Rabu, Desember 12, 2007

GURATAN IRAMA JIWA

Kata adalah sepotong hati. Inilah ungkaan yang indah dan menawan dari seorang mujahid dakwah Abul Hasan An-Nadwi . kata adalah sepotong hati … !!! seorang pejuang, seorang mujahid sangat berhati-hati dalam memaknai sebuah kata. Benarlah kiranya ungkapan dari Imam Ibnul qoyyim yang menyatakan kebenaran sebuah kata dari seseorang dapat kita lihat dalam situasi apa ia mengucapkan kata tersebut. Sehingga, bisa saja semua orang mengungkapkan satu kata yang sama, tetapi berbeda kebenarannya karena berbeda maksud dan tujuan mengapa kata itu di ucapkan.

Banyak kita bisa mengetahui keunggulan pribadi seseorang dari susunan kata yang ia suguhkan. Bagaikan hidangan yang bisa kita nikmati. Sehingga dapat dijadikan makanan hati dan penyejuk jiwa. Sehingga menggeloralah semangat saat memaknainya. Kadangkala kata yang mereka ucapkan itu sangatlah sederhana dan tidaklah terlalu tinggi bahasanya. Namun, dapat menghunjam begitu dalam dan terpatri begitu erat dalam kalbu seorang anak manusia.

Seorang orientalist Robert Mitchel memberikan tanggapan yang menawan dalam bukunya “Masyarakat Al-Ikhwan Al-muslimun” mengenai pribadi ustadz Hasan al-Banna.”Ia berbicara dan mengungkapkan kata-kata setelah mengetahui makna yang tersembunyi dibalik kata tersebut. Sehingga kata-katanya merasuk lembut dalam perasaan, menghidupkan jiwa yang hampir mati dan menggelorakan semangat yang mulai pudar”.

Wahai jiwaku yang berkata-kata! Sering kali dirimu menghamburkan kata-kata yang bisa memprovokasi, membangkitkan pertentangan selama ini dalam aktivitas dakwahmu. Apakah engkau tidak sadar dalam dakwah ini bukanlah penokohan pribadi sehingga engkau bisa mengarahkan orang lain mengikuti instruksimu. Membawa mereka ikut dalam kafilahmu? Walaupun itu dianggapsebagai prestasi ketahuilah engkau masih muda. Ajakanmu lebih bersifat pengaruh emosional. Bukan karena kafaah syar’iyyah yang engkau punyai. Sehingga kadangkala di saat engkau diam mereka juga diam dan kebingungan. Itu bukanlah cinta. Itu adalah racun yang di baluti madu.

Kata-kata yang berasal dari hakikat keimanan akan mempunyai ruh. Ruh ini akan melekat selamanya walaupun penyerunya sudah mati berkalang tanah. Kata-kata seperti inilah seharusnya yang engkau punyai. Kata-kata yang berasal dari kedalaman ruhani yang merupakan air yang menyegarkan. Mata airnya berasal dari hidayah 4JJI SWT. Kata-kata dari Jundii Imani. Bagaikan auman keperkasaan dari singa dakwah yang kokoh dan kuat.

Maka kata yang kita ucapkan seharusnya mengandung pikiran dan emosi keyakinan yang menggelora, menciptakan gelombang semangat perjuangan seperti api membara, atau gelombang yang membadai.Membuat setiap jiwa terpesona dan akal yang menantangnya tertunduk karena logika dan ruh keimanannya. Karena kata seharusnya dapat menjadikan kita menjadi ruh baru dalam umat ini. Maka bangunlah kesadaranmu wahai diriku mengapa kadang kala ucapan kita seakan hilang begitu saja ditiup angin. Hampa ? karena kita masih banyak dosa dan maksiat itu jawaban yang pastinya.

Maka dapatlah disimpulkan kata-kata, etika dan metoda adalah suatu pola dan potongan pribadi sang jundii Imani. Sangat unik mempengaruhi sisi-sisi insani seseorang. Sehingga lontaran katanya bisa menguatkan iman, menyegarkan pemikiran, menajamkan pemahaman, mengikhlaskan amal, meningkatkan tadhiyah, menguatkan diri dalam jihad, tsabat dalam sikap tajarrudnya melaksanakan amanah, tsiqoh dengan keimanan dan nilai-nilai ukhuwah.

Sehingga walaupun dirimu dalam kesakitan wahai Jundii Imani ! ranjang kepedihan memenuhi hatimu karena musuh yang datang membunuh segala jenis burung, mencabut segala jenis rumput serta bunga.Mengambil cahaya hidayah dari mata hati umat Islam. Aumanmu bisa mengbangkitkan rasa takut pada musuh yang masih bermil jauhnya. Dan memberikan motivasi serta semangat bagi saudaramu yang lain.

Seteguh syekh Ahmad Yassin yang lumpuh. Bukti keteguhan kata dan sikap. Syahid yang menghidupkan. Sehingga engkau menyadari wahai diriku yang lemah, muhasabah yang terbaik adalah kata hati dari diri kita sendiri. Kata hati yang mendapatkan pancaran dan naungan cahaya dari mukjizat abadi Al-Qur’an. Sehingga kata-kata kita adalah kumpulan potongan hati yang membentuk kalimat. Manifestasi dari guratan irama jiwa dalam diri kita masing-masing. Wallahu’alam.

“4JJI adalah pelindung bagi orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Sedangkan orang-orang kafir pelindung mereka adalah thagut, mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan. Mereka adalah Penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya (Q.S Al-Baqarah :257)

Ada sebuah kisah yang menarik dapat kita jadikan contoh bagaimana seorang kakek menuliskan guratan irama jiwa seorang cucunya yang dibesarkan dalam naungan tarbiyah Rabbani. DR. Mahmud Jami’ dalam bukunya yang berjudul :” Wa’raftu al-Ikhwan “ ( Ikhwanul Muslimin yang Saya Kenal terbitan Pustaka Al-Kautsar) menuliskan sebagai berikut :

“CUCUKU YANG MENGAJARIKU PELAJARAN”

Cucuku, Thariq Jami’ baru berusia dua belas tahun, kelas dua I’dadiyah (2SMP) dan dilahirkan di Inggris. Dia selalu bolak-balik Mesir-Inggris setiap datang musim panas untuk menghadiri muktamar-muktamar Ilmiah di luar Mesir. Pada Minggu yang lalu, dia menghadapi ujian mengarang. Judul yang disodorkan dalam soal itu adalah siswa disuruh mengungkapkan kecintaannya kepada negerinya dan keindahan negerinya. Maka dia menulis dengan mengatakan :” saya tidak mempunyai kata-kata untuk mengungkapkan keindahan negeriku. Negeri ini berada pada kondisi yang buruk. Setiap kali saya berusaha untuk merasakan keindahannya, saya tidak menemukannya. Udaranya tercemar, airnya tercemar, jalan-jalannya tercemar, generasinya sakit, negaranya ricuh dan pemuda-pemudanya selalu untuk bekerja di negara-negara asing untuk mencari pekerjaan yang tidak pantas. Saya melihat sendiri, mereka berdesak-desakan di pintu kedutaan dan mereka memperlakukannya dengan buruk.

Gurunya kaget ketika mengoreksi jawaban anak ini. Lalu dia mendiskusikan tulisannya itu dengannya dan menghadirkan salah seorang guru lainnya. Cucuku tetap pada pendapatnya dengan penuh kepuasan dan pantang menyerah. Dia berkata kepada gurunya : “Saya tidak menulis kecuali dengan kebenaran dan saya tidak mau berbohong.” Maka guru itu menyobek kertas jawabannya dan membuangnya. Saya mengetahui kejadian itu pada hari itu juga dan saya kaget. Namun, saya hadapi masalah itu dengan tenang dan mengajaknya berdiskusi. Dia berkata kepadaku :” Wahai kakekku, apakah engkau bisa mengingkari realitas yang tampak jelas di depan kita dalam masyarakat Mesir.Apakah engkau merasakan apa yang saya renungkan di tengah malam karena awan hitam dan udara yang tercemar yang saya rasakan di dada saya seperti racun yang menghentikan nafasku, merusak jantungku dan memucatkan wajahku. Saya hampir tercekik hingga engkau menolong dengan tabung pernafasan. Bahkan, saya selalu disuntik dengan cortezon di urat setiap hari untuk menyelamatkan hidupku. Mengapa krisis ini masih terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu dan mengapa sekarang pemerintah tidak mampu memecahkan masalah ini ? Karena sekarang adalah sekarang.

Apakah engkau bisa melihat pesawat di langit Kairo yang kesulitan mendarat di Bandara Kairo ?Mengapa langit menutupinya dan menutupi pemandangannya yang indah dengan awan hitam tebal ketika datang kepada kita ? Apakah ada perbedaan antara keindahan langit Kairo dan langit Eropa yang jernih ?

Apakah Engkau lupa wahai kakekku ?Tentang nyamuk-nyamuk jahat yang menggigit kita di malam hari dan membangunkan kita tidur di Ajma’, Marina, atau di kota kita, Tonto. Ingatkah kamu tentang kegagalan racun-racun pembunuh nyamuk yang kita gunakan, walaupun bahan-bahan kimia itu membahayakan kesehatan dan jantung kita ?

Apakah engkau lupa nasehat-nasehatmu yang berulangkali kepada saya agar tidak minum air langsung dari kran karena tercemar dengan mikroorganisme, bercampur dengan kuman, kotoran dan garam yang berbahaya, yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan hati ?

Apakah engkau lupa pemandangan sebagian orang yang membuang sampah, kencing dan mandi bersama hewan-hewan mereka di sungai Nil serta mencemarkannya ?

Apakah engkau membaca apa yang ditulis oleh salah seorang wartawan beberapa hari lalu bahwa seorang warga menemukan coro mati di air yang keluar dari kran dan setelah para ahli kimia meneliti air tersebut dengan mikroskop, ternyata penuh dengan mikroorganisme, zat garam yang berbahaya dan zat-zat aneh lainnya.

Bagaimana menurutmu wahai kakekku tentang jalan-jalan yang tergenang air karena banjir di musim dingin dan panas ?A palagi terjadi hujan beberapa hari. Seakan-akan tidak ada usaha untuk menyelesaikan permasalahan ini, sehingga kejadian ini terjadi di jalan-jalan kita.
Begitu juga anarkisme yang terjadi di jalan-jalan,tikus-tikus yang berlarian di jalan-jalan, naik di atas dinding hingga sampai ke rumah tingkat atas,masuk ke dalam rumah melalui jendela-jendela dan teras-terasnya.

Sedangkan pemandangan warganya saya dapati selalu gaduh di depan kios-kios roti dan keramaian karena adanya keributan dan pertengkaran. Hal ini seakan-akan menjadi drama-drama sinetron harian yang saya lihat dan saya dengar sejak pagi.

Dia berkata kepadaku:”Wahai kakekku, saya punya dua teman di kelas yang mengatakan bahwa mobil kami tidak akan ditilang oleh polisi sama sekali, sehingga bebas melanggar lalu lintas, karena pada mobil itu ada plat hakim atau polisi di bagian depan dan belakangnya. Karena salah seorang dari anak itu adalah anaknya anggota DPR dan yang satunya lagi anaknya perwira polisi.”

Akhirnya dia berkata kepadaku dengan tajam : “wahai kakekku, setiapkali saya ke Mesjid untuk belajar menghapal al-Qur’an dan melaksanakan shalat Jum’at. Saya mendengar imam mengingatkan jamaah sebelum shalat dengan keras agar setiap orang meletakkan sandal di depannya agar tidak dicuri orang. Saya juga menemukan pamplet-pamplet yang bertuliskan di atas dinding masjid, pintu-pintu san tiang-tiangnya agar berhati-hati dari pencuri sepatu. Namun, demikian wahai kakekku, masih ada juga sepatu yang dicuri.”

Akhirnya selesai sudah dialog saya dengan cucu saya yang berterus-terang dan sadar itu. Jujur kepada dirinya dengan penuh keberanian. Akhirnya, saya melihatnya berpegangan pada pundakku dalam keadaan tenang dan kasih sayang. Dia merangkulku dan memelukku seraya berkata :”Wahai kakekku, jangan banyak berpikir dan jangan banyak capek, tidakkah engaku melihatku, semua tidak ada gunanya. Sesungguhnya hanya Islam-lah jalan pemecahannya.”

Subhanallah, lama diri ini tercenung dan tiba-tiba tetesan air bening bergulir di pipi. Guratan irama jiwa seorang cucu yang dididik dalam rumah tangga dakwah yang rabbani mampu mengungkapkan kata yang polos melampaui usianya. Tidakkah kita ingin punya generasi seperti ini ? ku bertanya pada diriku. Ingin sekali.

Buah yang manis dan lezat berasal dari pohon yang sehat, kokoh dan kuat. Pohon itu juga berasal benih yang mantap. Sudahkah diri kita menyiapkan diri sebagai benih itu. Sehingga, melahirkan buah berupa generasi yang Rabbani ? jawabannya ada dalam diri kita masing-masing. Maka marilah selalu menyiapkan diri.

Sesungguhnya kata-kata kita tidak akan ada artinya, hingga kita meninggal di jalan-Nya, maka ruh akan masuk di dalamnya dan memberinya kehidupan. Sesungguhnya kata-kata yang dikeluarkan dari mulut dan belum tersambung dengan sumber ilahi yang maha hidup, hanya akan melahirkan kematian. Wallahu’alam


HUD-HUD.Revisi terakhir selasa, 23 Agustus 2005. 10:38 WIB. Markazud Jihad.

Tidak ada komentar: