Kekuatan pertama yang membuat suatu bangsa membuat perubahan dan merancang masa depan adalah kekuatan idiologi. Dengan adanya idiologi maka akan tergambar visi,misi dan tujuan yang akan dicapai. Kekuatan idiologilah yang membuat Hitler dan nazinya ingin menguasai dunia, namun sayang dipenuhi dengan kesombongan. Maka setelah adanya kekuatan idiologi yang diperlukan adalah kerendahan hati dari kader-kade idiologi tersebut untuk bisa hidup ajar dan alamiah dalam tatanan idiologi yang sangat mungkin berseberangan. Kekuatan idilogi seperti inilah yang ada dalam idiologi Islam. Banyak contoh kalau kita mau melihat, memperhatikan dan menganalisis sejarah kalau memang mempunyai keinginan untuk.
Dalam sejarah perjalanan Riau sendiri yang sangat diidentikkan dengan melayu. Kekuatan Idiologi inilah yang membuat melayu mampu menunjukkan keberadaan edan marwahnya di saat kejayaannya di masa yang silam. Kekuatan Idiologilah yang bisa menyatukan melayu Riau yang terdiri dari berbagai macam etnis mulai yang dianggap melayu “pribumi” Bugis, Banjar, Arab, Cina Portugis dan lain sebagainya. Maka sangat naiblah sekarang ini melayu digaungkan sebagai suatu etnis atau suku. Pernyataan ini adalah pernyataan yang tidak pada tempatnya. Pernyataan ini adalah suatu sikap egoisme yang sengaja di sulut untuk meruntuhkan melayu itu sendiri. Sungguh, melayu tidak akan pernah hilang di bumi.
Melayu dan Idiologi
Lalu apakah sebenarnya melayu itu ? Kita ingin mendefinisikan melayu maka yang harus diketahui pertama kali adalah idiologi apa yang bisa menyatukan melayu. Idiologi itu adalah Islam. Maka saya memberanikan diri untuk mendefinisikan melayu itu adalah satu set nilai yang sudah mengakar dan menjadi kultur yang diayomo oleh suatu idiologi yaitu Islam.
Mental Idiologi Melayu Kini
Fenomena yang menarik dapat kita ambil dari Konggres Rakyat Riau II yang melahirkan opsi merdeka. Kita perlu menganalisa gaung opsi ini tidak dapat menaikkan posisi tawar Riau ke Pusat. Gerakan ini nampaknya hanya bersifat elitis dan sensational saja. Selain itu, opsi ini kurang mendapatkan dukungan dari pemerintahan daerah riau sendiri yang notabenen orang Riau. Mengapa itu bisa terjadi.
Jaaban pertama dapat kita lihat dari pernyatan Bapak Zulfan Heri dalam peluncuran Buku Prof. DR. Tabrani Rab “ Menuju Riau Merdeka Pilihan Konggres Rakyat Riau II “ . yaitu : gerakan ini belum mempunyai idiologi gerakan dan filosofi gerakan yang jelas. Kita dapat melihat efektivitas suatu gerakan dilihat dari dukungan massa rakyat yang kongkrit. Jangan masyarakat, aktivis mahasiswapun nampaknya masih ogah untuk mendukung gerakan ini. Disebabkan gerakan ini tidak jelas tujuan apa yang akan dicapainya.
Fenomena ini berlanjut dengan realita di lapangan yaitu pernyataan Al-Azhar sendiri yang menyatakan bahwa , “ Dokumentasi KRR II ini masih sangat amburaadul dan adanya ketidak seimbangan atara gerakan politik dan sosial budaya.” Selain itu, dari kalangan birokrat kita dapat melihat bahwa tindakan yang meraka lakukan adalah adalahn tindakan menyelamatkan diri sendiri. Mengapa demikian? Mereka lebih mementingkan kelselamatan diri sendiri darpada memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Lalu idiologi “ perutlah” yang lebih mereka pentingkan. Dari fenomena-fenomena ini kita dapat melihat bahwa mental idiologi melayu sekarang ini sedang terpuruk. Maka dapat disimpulkan sekarang sedang terjadi “pembusukan” dalam bidang idiologi. Hal ini ditunjukkan oleh para-tokoh-tokoh Riau dan kalangan birokrat yang bergerak tanpa idiologi yang jelas dan hanya berdasarkan kepentingan belaka.
Menanti Pejuang Idiologi yang Hilang
Tidak usah terlalu lama bersedih! Saatnyalah kita bangkit membangun negeri ini. Bergerak dalam landasan idiologi yang jelas dan jangan meraba-raba. Memang kita merasakan sudah cukup lama tersiksa dengan keadaan yang memilukan ini. Tampaknya tokoh untuk memperbaiki keadaan ini tidak bisa diharapkan terlalu banyak. Maka saatnyalah sekarang generasi muda negeri ini memotong dan memutus generasi tua dalam segi pemikiran idilogi dan pemikiran yang jelas. Kembali ke resam pemikiran yang Islami.
Memang memerlukan waktu yang cukup lama untuk memutus pemikiran tersebut.Namun kalau bukan sekarang kapan lagi ? Melayu khususnya Riau akan satu dan berkembang serta bangkit hanya dengan menerapkan idiologi Islam sebagai acuan dasar dalam bertindak para organ organiknya. Melahirkan generasi muda melayu yang baru dengan cara mengkaji dan mengaplikasikan Idiologi Islam dan sumber kesejarahan melayu lebih mendalam. Satu hal lagi yang harus ditanamkan dalam pribadi yang ingin menerapapkan idiologi Islam di daerah ini adalah adanya tanggungjawab spritual, moral dan intelektual yang jelas dalam rangka menjalankan tugas mulia ini. Rasa tanggungjawab ini akan melahirkan suatu sikap kedisiplinan pribadi dalam rangka menerapkan idiologi Islam yang telah kita kenal dengan syariat Islam. Rasa tanggungjawab ini harus dilandaskan pada akidah yang benar dan beragama yang lurus.
Kedisiplinan akan melahirkan sosok pribadi yang paling tidak mempunyai lima sifat yaitu :
Pertama, meletakkan syariat Islam sebagai bagian tertinggi hukum, sistem dan nilai sebagai ibadah kepada Allah. Kedua, keluar dari hokum-hukum syariat berarti dari iman, Islam ihsan dan keadilan. Ketiga, menolak sistem yang ada di luar Islam. Keempat tidak mengakui penguasa yang tidak menjalankan hokum-hukum selain syariat Islam. Kelima, menjaga hokum-hukum syariat terhadap orang yang bernai mengubahnya, baik dengan lisan, dann kekuasaan setelah menempuh jalan dakwah berupa hikmah, nasihat dan berargumentasi dengan baik. ( Figh Responsibilitas : DR. Ali Halim Abdul Mahmud)
Siapa yang berani memperjuangkan syariat Islam di Riau ? Sebagai pengugah semangat dengarlah dan pahamilah arti dan makna syair Umar bin Khattab berikut ini :
Apabila ada seribu mujahid berjuangAku satu diantaranya !
Apabila ada seratus Mujahid berjuang
Aku satu diantaranya !
Apabila ada sepuluh mujahid berjuang
Aku satu diantaranya !Apabila hanya satu mujahid berjuang
Itulah aku !
Apabila tidak ada lagi mujahid berjuang
Berati aku telah gugur !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar