Masa transisi peralihan generasi dakwah. Perpindahan estafet perjuangan merupakan situasi yang genting dan mencekam dalam sebuah wajihah dakwah. Apalagi wajihah sayap dakwah yang dipenuhi oleh orang muda yang bergelora. Duh… pemuda penjaga dan pemelihara dakwah, inilah seruan dari pembangun kembali tatanan dakwah abad ini. Imam asy-syahid hasan al-Banna yang mengemukakan suatu ungkapan yang menggelorakan jiwa :
“ Ada sebuah risalah masa lalu penuh kobaran semangat jihad, untuk generasi hari ini yang tengah bergejolak dan dilanda kegelisahan … Sebuah bekal hari ini yang sarat tuntutan … Untuk masa depan yang penuh cahaya … Wahai para pemuda … Wahai mereka yang punya cita-cita luhur … Untuk membangun kehidupan … Wahai kalaian yang rindu kemenangan agama 4JJI … Wahai semua yang turun ke medan juang … Demi mempersembahkan nyawa di hadapan Rabb-Nya… di sinilah petujuk itu, disinilah bimbingan-Nya … di sinilah hikmah-Nya dan di sinilah pengorbanannya … dan kenikmatan jihadnya … …”
pagi ini seorang asatidz menyatakan sebuah mutiara hikmah kepadaku :
“ Cukuplah dakwah kita jadikan sebagai sekolah kehidupan “
Ungkapan ini beliau ucapkan saat ane mendesaknya untuk memberikan satu kalimat yang bisa membuatku puas dan tenang si tengah kebimbangan mengambil keputusan untuk tetap mengayunkan langkah atau mengikuti “qoror” dari orang-orang yang sangat menyayangi sosok yang ringkih ini.
Dari awal telah kukatakan kepada dunia hidup ini adalah pilihan. Setiap pilihan pasti punya resiko. Ingin kukatakan sepenuh hati dan kupatrikan kalimat ini dalam jiwaku :
“ Orang yang sukses adalah orang yang bersabar melewati kesulitan demi kesulitan dengan hati lapang, ikhtiar dan doa. Karena bumi selalu berputar dan selalu berubah.”
Masa transisi merupakan tikungan tajam dalam dakwah. Kepemimpinan dan pemimpin memang tidaklah sesederhana sebuah parody orkestra dalam panggung kehidupan yang serba terbatas. Terbatas luas ruangannya. Terbatas waktu pertunjukannya. Terbatas personilnya. Terbatas kapasitas kursi pengunjungnya. Serta terbatas alat musik dan peralatannya. Lalu apakah tepuktangan dari penonton itu adalah pertanda kesuksesan ? tidak juga …. ?!
Ohya, tadi malam ane dapat mengambil pelajaran dari Film “We are Soldiers” yang mengisahkan kedekatan antara panglima perang Amerika dengan pasukannya di saat berperang dengan tentara Vietnam dan juga di sana diperlihatkan juga bahwa kedekatan panglima Vietnam dengan pasukannya. Adu strategi perang diantara mereka terjadi. Dan tidak ada yang mendapatkan kemenangan. (itu menurut ane) tapi karena filmnya buatan Amerika disana digambarkan pasukan amerika bisa mengalahkan banyak pasukan musuh lalu meninggalkan medan pertempuran sebelum balabantuan Vietnam datang. Sehingga kejadian ini memberikan pukulan yang sangat besar di hati panglima Vietnam. Ketika melihat para mayat pasukannya dikumpulkan menjadi satu dan diletakkan bendera Amerika diatasnya.
Di pihak panglima Amerika juga sempat meledakkan tangisnya di hadapan seorang wartawan perang dengan mengatakan :” kita tidak menang hari ini, seharusnya sayalah yang gugur bukan pasukan ini,” sambil menyadari ini kesalahan komando dari pusat komando yang ambisius.
Ada beberapa beberapa hal yang dapat dijadikan pelajaran yaitu :
1. Setiap orang harus menjaga orang yang bersamanya.
2. Seorang panglima adalah yang pertama maju ke medan pertempuran dan yang terakhir meninggalkannya ( ini dijelaskan ketika sang panglima ingin maju dengan pasukan pembuka jalan seorang serdadu menariknya dan mengatakan kalau panglima tewas akan membuat down anggota pasukan lainnya. Lalu ketika pusat komando menyuruh sang panglima meninggalkan pasukannya, sang panglima mengatakan saya akan tetap bersama pasukan saya. Sehingga moral pasukannya naik kembali. Dan ketika mencari 2 anggota pasukan yang hilang sang panglima yang mencari langsung dan membawa mayatnya. Selain itu, panglima ingin anggota pasukannya diangkut pulang semua baik hidup atau mati dan tidak mau ada yang tertinggal.)
3. Diperlihatkan juga bagaimana kekukuhan hati istri sang panglima ketika harus memberikan telegram yang mengabarkan bahwa anggota pasukan suaminya gugur. Memang pada seorang pahlawan ada wanita besar di belakangnya.
4. Teladan yang paling baik adalah perbuatan.
5. Rasa persaudaraan adalah kekuatan yang sangat efektif dalam menghadapi mihnah yang besar.
6. Ketaatan kepada pemimpin adalah kekuatan yang memersatukan di dalam kekalutan.
Semoga tulisan ini memberikan sesuatu yang berharga bagi ane kedepan dan nonton filmnya bukanlah sesuatu yang sia-sia sehingga tidak ada pelajaran yang didapat daripadanya. Wallahu’alam.
Dari dari dua fenomena ini dihubungkan dengan keluhan seorang ikhwah yang memberikan sms ngajak makan bareng karena katanya ada yang mau dikonsultasikan. Ane langsung sepakat karena tempatnya mengingatkanku dengan sebuah keluarga dalam dakwah yang sering mengajakku ke sana. Namun, sekarang kita dipisahkan untuk sementara. Muncul pertanyaannya yaitu : “ Di manakah beda antara sabar dan profesionalitas ?” seraya mengerutkan keningnya. Ane senyum. Menatapnya dalam-dalam. Lalu kukatakan, “ Akhi ane merasakan apa yang antum rasakan, ane pernah mengalaminya. Sebagai qiyadah kita memang harus mengambil keputusan dalam keadaan yang sangat susah. Mengambil keputusan saat ada kondisi lain yang harus kita pertimbangkan.” Ia mendengarkan dengan tertunduk, setelah menarik nafas baru kulanjutkan lagi.
“Kita bukan hanya pemimpin eksekutif dalam suatu organisasi. Kita adalah pemimpin yang tarbawi. Pemimpin yang mendidik. Maka kesabaran yang kita perlukan adalah memahami kondisi dakwah dan jamaah kita. Bagaimana penilaiannya, sejauh mana perhatiannya dan sebatas apa daya dukungnya kepada kita. Kondisi dakwah sebenarnya memang belum bisa mendukung secara kuat. Namun, tuntutan publik juga harus diakomodir. Marilah kita selesaikan permasalahan kita sendiri, karena saudara kita juga merasakan beban yang mugkin lebih berat dari kita. Bersabar itu bukan menyerah. Bekerjalah dengan cinta dan keimanan. Karena cinta dan keimanan sangat berhubungan erat. Dan sangat menyejukkan.”
Jika iman itu adalah api maka cinta adalah panasnya
Jika iman adalah air maka cinta adalah kesegarannya
Jika iman adalah sungai maka cinta adalah arusnya
Jika cinta adalah samudra maka cinta adalah badainya
Akhirnya kami berbincang-bincang seputar masalah yang dihadapi dan senyumnya mulai mengembang. Ingin kucapkan dan kupatrikan ucapan sang ustadz tadi di dalam hati dalam-dalam :
“ Cukuplah dakwah kita jadikan sebagai sekolah kehidupan “
HUD-HUD.Revisi terakhir selasa, 23 Agustus 2005. 00:21 WIB. Markazud Jihad.
Kalender Hijriah
Labels
- Renungan (29)
- Orang Hebat (18)
- Islami (17)
- Filantropi Dalam Masyarakat Islam (12)
- Renungan SPD (9)
- Serial Membangun Peradaban (7)
- politik (7)
- Pernik Kehidupan (5)
- Catatan Hati (3)
- Izinkan Aku Berturur Jilid II (3)
- Berita Kegiatan (1)
- Diari Muhibah (1)
- Filosofi Sains Dalam Islam (1)
- Izinkan Aku Bertutur Jilid I (1)
- Kimia Kehidupan (1)
- Majalah Da'watuna (1)
- Pengumuman (1)
- Ramadhan (1)
- Renungan SP (1)
Rabu, Desember 12, 2007
MENIMBANG SABAR DAN PROFESIONALITAS
Label:
Renungan SPD
Saya adalah seorang Blogger. Fokus pada kegiatan: Charity, Philantropy dan Literacy
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar