Rabu, Desember 12, 2007

SINEMATOGRAFI PILGUBRI RIAU 2008

Dua Pekan lalu kalau ada yang menonton Republik Mimpi di Metro TV pasti akan ”nyambung” dengan tema ini. Tema pembahasan spesial hari pahlawan newsdot com itu ada anekdot yang yang akan kita ambil sebagai pembuka. Menjawab dua pertanyaan dari Si Jadul sang sekretaris sang kabinet yakni; Pertama apa hubungan antara semangat pahlawan dengan kemacetan lalu lintas. Pertanyaan kedua mengapa pahlawan Kapitan Pattimura bisa ditangkap Belanda ? Jawaban pertanyaan pertama adalah semua jalan yang bernama pahlawan bisa dipastikan macet, contoh jalan Gatot Subroto di Jakarta macet, Jalan Ahmad Yani di Makasar macet bahkan di Pekanbaru jalan Jendral Sudirman dan Tuanku Tambusai mengalami kemacetan pada jam-jam sibuk. Pertanyaan kedua singkat saja, hanya satu kata yakni takdir.

Kalau kita lihat parodi menjelang pilgubri Riau yang akan di helat 2008 persis sesuai dengan Sinetron. Opera sabun kata orang bule. Semua calon sudah mulai tampang aksi dengan gaya dan pose masing-masing. Sehingga tingkah laku mereka lebih mirip selebriti yang jual tampang dimana-mana demi mendongkrak popularitas. Karena Pilgubri Riau 2008 ini sudah mirip konser AFI. Kemenangan bukan ditentukan oleh potensi, tapi ditentukan oleh Piti (dana), koneksi dan aksi selebriti.

Mentrasformasi masyarakat menuju ke kehidupan yang lebih baik adalah kewajiban suci setiap kita. Setiap yang menyusun konsep di belakang ( para pemikir strategis ) atau yang turun langsung sebagai aktornya haruslah sekuat tenaga mengikuti jalur etika yang baik dan benar. Celakanya pada titik inilah para elite politik belum mampu mencontohkan budaya dan teladan yang baik dalam dunia perpolitikan. Sebaliknya tanpa rasa malu mereka mencontohkan perilaku yang keluar dari koridor moral, seperti isu korupsi, sikap boros yang anti sense of crisis berdampak logis pada pemisahan secara tegas dalam aspek moral dan aspek politik. Diam-diam rupanya para politisi kita saat sekarang ini menjadi penghayat setia ajaran Machiaveli ; politisi yang berbicara moral di wilayah politik adalah politisi yang tidak tahu dengan politik. Ini sangat bertentangan dengan wacana politik yang kita gulirkan sekarang yakni politik yang berlandaskan moral

Charles F Andrain dalam buku Political and Social Change :An Introduction of Political Science (1990) membedakan ada tiga tipe kepemimpinan. Pertama, tipe ilmuwan, tujuannya mengkaji peristiwa yang bersifat empirik dan actual untuk mengetahui keadaan sebenarnya dalam masyarakat. Pendekatan yang mereka lakukan adalah metode ilmiah yang obyektif dan universal. Sedangkan pengaruhnya hanya pada kalangan terbatas kecuali kalau sarannya di pakai oleh penguasa. Ini grup pembisik dalam istilah politik bangsa Indonesia.
Kedua, tipe politisi mempunyai tujuan memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, membuat dan melaksanakan keputusan. Pendekatan mereka adalah metode pangambilan keputusan yang bersifat segera dan jangka pendek. Pengaruhnya langsung dan menentukan nasib orang banyak. Dalam bahasa kita penguasa.

Ketiga tipe negarawan, tujuannya merenungkan kondisi yang terjadi di masyarakat sekarang dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi di masa yang akan datang. Pendekatannya metode filosofis dengan panduan etika dan moral. Sedangkan pengaruhnya ssekarang mungkin belum terasa baru terungkap di masa yang akan datang. Tetapi di masa transisi bisa dijadikan rujukan. Masyarakat kita menyebutnya penasehat spritual.

Setelah lelah dengan banyak teori kita lihat kenyataan di lapangan saat sekarang ini. Ilmuwannya banyak yang memberikan informasi semu kejadian sebenarnya masyarakat. Termasuk manipulasi survey dan polling tingkat ketokohan calon penguasa. Politisinya cenderung enggan melepas kekuasaan dan mengorbankan kepentingan nasib orang banyak. Sedangkan yang paling kacau adalah penasehat spritualnya adalah parnormal alias dukun. Cukup meraba masa depan dengan mengandalkan penerawangan saja.

Yang dibutuhkan dunia saat sekarang ini bukan politisi tapi pemimpin. Ini adalah kata-kata perdana Menteri Singapura yang akhirnya menjadi maskot di sana, pernyatan ini dilontarkan para politisi di sana berkaitan dengan digantinya ia oleh perdana mentri Lee yang dianggap terlalu jinak, sopan dan elegan dalam berpolitik. Tidak seperti mentornya yang tegas dan agak bertangan besi. Kita semua harus berubah. Ya pemimpinnya, ya masyarakatnya. Dan jangan pernah ada kata mundur dalam berjuang. Karena dalam sejarah hanya memberikan empat tiket tempat duduk. Menjadi pembuat sejarah, aktor sejarah, pembaca dan pecandu sejarah atau yang paling tragis menjadi korban sejarah. Pilihan tetap ada di tangan kita.

Perubahan ke arah yang lebih baik adalah suatu keharusan di mana sasaran dari perubahan tersebut adalah individu, kelompok dan lembaga yang ditunjuk sebagai sasaran perubahan. Perubahan itu harus mencakup paling tidak 3 aspek dasar yaitu ;
Pertama, sifat perubahan yaitu aksi bukan reaksi suatu kondisi. Karena perubahan reaksi tidak tidak memiliki idealisme dan semata di dorong oleh kepentingan manusiawi. Seperti aksi saling biokot antara Riau satu dan Riau dua yang nampaknya sudah perang terbuka diatas tanah. Kalau kemarin masih di bawah tanah. Isu yang sudah diangkat oleh harian ini dalam fokus minggunya bahwa disinyalir ada aksi demo-mendemo seorang tokoh untuk mendiskreditkannya. Walaupun tidak ada yang mengakui hal itu, yah itulah politik. Senyum di depan tikam di belakang.

Kedua perubahan bergerak dari sesuatu yang tidak teratur menjadi lebih teratur. Sekarang ini sudah terasa pansanya hawa politik. Semua calon dan pendukungnnya sudah pasang kuda-kuda untuk saling bertarung. Senyum manis sudah berubah menjadi kecut. Kalau dalam ilmu kepribadian biasanya senyum yang baik itu ukuran lebar bibir yang terbuka serasi dan selaras. Namun sekarang sudah mencong-sana mencong sini tidak simetris kata orang matematika.

Ketiga terkait dengan aset perubah yaitu manusianya sendiri. Manusia yang yang menjadi pemimpin itu harus memiliki kekuatan yang cukup, potensi yang memadai untuk dioptimalkan dan bisa mempotensikan orang lain. Cukup rumit bahasanya, serumit bagaimana melaksanakannya. Ada adagium ahli sejarah dan sosiologi menyatakan untuk melihat bgaimana tingkat peradaban sebuah masyarakat di lihat dengan opini yang disuarakan oleh para pemimpinnya. Bila anggota dewan sibuk dengan laptopnya dan lainnya dengan sapi dan rumahnya. Maka tingkat peradaban mereka, Hanya sebatas sapi margin bawahnya, rumah di margin tengahnya dan laptop margin atasnya.

Ketika hujjah tidak lagi terasa tajam menyentuh tembok kesadaran. Disaat nilai-nilai sudah longgar dan tidak bisa terbantahkan lagi. Semua serba membingungkan. Kita serasa hadir dalam ruang dan waktu bukan sebagai manusia lagi. Namun serasa berada dalam ruang dan waktu yang berbeda dengan kemaslahatan bersama. Saat ini kita bertanya-tanya soal kemunafikan-kemunafikan yang menyeruak di sentero jagad. Sehingga akhirnya kita tediam dan menyadari bahwa kita adalah manusia yang kehilangan semangat kemanusiaannya.

Nah apakah kondisi kekinian dalam sikut menyikut dalam peran aksi pilkada ini akan terus ditampilkan di panggung sinetron pilkada pemilihan gubernur Riau saat sekarang ini ? sebagian teman-teman yang saya ajak berdiskusi ada yang berkesimpulan sesuai dengan dengan jawaban si jadul menteri sekretaris kabinet Republik Mimpi, Mengapa kapitan pattimura dan pahlawan lain tertangkap ? yah ... sudah takdi barangkali. Mengapa Pilkada Gubernur Riau seperti ini ... ? Yah sudah takdir barangkali. Selamat helat raya Ncik dan Puan, semoga semua mimpi kita jadi kenyataan.

Tidak ada komentar: