Kamis, September 04, 2008

Menumbuhkan Jiwa Agama (Tauhid) Pada Diri Anak


سم الله الرحمن الرحيم

1. Pada Bulan Agustus 2003, kita sempat dikejutkan oleh berita bunuh dirinya siswa kelas VI SD yang bernama Heryanto akibat menanggung rasa malu tidak mampu membayar iuran sebesar Rp. 2.500,- untuk kegiatan ekstra kurikuler.

Berita tersebut sempat mengisi berbagai surat kabar di Indonesia dan sempat ramai dibahas di televisi, bahkan tidak hanya itu berita tersebut telah menjadi sorotan dunia internasional sebagai kasus psikologi unik yang meimpa anak-anak. Belum sempat berita bunuh diri Haryanto hilang dari ingatan kita, tiba-tiba kembali kita dikejutkan kasus bunuh dirinya siswa yang bernama Ihfan Khairul Fazrim siswa kelas dua SMP PGRI Setu, Bekasi pada tanggal 25 Mei 2004 akibat belum membayar uang SPP selama lima bulan berturut-turut.

Kasus bunuh diri ini juga terjadi pada anak-anak yang lainnya:

Data Anak yang Bunuh Diri

15 Februari 2003

Kanita (15)

Tewas gantung diri di rumahnya, Jakarta Selatan

25 Agustus 2003

Heryanto (12)

Mencoba gantung diri, murid kelas VI SD di Garut itu malu tidak mampu membayar iuran Rp. 2.500,- untuk kegiatan ekstrakuler di sekolah

7 Oktober 2004

Bambang Surono (11)

Murid kelas V SD di Semarang ditemukan tewas gantung diri

27 Januari 2004

Usuf Ambari (13)

Tewas gantung diri di rumah orang tuanya di Cianjur karena keinginannya untuk memiliki televisi tidak kesampaian

8 Februari 2004

Nurdin bin Adas (12)

Tewas gantung diri di plafon dapur rumah kakaknya di Garut. Ia diduga tidak kuat menahan rindu kepada mendiang ibunya

14 Februai 2004

Nazar Ali Julian (13)

Warga Kabupaten Cianjur mencoba bunuh diri dengan menusukkan pisau dapur ke perutnya karena tidak kuat memikul beban akibat perceraian kedua orang tuanya.

2. Kasus anak bunuh diri ini menjadi suatu bukti bahwa saat ini banyak orang tua yang mengabaikan pendidikan akhlaq atau moral anak, selain itu tidak hanya orang tua saja, namun lingkungan sekitar anak tinggal juga mempunyai andil, salah satunya tayangan televisi. Anak menjadi terobsesi ingin seperti yang ia tonton, seperti pergaulan yang glamour, gengsi yang tinggi pada teman, sehingga bila hal itu tidak terpenuhi membuat anak menjadi minder atau malu. Solusi yang bisa kita ambil agar anak terhindar dari sikap itu yakni perlu memandang penting tumbuhnya jiwa agama (tauhid), keharmonisan keluarga, pentingnya sikap syukur ni’mat ditanamkan, dan juga kepekaan sosial harus dilatih.

3. Jiwa tauhid yang merupakan hal yang paling fundamental dalam hidup keberagaman, sesungguhnya sudah ada pada setiap diri anak (manusia). Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS. Al-A'raf : 172.

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِى ءَادَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُوْا بَلَى شَهِدْنَآ أَنْ تَقُولُوْا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِيْنَ. {الأعراف : 172}.

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (QS. Al-A'raf : 172).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ, فَأَبَوَاهُ يهَوِّدانَهُ أَوْ يُنَصِّرَانَهُ أَوْ يُمَجِّسَانَهُ

“Rasulullah Saw. bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tauhid), maka tergantung pada kedua orang tuanya, apakah akan menjadikannya Yahudi, Nashrani ataukah Majusi”.

Pengenalan tauhid ini bisa dilakukan oleh para orang tua/guru dengan melalui berbagai macam cara, antara lain:

a. Dengan menjelaskan sifat-sifat Allah yang baik (الأسمآء الْحُسنى) agar tumbuh kecintaan anak kepada-Nya.

هُوَ اللهُ الَّذِى لآإِلهَ إِلاَّ هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ (22) هُوَ اللهُ الَّذِى لآإِلهَ إِلاَّ هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكُبِّرُ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (23) هُوَ اللهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأَسْمَآءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَافِى السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ (24). {الحشر : 22-24}.

“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (22), Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan (23), Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (24)”. (QS. Al-Hasyr : 22-24).

b. Dengan mendidik anak dapat membaca Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah wahyu dan kalam Allah yang jika dibaca akan memperkuat keimanan.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِم ءَايَتُهُ زَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ. {الأنفال : 2}.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al-Anfal : 2).

c. Dengan mendidik anak terbiasa beribadah dan hal-hal yang positif dalam hidupnya, seperti shalat, do’a, shaum dan infaq.

إِنَّ الَّذِيْنَ يَتْلُوْنَ كَتَابَ اللهِ وَأَقَامُوْا الصَّلَوةَ وَأَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلاَنِيَّةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّنْ تَبُورٍ. {فاطر : 29}.

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. (QS. Fathir : 29).

d. Mengemukakan kisah-kisah/sejarah tentang orang-orang yang baik dan berhasil dalam hidupnya, baik kisah-kisah Qur’ani, para sahabat Nabi atau sejarah hidup orang-orang yang ada disekitarnya.

لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةً لأُوْلِى الأَلْبَابِ مَاكَانَ حَدِيْثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلِ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدَى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ. {يوسف : 111}.

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS. Yusuf : 111).

Tentu masih banyak cara menumbuhkan jiwa tauhid dan mengenal Allah secara baik pada diri anak-anak, agar mereka menjadi insan dan generasi yang kuat keimanannya, sehingga mampu mengatasi masalah hidupnya dengan kuat dan tegar. Sudah barang tentu cara mendidiknya dengan penuh kasih sayang, rasa cinta dan tanggungjawab.

Tidak ada komentar: