Harta
Apa Saja Yang Wajib Dizakati?
Pada dasarnya semua harta wajib
dizakati sebagaimana penegasan al-Qur’an, hudz
min amwalihin shadaqah yang berarti, “Ambillah dari harta mereka sebagai
sedekah.” Yang dimaksud dengan amwal di sini adalah harta yang berkembang di
masyarakat pada masa itu sebagai produk kegiatan ekonomi. Di masa Rasulullah
SAW binatang onta menjadi primadona dalam kegiatan ekonomi, maka onta wajib
dizakati. Jika suatu masyarakat kegiatan ekonominya pertanian, pekerbunan,
peternakan, maka objek zakatnya adalah harta-harta tersebut.
Di masa sekarang, sejalan
dengan perkembangan teknologi, kegiatan ekonomi lebih beragam lagi, bukan saja
pertambangan, pengolahan hasil bumi, perekonomian berbasis informasi, tapi juga
termasuk jasa konsultasi, keahlian atau profesi, produk perbankan seperti
bilyet, giro, cek dan lain-lain merupakan produk perekonomian modern yang wajib
dizakati.
Besaran
Zakat
Dua macam zakat; zakat jiwa
yang biasa disebut zakat fitrah, kedua, zakat harta atau zakat maal. Zakat jiwa
(fitrah) wajib dikeluarkan setiap pribadi Muslim di penghujung bulan Ramadhan
untuk menyucikan jiwanya. Jumlahnya sama dengan volume konsumsi makan rata-rata
perhari orang bersangkutan. Biasanya dianalogikan dengan 2,5 kg beras. Tetapi
bagi orang-orang kota yang sehari-harinya terbiasa makan di restoran mahal,
tentu penghitungan zakatnya akan lebih besar, disesuaikan dengan konsumsi
makannya rata-rata per hari. Zakat harta atau zakat maal adalah harta yang
wajib dikeluarkan apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Syarat-syarat tersebut antara lain mencapai nishab dan haul untuk disalurkan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Besarnya zakat adalah 2,5 persen
dari harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Di masa keemasan Islam pada
abad ke-9 hingga 15 M, para petani membayar zakat melalui Baitul Maal. Zakat itu dikelola untuk membangun ekonomi umat,
hingga membangun perpustakaan. Pada masa itu, para petani adalah orang-orang
kaya. Tidak heran kalau fikih zakat banyak ditujukan kepada mereka. Di masa
sekarang, kaum petani adalah orang-orang yang hidup sederhana. Namun, mereka
masih setia membayar zakat, karena fikihnya memang masih sama. Sementara
orang-orang kaya telah berubah, bergeser dari sektor pertanian ke sektor
ekonomi modern di perkotaan, yang justru belum tersentuh fikih zakat.
Menolak
Membayar Zakat?
“(… dan kecelakaan yang
besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan Allah; yaitu orang-orang yang
tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya kehidupan akhirat.”
(QS Fushilat [41]: 6-7)
Orang yang mengingkari kewajiban zakat oleh al-Qur’an disamakan
dengan orang-orang musyrik dan disebut celaka. Khalifah Islam pertama, Abu
Bakar r.a pernah bersumpah untuk memerangi orang-orang yang tidak membayar zakat.
Zakat adalah pilar ketiga
Islam, setelah syahadat dan shalat. Pilar zakat dibangun untuk menjamin
tegaknya keadilan social. Namun, fenomena kemiskinan yang menjadi pemadangan
paling mencolok di dunia Islam, membuat orang berpikir bahwa pilar ketiga itu
realitasnya tidak berfungsi lagi. Sebabnya, karena zakat tidak dikelola
sebagaimana mestinya. Namun sejak tahun 70-an, lembaga-lembaga filantropi Islam
modern mulai didirikan dengan tujuan menegakkan dan memfungsikan kembali pilar
zakat, untuk membangun ekonomi umat.
Disadur dari buku;”Filantropi
Dalam Masyarakat Islam”
CSRC UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
The Asia Foundation
PT Elex Media Komputindo
2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar