan aktivitas manusia, dari wilayah kepribadian, hubungan horizontalnya dengan sesama manusia (hubungan sosial), hubungan vertikalnya dengan sang pencipta, dan dalam berbagai bidang kehidupannya. Wujudnya ada dua: akhlak terpuji dan akhlak tercela. Yang dimaksud sebagai yang terbaik akhlaknya, tentu saja merujuk pada akhlak yang terpuji. Apa saja yang termasuk di dalamnya? Banyak sekali!

Hidup dan kehidupan diciptakan dalam bentuk berpasangan. Setiap perbuatan ada pasangan baik dan buruknya. Apa yang baik mendatangkan manfaat dan maslahat. Manfaat dan maslahat mendatangkan kebahagiaan hidup. Dalam pandangan yang visioner, kebahagiaan (harus) diwujudkan bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat kelak. Tentunya jika dilakukan dengan cara-cara yang benar, visi itu akan memenuhi hasilnya. Akhlak terpuji bermuara pada itu.

Anis Matta dalam bukunya Membentuk Karakter Cara Islam menjelaskan kriteria penerimaan akhlak terpuji menurut Islam. Kriteria penerimaan yang dimaksud meliputi niat, proses, dan hasil. Akhlak terpuji atau akhlak shalih adalah perbuat yang dilakukan dengan motif (niat) semata-mata untuk Alloh swt. dan dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan sunnah Rasululloh saw. Dengan demikian, perbuatan itu bukan saja diterima di sisi Alloh swt., tetapi juga sukses dalam ukuran manusia; bukan saja mengantarkan pelakunya memperoleh keselamatan di akhirat, tapi juga kebahagiaan di dunia.

Apa bentuk atau wujud akhlak terpuji? Bagimana menginternalisasikan dalam diri? Akhlak terkait dengan karakter. Strategi pembentukannya tentu saja Inside-out - dari dalam hati (jiwa) mewujud ke dalam perilaku. Sehingga setelah pemahaman dan keyakinan akan nilai, yang dilakukan kemudian adalah pembiasaan-pembiasaan dalam bentuk amal-kerja.

Akhlak dan karakter bukanlah hal yang statis. Keduanya bersifat dinamis, asal kita punya komitmen pembelajar sejati. Nilai terpuji atau nilai positif tersebar dalam banyak ruang kehidupan. Bagi kita umat Islam, kita punya sumber kebaikan abadi al-Quran dan Sunnah Nabi. Tinggal kemauan kita untuk belajar dan memahami, lalu meyakini dan menginternalisasikan dalam hati. Caranya banyak: belajar mandiri, cari murabbi (baca: guru), ikuti majelis ilmu, dll. Salurannya pun banyak ragamnya, dari yang formal di lembaga-lembaga pendidikan sampai yang nonformal di surau-surau, di organisasi, di forum-forum studi, dll. Pilih dan ciptakan saluran pembelajaran yang benar-benar memberdayakan diri - menuntun pada akhlak terpuji.

Lingkungan sosial - pertemanan, pergaulan, permainan, organisasi, kerjasama - juga memiliki porsi besar dalam mempengaruhi akhlak seseorang. Untuk tujuan membentuk akhlak terpuji, bergaulah dengan orang-orang shaleh, orang-orang yang berpikiran dan berperilaku positif, orang-orang progresif, orang-orang hebat, dst. Ciptakan lingkungan yang kondusif bagi diri untuk meraih akhlak terpuji. Bangunlah team (ingat the dream team) yang terdiri dari orang-orang hebat, sholeh, baik, positif, dan progresif. Baru setelah itu, berbaurlah dengan masyarakat. Serukan kebaikan dengan teladan yang mengedepankan akhlak terpuji.

Akhlak terpuji menjelma dalam banyak sekali cara memandang, merasa, bersikap, dan berperilaku sehari-hari. Ia bukan hal baru, tapi secara turun-temurun diwariskan dari dan untuk orang-orang yang ingin hidup mulia dan bahagia. Anis Matta secara jeli menyimpulkan bagi kita induk-induk dan turunan akhlak terpuji sebagai berikut:

* Cinta kebenaran melahirkan turunan dan lawannya sebagai berikut: Jujur ><><><><>

* Kekuatan kehendak menurunkan sifat sebagai berikut: Optimis, Inisiatif, Tegar, Tegas, Serius, Disiplin, Pengendalian Diri.

* Himmah (Ambisi) yang tinggi menurunkan sifat sebagai berikut: Dorongan Berprestasi, Dinamika, Tidak Mudah Menyerah, Harga Diri, Keseriusan.

* Kesabaran melahirkan sifat sebagai berikut: Tenang, Konsisten, Pengendalian Diri, Lembut, Santun, Mampu Menjaga Rahasia.

* Rasa kasih (Rahmah) melahirkan sifat sebagai berikut: Pemaaf, Empati, Berbakti Kepada Orang Tua, Silaturrahmi, Lembut, Penolong, Musyawarah, Santun Kepada Fakir Miskin.

* Naluri sosial melahirkan sifat berikut: Bersih Hati, Ukhuwah, Menutup Aib Sesama, Mempu Bekerjasama, Penolong, Anti Perpecahan, Menjaga Milik Bersama.

* Cinta manusia melahirkan sifat berikut: Besih Jiwa, Kerjasama, Keterlibatan Emosional, Adil, Dermawan, Selalu Berkehendak Baik.

* Kedermawanan melahirkan sifat berikut: Pemurah, Hemat, Harga Diri, Mendahulukan Orang Lain, Infak, Ukhuwah.

* Kemurahan hati melahirkan sifat berikut: Lembut, Luwes, Pemaaf, Ridha, Ceria, Menyenangkan Orang Lain.

Itulah diantara wujud akhlak terpuji. Setelah tahu dan faham, yang dibutuhkan hanyalah komitmen pelaksanaan. Dan orang hebat memenuhi komitmen itu. Ia tahu. Ia faham. Ia yakin. Maka, Ia mengamalkannya. Secara berulang-ulang dan konsisten. Ia pun menghiasi hari dengan akhlak mulia. Dan ia memilih menjadi yang terbaik akhlaknya diantara sesamanya.