Membangun peradaban, persis laksana tumbuh berkembangnya sebuah benih tanaman menjadi tanaman yang akan berpohon kokoh, akar yang kuat menghunjam, cabangnya rindang dan berdaun lebat. Semua dimulai dari benih yang kecil. Benih adalah blue print kehidupan sebuah pohon itu sendiri. Semua informasi bentuk daun, lingkar pohon dan berapa besar serta tinggi pohon akan bisa tumbuh semuanya ada di dalam benih.
Benih pada tumbuhan secara sunnatullah ada dua macam, monokotil dan dikotil. Monokotil hanya mempunyai akar serabut, biasanya ini jenis rumput-rumputan dan palawija. Akar mereka tidak menghunjam ke dalam tanah. Hanya menyebar diatas permukaan tanah. Tipe monokotil ini dapat kita analogikan dengan benih manusia dunia. Kehidupannya tidak mengakar di bumi sejarah hanya di permukaan saja. Hanya sekejap diingat manusia lalu hilang di telan debu sejarah.
Benih yang kedua adalah manusia Langit. Akarnya ada dua, akar tunggang dan akar serabut. Akar tunggangnya menghunjam kokoh ke perut bumi. Akar serabutnya hanya saja menempel pada akar tunggang. Artinya dunia baginya hanyalah tempelen belaka. Tidak masuk ke dalam hatinya. Tapi keyakinannya kepada Allah dan hari akhirat menghunjam kokoh dalam bumi qolbunya. Merasuk dalam jiwa dan hatinya. Melekat dalam pemikirannya. Tergambar dalam amal perbuatannya. Terekam jelas dalam ingatan sejarah manusia. Dahsyat.
Semua perkembangannya berjalan dengan mengikuti proses. Benih harus di tabur di tanah yang tepat. Tumbuh menjadi kecambah yang lemah, membutuhkan air cahaya matahari dan zat hara. Terus berkembang menjadi pohon yang kecil, pohon dewasa, berbuah beberapa musim, menghasilkan benih pengganti lalu mati.
Seperti inilah kehidupan diatas dunia ini, lahir, berkembang, dewasa dan mati. Ini sebuah siklus yang berputar secara terus-menerus. Tidak pernah berhenti. Berhenti berarti mati.
Membangun peradaban bukanlah pekerjaan satu generasi tetapi kerja besar beberapa generasi. Pekerjaan ini membutuhkan azam yang kuat, dilandasi oleh mahabbah yang pekat, Pembelajaran yang tiada berhenti dan Indhibat sampai akhir hayat.
Jika kau kagum pada Shalahudin, kagum pada generasi Shalahudin, bukalah kembali lembaran sejarah, bagaimana Awalnya Imam Al - Ghazali mengawali dengan Ihya’Ulumudinnya, Dilanjutkan oleh Madrasah Tazkiyatunnufus Imam Qadir Al Jailani, 3 generasi terus-menerus mengawalnya. Sampai akhirnya dunia terkejut dengan Generasi Shalahudin.
Generasi ini generasi yang diciptakan dengan peluh dan air mata. Dengan kesabaran cinta dan pembelajaran yang tiada berhenti. Setelah itu dilanjutkan dengan amal yang itqon penuh kedisiplinan. Inilah benih itu yang akhirnya tumbuh menjadi pohon yang kokoh. Pohon yang menaungi peradaban Umat manusia dengan kerindangan dan kerimbunannya.
Dunia merasa nyaman, ketika dipayunginya. Bahkan buahnya yang lezat siap disantap kapan saja, oleh siapa saja.
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah Membuat perumpamaan kalimat yang baik ** seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit,
(pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhan-nya. Dan Allah Membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.”
(QS. Ibrahim[014] :24-25)
Eddy Syahrizal
General Manager QR-Foundation For NKRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar